Tribunlampung.co.id, Jakarta - Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Relawan Jokowi, Silfester Matutina dinyatakan gugur oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (27/8/2025).
Dalam pertimbanganya, Hakim menyatakan bahwa surat keterangan yang diajukan kubu Silfester tidak jelas.
Atas gugurnya PK tersebut, Silfester Matutina terancam segera diciduk Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
PK gugur dalam hukum pidana berarti permohonan Peninjauan Kembali (PK) tidak dapat diperiksa atau diproses lebih lanjut oleh pengadilan karena ada alasan hukum atau syarat formil yang tidak terpenuhi.
Jadi, bukan ditolak setelah diperiksa pokok perkaranya, tetapi gagal sejak awal (formil).
Diketahui status hukum Silfester Matutina kembali mencuat usai dirinya berhadapan dengan para pelapor dugaan ijazah palsu Jokowi.
Silfester Matutina ternyata berstatus sebagai terpidana atas kasus pencemaran nama baik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla.
Silfester Matutina sudah menjadi terpidana kasus pencemaran nama baik sejak tahun 2019.
Namun demikian hingga kini Silfester Matutina belum juga dieksekusi untuk menjalani massa tahanan atas vonis 1,5 tahun penjara.
Di tengah huru-hara statusnya yang tidak kunjung dieksekusi, Silfester Matutina mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun PK tersebut kemudian dinyatakan gugur oleh Ketua Majelis Hakim I Ketut Darpawan usai memeriksa surat keterangan istirahat dan sakit yang disodorokan oleh tim kuasa hukum.
I Ketut menyatakan PK dari Silfester Matutina gugur dalam sidang PK yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).
Dalam pertimbanganya, Hakim menyatakan bahwa surat keterangan yang diajukan kubu Silfester tidak jelas.
Pasalnya dalam surat tersebut tidak dijelaskan secara rinci mengenai sakit apa yang diderita oleh eks relawan Presiden RI ke-7 Joko Widodo tersebut.
"Alasan yang diajukan pemohon berdasarkan surat keterangan istirahat dan sakit ini tidak bisa kami terima. Karena apa? Pertama sakitnya gak jelas tidak ada keterangan sakit apa, tidak seperti surat yang pertama," kata Hakim I Ketut di ruang sidang seperti dimuat Tribunnews.com