Kisah Memilukan Wanita yang Jadi Budak Seks ISIS
Selama empat bulan berikutnya, dunia Khalaf seakan runtuh setelah dia menjadi tawanan anggota ISIS.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BERLIN - Farida Abbas Khalaf awalnya merupakan mahasiswa biasa di Irak. Namun, hidupnya berubah pada 2014.
Kepada Daily Mirror, Kamis (22/2/2018), Khalaf bercerita, ketika itu kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menyerang desanya.
Adapun Khalaf adalah perempuan Yazidi, sebuah etnis yang merupakan minoritas di Irak dengan estimasi jumlah 100.000 orang. Setiap laki-laki yang ada di desa Khalaf dibunuh.
Sementara dia serta para perempuan lainnya ditawan, dan dibawa ke Raqqa yang merupakan ibu kota ISIS di Suriah. Selama empat bulan berikutnya, dunia Khalaf seakan runtuh setelah dia menjadi tawanan anggota ISIS.
Setiap hari, Khalaf tidak sekadar disiksa dan disuruh untuk melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga seperti memasak, dan mencuci pakaian anggota ISIS. Dia juga menjadi budak seks kelompok radikal tersebut.
"Setiap kali diperkosa, mereka juga menyiksa saya," kenang Khalaf.
Baca: Diduga Sebar Berita Hoaks soal Megawati, Guru asal Way Kanan Ditangkap Bareskrim Polri
Baca: Detik-detik Terduga ISIS Hampir Lolos di Bandara saat Selundupkan Pistol dan Amunisi di Sepatu
Bahkan, Khalaf mengaku pernah dipaksa melihat seorang bocah perempuan berusia delapan tahun diperkosa. Selama dua bulan pertama, Khalaf menerima perlakuan tidak manusiawi yang membuatnya terluka, dan kesulitan untuk berjalan.
Penderitaannya tidak berhenti sampai di situ. Dia juga pernah dijual dari anggota ke anggota ISIS lainnya. Khalaf mengaku, dia berusaha menjaga agar mentalnya tidak terganggu dengan mengingat sang ayah yang telah tiada.
Ayah Khalaf sering berkata kepadanya kalau dia adalah perempuan yang kuat dan pemberani. "Saya merasa ayah selalu bersama saya ketika memikirkan setiap ucapannya," ujar Khalaf.
Selain itu, penyiksaan dan pemerkosaan bocah delapan tahun di depan matanya makin membuatnya kuat untuk bertahan menghadapi berbagai siksaan tersebut.
Kesempatan untuknya kabur terbuka ketika salah satu petinggi ISIS mengancam bakal membunuhnya. Dia dan lima perempuan Yazidi lainnya kabur pada malam hari, dan mencoba untuk bersembunyi di salah satu rumah warga keesokan paginya.
Saat itu, Khalaf mengaku tidak mengetahui apakah rumah yang dia ketuk adalah kediaman anggota ISIS atau tidak. Beruntungnya Khalaf, keluarga yang ada dalam rumah bukan anggota ISIS.
Mereka menerima Khalaf dan perempuan lainnya selama tiga hari. Meski, mereka harus membayar sejumlah besar uang sebagai biaya bersembunyi, Khalaf dan korban ISIS lainnya berhasil kembali ke Irak.