Lama di Pengungsian, Warga Pulau Sebesi dan Sebuku Mulai Terserang ISPA dan Gatal-gatal
Warga Pulau Sebesi dan Sebuku yang kini mengungsi di lapangan tenis Indoor Kalianda mulai banyak yang mengalami gangguan gatal-gatal.
Penulis: Dedi Sutomo | Editor: Reny Fitriani
Laporan Wartawan Tribun Lampung Dedi Sutomo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, LAMSEL – Warga Pulau Sebesi dan Sebuku yang kini mengungsi di lapangan tenis Indoor Kalianda mulai banyak yang mengalami gangguan gatal-gatal. Selain gatal-gatal, warga juga mulai diserang oleh gangguan ISPA dan gejala batu pilek.
“Kalau gangguan kesehatan terbanyak saat ini ISPA dan gatal-gatal,” kata seorang petugas posko kesehatan kepada tribun, kamis (3/1).
Ini pun diakui Nengsih, salah seorang warga yang mengungsi. Ia mengatakan anakya sempat terserang deman dan pilek satu hari pasca mengungsi. Tetapi saat ini sudah berangsur baik setelah mendapatkan perawatan dan pengobatan dari tenaga medis di posko pengungsi.
• Menolak Dijadikan Wanita Simpanan, TKW Asal Indramayu Dibunuh Pacar di Hotel Singapura
“Kemarin anak saya kena deman flu. Tapi ini sudah mendingan,” terang ibu 2 anak itu.
Sementara Ida mengatakan, sang suami sempat mengalami gangguan gatal-gatal. Namun telah mendapatkan obat dari posko kesehatan.
• Seminggu Berlalu, Pemuda Diduga Lakukan Ujaran Kebencian Donasi Tsunami Selat Sunda Menghilang
Warga sendiri sudah ingin pulang ke tempat asal mereka di pulau Sebesi. Namun mereka masih menunggu instruksi dari pemerintah terkait dengan kondisi keamanan akan kembali terjadinya tsunami susulakn.
“Sebenarnya kita sudah ingin kembali ke pulau. Tapi kita menunggu dari pemerintah. Kalau memang sudah aman, kita siap untuk pulang kembali ke pulau,” ujar Ida.
GAK Keluarkan Debu Asap Setinggi 2.000 Meter
Aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) di selat pasca mengalami erupsi yang memicu gelombang tsunami pada sabtu (22/12) lalu. Masih terus menunjukan geliatnya.
Dari data Vulcanik Activity Report (Magma VAR) Badan Geologi, PVMBG Kementerian ESDM, Pos pantau GAK sejak pagi pukul 06.00 wib hingga pukul 12.00 wib.
GAK masih terpantau mengeluarkan asap debu berwarna hitam dengan intensitas sedang dan tebal. Ketinggian asap debu mencapai 200 sampai dengan 2.000 meter dari kawah gunung.
Untuk jumlah gempa letusan tercatat sebanyak 4 kali dengan amplitudo 14-22 mm dan durasi 75-145 detik. Gampa hembusan sebanyak 12 kali dengan amplitudo 8-21 mm dan durasi 40-90 detik.
Gempa vulkanik dalam sebanyak 1 kali dengan amplitudo 16 mm S-P : 16 detik dan durasi 10 detik.
“Untuk gempa mikro tremor masih terekam dengan amplitudo 2-12 mm (dominan 8 mm),” terang Suwarno petugas pos pantau GAK di desa Hargopancuran kecamatan Rajabasa, kamis (3/1).
• Pemkab Siapkan 2 Hektare Lahan di Way Muli untuk Relokasi Warga Terkena Dampak Tsunami
Dirinya mengatakan sejauh ini untuk status GAK masih pada level III Siaga. Dimana nelayan dan juga para pengunjung dilarang mendekat pada radius 5 kilometer dari gunung api di selat Sunda itu.
Retakan Baru di Gunung Anak Krakatau
Badan Meteorologi klimatologi dan Geofisika ( BMKG) menemukan retakan baru di badan Gunung Anak Krakatau.
Kepala BMKG Prof Dwikorita Karnawati menyampaikan, retakan muncul setelah gunung mengalami penyusutan dari sebelumnya 338 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadi hanya 110 mdpl.
Hal itu disampaikan Dwikorita di Posko Terpadu Tsunami Selat Sunda, Labuan, Kabupaten Pandeglang, Selasa (1/1/2019).
"Pantauan terbaru kami lewat udara, gunung sudah landai, asap mengepul dari bawah air laut. Tapi di badan gunung yang tersisa di permukaan, ada celah yang mengepul terus mengeluarkan asap, celah itu pastinya dalam, bukan celah biasa," kata Dwikorita.
Dia mengatakan, terdapat dua retakan baru dalam satu garis lurus di salah satu sisi badan Gunung Anak Krakatau.
Dirinya menduga retakan terjadi lantaran adanya getaran tinggi yang muncul saat gunung erupsi.
Adanya retakan tersebut, dikatakan Dwikorita, membuat pihaknya khawatir.
Lantaran kondisi bawah laut Gunung Anak Krakatau saat terdapat jurang di sisi barat hingga selatan.
"Yang kami khawatirkan di bawah laut curam, di atas landai. Jika retakan tersambung, lalu ada getaran, ini bisa terdorong, dan bisa roboh (longsor)," ujar dia.
Bagian badan gunung yang diduga akan longsor karena retakan tersebut, bervolume 67 juta kubik dengan panjang sekitar 1 kilometer.
Potensi Tsunami Susulan
Volume tersebut lebih kecil dari longsoran yang menyebabkan tsunami pada 22 Desember 2018 lalu sekitar 90 juta kibik volume longsoran.
"Jika ada potensi tsunami, tentu harapannya tidak seperti yang kemarin, namun kami meminta masyarakat untuk waspada saat berada di zona 500 meter di sekitar pantai," kata dia.
Untuk memantau adanya tsunami yang disebabkan oleh Gunung Anak Krakatau, BMKG sudah memasang alat berupa sensor pemantau gelombang dan iklim.
Sensor tersebut dipasang di pulau Sebesi yang jaraknya cukup dekat dengan Gunung Anak Krakatau.
Dwikorita menyebut, nantinya alat tersebut akan bekerja memantau pergerakan gelombang dan cuaca yang disebabkan oleh aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Jika ada gelombang mengalami fluktuasi yang tinggi. Maka sensor akan mengirim sinyal ke pusat data yang terhubung.
"Secara pararel akan mengabarkan BMKG Jakarta, BPBD, dan Polda, akan diketahui lebih cepat jika ada gelombang tinggi seperti tsunami, jadi ada peringatan dini lebih cepat untuk masyarakat," pungkas dia.
(dedi/tribunlampung)