Firasat Harmoko dan Patahnya Palu Sidang Jelang Tumbangnya Soeharto
Patahnya palu sidang itu terjadi saat Sidang Paripurna ke-5, penutupan sidang MPR, 11 Maret 1998.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - "Begitu palu sidang saya ketukkan, meleset, bagian kepalanya patah, kemudian terlempar ke depan...," tutur Ketua DPR-MPR RI periode 1997-1999 Harmoko dalam buku "Berhentinya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Harmoko".
Patahnya palu sidang itu terjadi saat Sidang Paripurna ke-5, penutupan sidang MPR, 11 Maret 1998.
Sidang tersebut menandai terpilihnya lagi Soeharto sebagai Presiden RI untuk ketujuh kalinya.
Seperti biasa, sebagai pemimpin sidang, Harmoko menutup sidang dengan mengetukkan palu sebanyak tiga kali.
Namun, hari itu, palu sidang patah saat diketukkan.
Kepala palu terlempar ke depan meja jajaran anggota MPR.
Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut, putri sulung Presiden Soeharto, ada di barisan terdepan. Ia berhadapan langsung dengan kursi pimpinan dewan.
Kejadian tersebut sedikit mengguncang Harmoko. Sebab, insiden patahnya palu sidang baru kali pertama terjadi dalam sejarah persidangan MPR, yang telah berlangsung bertahun-tahun.
"Bahwa hati saya bertanya-tanya," ujar Harmoko.
Usai sidang, seperti biasa pula, Harmoko mendampingi Presiden Soeharto meninggalkan ruang sidang paripurna.
Pertanyan-pertanyaan dalam benaknya tak kunjung sirna saat Harmoko berjalan di atas karpet untuk mengantarkan Presiden Soeharto menuju lift di Gedung MPR-DPR.
Sesampainya di depan lift, Harmoko menyatakan permohonan maaf kepada Presiden Soeharto.
"Saya minta maaf, palunya patah."
Pak Harto hanya tersenyum sambil menjawab, "Barangkali palunya kendor."
Baca: Usai Terima Dana Bagi Hasil, Pemkot Langsung Lunasi Utang Jamkeskot di Rumah Sakit
Lengser Keprabon atau Keengganan