Gunung Anak Krakatau

Update Gunung Anak Krakatau, Kini Memiliki Kawah Berdiameter 400 Meter

Pemasangan seismometer di Gunung Anak Krakatau ini merupakan yang pertama pasca terjadinya erupsi besar pada 22 Desember 2018 silam.

Penulis: Dedi Sutomo | Editor: Daniel Tri Hardanto
Instagram @EarthUncutTV / James Reynolds dan Instagram sutopopurwo
Kondisi Gunung Anak Krakatau saat ini, munculnya air laut berwarna oranye di sekitar pantai. 

Update Gunung Anak Krakatau, Kini Memiliki Kawah Berdiameter 400 Meter

Laporan Reporter Tribun Lampung Dedi Sutomo

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, KALIANDA - Badan Geologi, Pusat Vulkanologi Migitasi Bencana Geologi Kementerian ESDP kembali memasang alat seismometer di Gunung Anak Krakatau (GAK). Pemasangan alat seismometer ini dilakukan pada Senin (18/2) lalu.

Andi Suardi, kepala Pos Pantau Gunung Anak Krakatau di Desa Hargo Pancuran, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, mengatakan, seismometer dipasang pada Senin, 18 Februari 2019 lalu.

Pemasangan seismometer di Gunung Anak Krakatau ini merupakan yang pertama pasca terjadinya erupsi besar pada 22 Desember 2018 silam.

Setelah Air Laut Berwarna Oranye, Begini Kondisi Terkini Gunung Anak Krakatau

Alat seismometer yang dipasang tersambung ke Pos Pantau Gunung Anak Krakatau di Pasaurang, Banten.

Namun, data digitalnya juga akan terkirim ke Pos Pantau Gunung Anak Krakatau di Desa Hargo Pancuran.

“Kemarin tim turun untuk memasang alat seismometer di Gunung Anak Krakatau. Alat ini ditempatkan di sisi utara badan gunung,” terang Andi, Kamis, 21 Februari 2019.

Menurut Andi, secara kondisi fisik, Gunung Anak Krakatau sudah mengalami banyak perubahan.

Selain ketinggian badan gunung yang kini tinggal 110 mdpl, gunung api yang berada di Selat Sunda itu memiliki kawah dengan diameter sekitar 400 meter.

Asap hitam menyembur saat terjadi letusan Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda, Banten, Senin (10/12/2018). Berdasarkan data yang terekam di Pos Pengamatan GAK di Pasauran, Serang, sejak Jumat (7/12) hingga Minggu (9/12) GAK mengeluarkan 204 letusan awan hitam setinggi 150-300 meter dengan durasi 31-72 detik diiringi 22 kali gempa vulkanik sehingga statusnya masih pada level wasada.
Asap hitam menyembur saat terjadi letusan Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda, Banten, Senin (10/12/2018). Berdasarkan data yang terekam di Pos Pengamatan GAK di Pasauran, Serang, sejak Jumat (7/12) hingga Minggu (9/12) GAK mengeluarkan 204 letusan awan hitam setinggi 150-300 meter dengan durasi 31-72 detik diiringi 22 kali gempa vulkanik sehingga statusnya masih pada level wasada. (ANTARA FOTO/Weli Ayu Rejeki)

Dengan telah dipasangnya alat seismometer di badan Gunung Anak Krakatau, pemantauan terhadap aktivitas gunung api yang kembali muncul di bekas kaldera induknya yang meletus pada 1883 silam itu bisa dilakukan lebih jauh.

Pasca mengalami peningkatan status pada pertengahan tahun 2018 lalu, seismometer yang ada di badan Gunung Anak Krakatau rusak akibat terkena material lava pijar yang terus-menerus muncul.

“Kalau untuk yang terkoneksi dengan Pos Pantau Hargo Pancuran masih belum dipasang kembali. Mungkin ke depan juga akan dipasang kembali,” kata Andi.

Selain seismograf, pemantauan Gunung Anak Krakatau juga dilakukan melalui alat yang terpasang di Pulau Sertung.

Pulau ini adalah salah satu pulau terdekat dengan Gunung Anak Krakatau yang merupakan dinding kaldera dari Gunung Krakatau purba.

