Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Kematian Alesha Erina Putri, bayi berusia 2 bulan di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM), Bandar Lampung, berbuntut panjang.
Orang tua bayi berinisial A itu melaporkan dr Billy Rosan ke Polda Lampung, Senin (25/8/2025).
Menurut mereka, sang dokter bertanggung jawab atas kematian buah hati pasangan Sandi Saputra (27) dan Nida Usyofi (23) itu.
Supriyanto, kuasa hukum Sandi dan Nida, mengatakan, pihaknya telah mendapatkan kuasa untuk melaporkan oknum dokter itu ke polisi.
"Kami dapat kuasa sejak 22 Agustus 2025 dari ortu bayi A yang meninggal dunia pada saat proses perawatan medis di RSUDAM," kata Supriyanto kepada awak media di depan gedung SPKT Polda Lampung, Senin (25/8/2025).
Dia menjelaskan, timnya telah mempelajari fakta hukum hingga akhirnya memutuskan untuk membuat laporan ke Polda Lampung.
Dalam kasus ini, kata dia, pihaknya menduga ada unsur dugaan penipuan dan penggelapan.
"Ada dugaan tindak pidana pasal 372 KUHPidana dan 363 KUHPidana," ujar Supriyanto.
Selain itu, terus Supriyanto, pihaknya melaporkan tindakan sang dokter yang diduga merayu korban untuk membeli alat medis seharga Rp 8 juta.
"Kami melaporkan juga kepada Ditreskrimsus terkait tindak pidana khusus, yakni korupsi," tutur dia lagi.
Menurut dia, meskipun nilainya tidak banyak, yang bersangkutan adalah ASN yang patut diduga telah melakukan pelanggaran pasal 12 huruf E.
"Barang bukti tentu dasar membuat laporan, yakni terkait soal bujuk rayu dengan opsi pembelian alat yang kemudian diketahui faktanya adalah ter-cover di BPJS," jelas Supriyanto.
"Ada bukti transfer korban ke rekening pribadi dokter BR. Ada juga upaya untuk bagaimana membeli alat yang dimaksud," kata Supriyanto.
Supriyanto menerangkan, dokter menawarkan dua opsi operasi terhadap korban.
Pertama, operasi pemotongan usus yang harus dilakukan beberapa kali.
Opsi kedua, yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan, menggunakan alat medis yang bisa mempermudah operasi menjadi satu kali tindakan.
Sandi pun memilih opsi kedua.
Ia bahkan telah membayar Rp 8 juta yang ditransfer ke rekening pribadi si dokter demi kesembuhan putrinya.
"Bayi tersebut mengalami kelainan usus sehingga harus diambil tindakan pemotongan usus, maka diperlukan operasi," beber Supriyanto.
Diduga Pelayanan Buruk
Pelayanan di RSUD Abdoel Moeloek (RSUDAM) Bandar Lampung kembali menuai sorotan.
Seorang bayi berusia 2 bulan bernama Alesha Erina Putri meninggal dunia pasca menjalani perawatan di RSUDAM.
Keluarga pasien menyoroti dugaan praktik jual beli alat medis yang dilakukan oknum dokter plus pelayanan yang dinilai buruk.
Mereka pun menuntut keadilan atas kejadian pilu ini.
Ayah Alesha, Sandi Saputra, menceritakan putrinya dirujuk ke RSUDAM pada 9 Juli 2025 dengan diagnosis penyakit hirschsprung, yakni penyakit bawaan lahir yang menyebabkan sulit buang air besar.
Sandi dan istrinya, Nida Usofie, bertemu dengan dokter BR, yang menawarkan dua opsi operasi terhadap anak mereka.
Pertama, operasi pemotongan usus yang harus dilakukan beberapa kali.
Opsi kedua, yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan, menggunakan alat medis yang bisa mempermudah operasi menjadi satu kali tindakan.
Sandi pun memilih opsi kedua.
Ia bahkan telah membayar Rp 8 juta yang ditransfer ke rekening pribadi si dokter demi kesembuhan putrinya.
Sandi menceritakan, komunikasi dengan dokter BR tersendat setelah uang ditransfer.
"Malam di-WA baru dibalas paginya setelah anak saya meninggal," kata Sandi, Kamis (21/8/2025).
Selain dugaan jual beli alat, keluarga juga mengeluhkan pelayanan RSUDAM yang dinilai lambat dan buruk.
"Tidak ditangani dengan baik. Seharusnya kan bayi itu dilihat, bajunya basah ada bercak darah bekas operasi diganti kek. Tapi ini enggak, dibiarkan saja bayi dengan popok yang berlumuran darah bekas operasi," beber dia.
Pascaoperasi, pihak keluarga juga menyebut jika dokter yang menangani tidak lagi memantau kondisi Alesha secara langsung.
Saat kondisi Alesha semakin menurun, keluarga disarankan untuk memindahkannya ke ruang PICU.
Namun, ruangan di RSUDAM sudah penuh.
Alih-alih melakukan komunikasi langsung antar rumah sakit, pihak RSUDAM justru meminta keluarga pasien untuk mencari sendiri ketersediaan ruang PICU di RS lain.
Keterlambatan penanganan akhirnya mengakibatkan bayi malang itu mengembuskan napas terakhirnya sebelum bisa dipindahkan.
