Dianggap AS sebagai Negara Baru dan Gampang Diotak-atik, Vietnam Rupanya Punya "Warrior Tradition"
Namun tragisnya, kesudahan perang menunjukkan AS-lah yang justru kalah. Bahkan, terbilang kekalahan perang paling besar sepanjang sejarahnya.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Mungkin benar bahwa dalam Perang Vietnam yang berlangsung sejak tahun 1959 hingga jatuhnya Saigon tahun 1975, tentara Amerika Serikat hampir selalu menang pada setiap pertempuran besar melawan pasukan Vietnam Utara dan Viet Cong.
Namun tragisnya, kesudahan perang menunjukkan AS-lah yang justru mengalami kekalahan. Bahkan, terbilang kekalahan perang paling besar sepanjang sejarahnya.
Mengapa tragedi seperti itu bisa terjadi?
Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah dengan merunut latar belakang sejarah yang mengantarkan terjadinya Perang Vietnam.
Kenyataan menunjukkan, sebelum AS melibatkan diri dalam perang di Asia Tenggara, orang AS dari rakyatnya hingga para ilmuwan, kaum militer, dan politisinya, praktis sama sekali tak mengenal Vietnam.
Perhatian dan pengetahuan mereka tentang negeri ini, termasuk kondisi fisik, sejarah, dan kultur rakyatnya, nol besar!
Orang Barat memang sudah lama mengetahui keberadaan Asia Timur, termasuk Asia Tenggara. Namun, kesadaran mereka baru terbuka pada abad ke-19 tatkala politik kolonialisme mereka mulai menjamah wilayah ini. Khususnya oleh Perancis, di kawasan yang mereka namakan “Indochina”.
Namun, orang Perancis dikenal amat protektif terhadap wilayah kolonialnya. Mereka tidak mau orang lain mengetahui, apalagi mencampuri urusan wilayah jajahannya.
Akibatnya, orang Barat lainnya tidak peduli dan tidak banyak tahu mengenai kawasan Asia Tenggara yang dikuasai Perancis.
Oleh karena itu, sewaktu AS menjelang berakhirnya Perang Dunia II mulai merasakan kepentingan untuk mengetahui persoalan di Asia Tenggara, khususnya kawasan Indochina, mereka tidak tahu apa-apa.
Misalnya, atlas atau peta wilayah tidak menunjukkan adanya negeri yang bernama Vietnam. Ini juga karena nama tersebut disembunyikan di bawah sebutan “French Indochina”, atau Indochina-nya Perancis!
Istilah “Indochina” sendiri membingungkan, karena menimbulkan kesan sepertinya sebagai kawasan tambahannya China. Padahal, tak ada sangkutan, meskipun pada zaman dahulu China pernah menjajah Vietnam.
Dalam Konferensi Yalta awal 1945, sewaktu para pemimpin Sekutu merancang masa depan dunia seusai PD II, Presiden AS Franklin D Rooselvelt bertanya kepada pemimpin China Jenderal Besar Chiang Kai-shek, “Apakah Anda menghendaki wilayah Indochina?”
Namun, Chiang yang paham betul akan sejarah maupun tradisi bangsa di kawasan itu menjawab, “Tidak, kami tidak menginginkannya.”
“Mereka (rakyat Indochina) bukanlah bangsa China. Mereka tidak akan terasimilasi ke dalam bangsa China.”