Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung – Anggota Komisi III DPRD Provinsi Lampung Munir Abdul Haris, menyoroti lemahnya tata kelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Lampung.
Ia menilai, sebagian besar BUMD justru menjadi beban fiskal daerah dibandingkan sebagai penggerak ekonomi.
Hal tersebut disampaikan Munir menanggapi pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menyebut lebih dari 300 BUMD di Indonesia mengalami kerugian.
"Kalau kita lihat kondisi BUMD di Lampung memang lebih banyak menjadi beban fiskal daerah. Hampir semua BUMD yang disubsidi, boro-boro membagi dividen, balik modal saja tidak," kata Munir, Kamis (17/7/2025).
Padahal, lanjut Munir, BUMD seharusnya bisa menjadi solusi dalam mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Semestinya core bisnis BUMD bisa menguntungkan dan menghasilkan. Saat ini saja, banyak bisnis swasta yang tanpa dukungan pemerintah daerah tetap bisa berjalan dan meraih profit. Seharusnya BUMD bisa lebih dari itu, karena sudah didukung penuh oleh pemerintah daerah," ujarnya.
Munir menekankan pentingnya figur direktur utama BUMD yang inovatif dan berani mengambil tantangan.
"Proses rekrutmen Dirut BUMD ke depan harus benar-benar selektif. Bahkan saya menantang, berani tidak dirut-dirut BUMD itu tidak digaji sebelum unit usaha mereka menghasilkan?" ucapnya.
Saat ditanya apakah ada BUMD di Lampung yang bisa dijadikan contoh keberhasilan, Munir menyebut nyaris tidak ada.
"Belum ada yang berhasil. PT Lampung Energi Berjaya, anak perusahaan energi dari LJU, itu pun hanya bisa membukukan dividen Rp140 miliar karena ada prasyarat dari Kementerian ESDM, yakni investasi 10 persen dana migas harus disalurkan melalui BUMD. Kalau bukan karena itu, saya rasa untuk bayar gaji karyawan saja berat," jelasnya.
Munir menyebut, satu-satunya BUMD yang relatif sehat hanya Bank Lampung.
"Itu pun wajar karena perputaran modalnya sudah triliunan rupiah, dan nasabahnya jelas, hampir semua instansi pemerintah daerah kerja sama dengan Bank Lampung," katanya.
Ia juga menyinggung sejumlah BUMD lain yang sempat mendapatkan penyertaan modal dari pemerintah, namun tidak menghasilkan.
"Seperti PT Wahana Raharja yang pernah dibantu Rp 19,5 miliar tapi tidak balik modal. LJU juga pernah diberi Rp 4 miliar dan tidak balik modal. Bahkan ada yang sudah tutup. Jadi nyaris semuanya tidak sehat," ungkapnya.
Munir menegaskan bahwa BUMD harus bisa berkontribusi nyata terhadap PAD dan tidak hanya menjadi beban fiskal.
"Kalau ujung-ujungnya hanya jadi beban, lebih baik dibubarkan saja," pungkasnya.
(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)