Pihak keluarga pun berharap ada penjelasan dan iktikad baik dari pihak RSUDAM.
"Kami ingin ada iktikad baik dari pihak-pihak terkait atas dampak dari persoalan ini. Kami enggak ingin ada lagi pasien yang mengalami pelayanan seperti yang kami rasakan," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Bandar Lampung dr Khadafi mengaku akan mengecek keanggotaan dokter BR terlebih dahulu sebelum memberikan tanggapan terkait dugaan jual beli alat medis tersebut.
Manajemen RSUDAM Buka Suara
Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Lampung buka suara soal dugaan praktik jual beli alat medis yang dilakukan oknum dokter.
Hal itu disampaikan Direktur RSUDAM Imam Ghozali terkait meninggalnya seorang bayi berusia dua tahun diduga karena kelalaian dan pelayanan buruk.
Kisah pilu itu dialami bayi bernama Alesha Erina Putri, putri pasangan Sandi Saputra dan Nida Usofie.
Direktur RSUDAM Imam Ghozali menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban.
Ia menegaskan bahwa kejadian ini merupakan ulah oknum dan bukan kebijakan resmi rumah sakit.
"Kami turut berduka cita sedalam-dalamnya kepada keluarga. Kami sangat prihatin, dan rumah sakit akan merespons cepat kejadian ini," ujar Imam Ghozali, Kamis (21/8/2025).
“Jika ada praktik di luar ketentuan resmi, itu murni ulah oknum, bukan kebijakan RSUDAM," lanjutnya.
Imam menekankan bahwa pihaknya tidak akan menoleransi praktik pungutan liar atau jual beli alat kesehatan.
"Kalau benar ada oknum yang meminta biaya tambahan dengan dalih membeli alat medis, itu tidak bisa dibiarkan," jelas Imam.
"Kejadian ini membuka fakta bahwa praktik semacam itu memang ada. Kami tegaskan, RSUD Abdul Moeloek tidak akan menoleransi hal tersebut," ucap dia.
Saat ini, terus Imam, kasus tersebut sedang ditangani secara internal.
"Saya sedang berada di Jakarta. Saat ini masalah ini sedang dirapatkan oleh Komite Medik, Komite Mutu, dan Wakil Direktur Pelayanan Medik," ujarnya lagi.
"Kami menunggu rekomendasi mereka untuk menentukan langkah terhadap oknum yang terlibat," tambahnya.
Imam juga mengungkap kondisi medis bayi Alesha yang menurutnya mengalami kelainan bawaan sejak lahir.
"Pasien mengalami kelainan kongenital, yaitu saraf untuk buang air besar tidak berfungsi akibat saraf terputus. Biasanya kelainan ini tidak berdiri sendiri, dan pada kasus ini pasien juga memiliki kelainan jantung," paparnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa inti masalah tetap pada dugaan permintaan biaya tambahan oleh oknum tenaga medis.
"Permasalahan bukan pada kondisi medis, tetapi pada oknum yang meminta uang dengan alasan membeli alat. Itu jelas tidak dibenarkan. Saya sangat prihatin dan menegaskan tidak akan menoleransi praktik semacam ini," ujar Imam.
Sebagai langkah ke depan, RSUDAM berkomitmen untuk memperketat pengawasan dan memastikan seluruh pelayanan berjalan sesuai prosedur.
"Siapa pun yang terbukti melakukan praktik di luar ketentuan resmi akan ditindak tegas. Kami ingin memastikan pelayanan di RSUD Abdul Moeloek profesional, transparan, dan tidak membebani pasien dengan biaya tambahan," pungkasnya.
Klarifikasi Dokter
Pasca meninggalnya sang pasien, dr Billy Rosan muncul ke publik dan menyampaikan permintaan maaf.
Namun, Billy Rosan menepis tudingan dirinya melakukan pelanggaran maupun pungli terhadap keluarga pasien hingga mentransfer uang ke rekening pribadinya.
Dokter spesialis bedah anak ini mengaku hanya menawarkan opsi kepada pihak keluarga pasien untuk membeli alat medis.
Hal itu diungkapkan Billy dalam konferensi pers di aula RSUDAM Lampung, Jumat (22/8/2025).
"Saya memohon maaf sebesar-besarnya sebagai manusia yang tidak mungkin luput dari khilaf dan kesalahan," kata Billy.
Ia mengaku sudah menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada keluarga pasien.
"Saya sudah mohon maaf sejak awal. Tapi dalam hal ini, saya juga memohon maaf secara keseluruhan," imbuhnya.
Terkait tudingan pungli dan pelanggaran administrasi yang ia lakukan, Billy menyebut bahwa kejadian ini bermula dari opsi yang ia berikan kepada pihak keluarga pasien.
"Itu kan opsi, dan keluarga yang menentukan," kata dia.
"Buat saya, (pihak keluarga pasien) tertekan atau tidak, itu adalah opsi. Tanyakan ke keluarga mengapa memilih opsi itu," ujar dia.
Disinggung terkait keluarga pasien yang membeli alat medis dengan mentransfer sejumlah uang ke rekening pribadinya, Billy juga menyebut hal itu sebagai opsi.
"Iya, itu juga opsi, karena memang tidak ada lagi," imbuhnya.
(Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra)