Skala Bom Rakitan Napiter di Rusuh Mako Brimob, Mantan Dedengkot Jamaah Islamiyah Buka Suara
Kerusuhan di Mako Brimob beberapa waktu lalu memang meninggalkan luka yang dalam bagi bangsa Indonesia.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, LAMONGAN - Kerusuhan di Mako Brimob beberapa waktu lalu memang meninggalkan luka yang dalam bagi bangsa Indonesia.
Khususnya, bagi keluarga besar Polri.
Sebab, dalam kejadian itu sebanyak 5 orang polisi menjadi korban dari para napi teroris yang ada di Mako Brimob.
Baca: Ini Trik Mudak Ajari Anak Belajar Tanggung Jawab
Insiden Mako Brimob antara polisi dengan para napiter semata dipicu ketidakpahaman para napi terkait standar operasi prosedur (SOP) yang harus dilakukan aparat, termasuk kepolisian.
"Kerusuhan di Mako Brimob harus tahu faktor-faktor yang memicu," ungkap Ali Fauzi, mantan kombantan, instruktur perakit bom dan pentolan Jamaah Islamiyah (JI) saat ditemui Tribunjatim.com, Sabtu (12/5).
Baca: Sebelum Gunakan Bleaching Cream Perhatikan Kandungan Ini Agar Aman di Kulit
Kabarnya hanya dominan soal makanan. Tentu, menurut Ali Fauzi tidak seremeh ini.Informasi yang didapatkan adik trio bomber Bali ini, yakni karena ada informasi dari dalam yakni adanya berita yang menguap bahwa ada akhwat atau saudara napiter yang disekap.
"Menurut istilah saya, bukan disekap tapi diamankan," katanya.
Ali memamahi mereka para napiter ini tipikal sumbu pendek.
Kalau dalam rangkaian bom ada fuse atau sumbunya, dan mereka para napiter tergolong kecepatan merembet ficenya itu sumbu pendek.Begtu mendapat informasi langsung direspon tanpa dilakukan proses cek dan riceck.
Tentu ini sesuatu yang kurang baik dan cukup disayangkan hingga meletus kerusuhan dan akhirnya memakan korbaan anggota polisi dan napi teroris.
Baca: Bajindul Akhirnya Melepas Masa Lanjang, Prosesi Ijab Kabulnya Bikin Ngakak
Kalau andaikata yang dipermaslahakan itu hanya karena makanan, tandas Ali Fauzi, temtu haru difahami oleh napi teroris.
Sebab segala proses memasukkan sesuatu atau apapun ke dalam rutan, petugas berpegang pada SOP.
Ini tang tidak difahami oleh para napiter. Polisi atau semua petugas punya tanggungjawab. Anggota mempunyai rasa takut kalau mereka melakukan kesalahan dan khawatir dapat teguran dari atasanya."Jadi harus sesuai dengan SOP yang ada," ungkapnya.
Tapi yang penting bagaimana pendekatan lunak itu harus tetap berjalan.
Karena aksi terorisame maka penanganannya harus ekstra ordinary. Jika kejahatannya ekstra ordinary, maka penananganan juga harus sesuai SOP.