Mobil Terpapar Abu Vulkanik Gunung Anak Krakatau? Lakukan Langkah-langkah Berikut

Sementara itu pada Rabu, 20 Februari 2019 kemarin, terpantau adanya gempa vulkanik di Gunung Anak Krakatau dalam dengan amplitudo 7-15 mm, S-P : 1,1 -2,5 detik dan durasi 8-20 detik.

Aktivitas letupan abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda terpantau dari udara yang diambil dari pesawat Cessna 208B Grand Caravan milik maskapai Susi Air, Minggu (23/12/2018).
Aktivitas letupan abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda terpantau dari udara yang diambil dari pesawat Cessna 208B Grand Caravan milik maskapai Susi Air, Minggu (23/12/2018). ((KOMPAS/RIZA FATHONI))

Status Gunung Anak Krakatau pun masih di level III alias Siaga.

Nelayan dan wisatawan dilarang mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 5 kilometer.

Gunung Anak Krakatau merupakan gunung api baru yang muncul ke permukaan laut pada tahun 1927.

Gunung ini muncul di lokasi kaldera induknya yang meletus dasyat pada 1883 silam.

Letusan ini tercatat menjadi salah satu letusan gunung api terdahsyat di dunia.

Pada tahun 2018 lalu, Gunung Anak Krakatau mulai terpantau aktif pada bulan Juni.

Aktivitas Gunung Anak Krakatau terus mengalami pasang surut.

Pada Oktober 2018, aktivitas Gunung Anak Krakatau sempat cukup tinggi.

Pada Desember 2018, aktivitas Gunung Anak Krakatau menunjukkan peningkatan, di mana hampir setiap hari mengeluarkan lava pijar.

Sabtu, 22 Desember 2018 sekitar pukul 20.30 WIB, Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi besar.

Sebagian badan gunung longsor ke laut Selat Sunda.

Longsoran ini memicu terjadinya tsunami yang menghantam kawasan pesisir Kabupaten Lampung Selatan dan Banten.

Kondisi Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan yang hancur diterjang tsunami pada Desember 2018 lalu.
Kondisi Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan yang hancur diterjang tsunami pada Desember 2018 lalu. (Tribunlampung.co.id/Perdiansyah)

Gelombang tsunami yang diperkirakan mencapai 6-8 meter ini merenggut 437 korban jiwa.

Korban jiwa berasal dari lima kabupaten. Rinciannya, Kabupaten Pandeglang dan Serang di Provinsi Banten, serta Kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran, dan Tanggamus di Lampung.

Pasca mengalami erupsi besar pada akhir 2018 lalu, Gunung Anak Krakatau mengalami perubahan fisik.

Ketinggian Gunung Anak Krakatau terpangkas, dari semula 328 mdpl menjadi kini 110 mdpl.

Gunung Anak Krakatau pun kini memiliki kawah.

Pulangkan Pengungsi Pulau Sebesi, Pemkab Tunggu Perkembangan Gunung Anak Krakatau

“Gunung Anak Krakatau memang salah satu gunung api aktif di Indonesia. Peningkatan aktivitasnya biasanya memiliki rentang waktu 1-6 tahun. Sebelum 2018 ini, tahun 2012 Gunung Anak Krakatau juga sempat mengalami peningkatan aktivitas dan sempat erupsi,” terang Andi Suardi beberapa waktu lalu.

Meski demikian, pesona Gunung Anak Krakatau yang memiliki sejarah letusan dahsyatnya menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.

Cukup banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang kerap menyambangi gunung api di tengah Selat Sunda ini sebelum terjadinya erupsi besar pada akhir tahun lalu.

Gunung Anak Krakatau sendiri merupakan kawasan cagar alam.

“Sebenarnya sudah banyak wisatawan lokal dan juga dari luar yang ingin melihat kondisi Gunung Anak Krakatau pasca erupsi besar akhir tahun lalu. Tetapi, saat ini status Gunung Anak Krakatau masih level III Siaga. Belum diperbolehkan mendekati kawasan gunung api tersebut dalam jarak dekat,” terang Umar, penggiat wisata di Pulau Sebesi, pulau berpenghuni terdekat dari Gunung Anak Krakatau. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved