Berita Lampung

Kisah TMMD ke-125, Sumur Bor Penyambung Hidup dari TNI untuk Warga Sukanegara Lamteng

Kini masyarakat Kampung Sukanegara yang kesulitan air bersih mampu menjangkau air bersih dengan jarak 20 meter saja.

Penulis: Fajar Ihwani Sidiq | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Fajar Ihwani Sidiq
AIR BERSIH - Keceriaan anak-anak Kampung Sukanegara, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah menikmati air bersih yang mudah dijangkau dari program TMMD ke-125 merobek nestapa krisis air bersih yang terjadi di wilayah tersebut, Kamis (21/8/2025).   

Tribunlampung.co.id, Lampung Tengah - Puluhan pasang kaki menapak pada tanggul yang masih basah terkena embun di sebuah kampung di Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah, mengular dengan iringan suara serangga pagi yang saling bersahutan di tengah hamparan sawah pada bulan Agustus 2025.

Dengan sabar warga menggeser sedikit demi sedikit jeriken dan ember mereka, menantikan giliran mendapatkan limpahan air dari sebuah belik, istilah yang mereka gunakan untuk sebuah genangan air yang tidak surut meski dilanda musim kemarau.

Rutinitas mengambil air di belik persawahan sudah menjadi hal lumrah bagi warga Kampung Sukanegara, selama ini musim kemarau telah menyurutkan sumur mereka dan memaksa untuk bertahan di tengah krisis air bersih.

Kala itu, warga setempat bernama Satyo (38) sedang menumpangkan jeriken warna biru dengan kapasitas 35 liter di bagian depan motor manualnya, bersiap untuk berangkat ke belik.

Di lokasi sudah berjejer barisan ember dan jeriken sesuai waktu kedatangan, dipandu oleh seorang warga yang mendulang dan menuangkan air sesuai kapasitas wadah, masyarakat mengambil air berwarna cokelat itu untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangga mereka.

"Kondisi air di Kampung Sukanegara, Kecamatan Bangun Rejo mendekati musim kemarau mulai sulit dan susah. Rata-rata, warga yang sumurnya kering terpaksa pergi mencari sumber air di areal dekat persawahan yang biasa disebut dengan istilah belik. Itu sumber air terdekat kami, ya bisa dibilang sumber untuk menyambung hidup mas," kata Satyo saat ditemui Tribunlampung.co.id, Kamis (21/8/2025).

Bagi Satyo dan puluhan warga Kampung Sukanegara, belik tersebut adalah sumber untuk mengairi persawahan sekaligus sumber air utama warga tatkala krisis air melanda.

Dengan diameter 1 meter dan dasaran yang terbuat dari tanah, air yang memiliki warna kecokelatan karena bercampur dengan lumpur itu sangat diandalkan oleh masyarakat meskipun harus menempuh jarak yang cukup membuat kaki dan tangan mereka pegal.

Bagaimana tidak, demi mencukupi kebutuhan air bersih keluarga, tak jarang warga mengangsu lebih dari 5 kali.

"Jarak belik dari areal pemukiman terdekat itu sekitar setengah kilo. Ada alternatif lain yaitu mengambil air di sungai, namun masyarakat harus menempuh jarak lebih jauh lagi, sementara anak istri sudah menunggu mau mandi, masak, dan lainnya," ucapnya sembari mengangkat jeriken berisi air ke atas motor untuk dibawa pulang ke rumah.

Sebelum digunakan, Satyo menyisihkan air sesuai keperluan, baik untuk konsumsi, mandi, mencuci, atau untuk minum ternak keluarganya.

Untuk konsumsi, dia perlu mengendapkan air belik selama satu hari satu malam, baru airnya bisa dimasak.

Menurutnya, pengendapan air ini dilakukan supaya air jernih dapat terpisah dari campuran lumpur, agar aman untuk dikonsumsi.

Selain digunakan untuk memasak dan keperluan MCK (Mandi Cuci Kakus), Satyo membutuhkan air untuk minum ternak sapinya yang saat ini sedang membesarkan anakan baru.

"Saya dan masyarakat Kampung Sukanegara lain sudah merasakan keterbatasan ini sejak lama, saat mengisi jeriken demi jeriken, ingin sekali rasanya memiliki sumber air bersih yang terjangkau, melimpah, dan bisa langsung digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, terutama untuk konsumsi," ungkapnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved