Game Over! Pakar Hukum Tata Negara Ini Sangat Yakin Gugatan Prabowo-Sandi Ditolak MK, Apa Alasannya?
Pakar hukum tata negara ini sangat yakin gugatan tim BPN Prabowo-Sandi ditolak MK, apa alasannya?
Game Over! Pakar Hukum Tata Negara Ini Sangat Yakin Gugatan Prabowo-Sandi Ditolak MK, Apa Alasannya?
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Seorang pakar hukum tata negara sangat yakin gugatan tim BPN Prabowo-Sandi bakal ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
Pakar hukum yang dimaksud adalah Refly Harun.
Bahkan, Refly Harun mengatakan, nyaris mustahil bagi BPN Prabowo-Sandi bisa memenangkan gugatan sengketa pilpres di MK.
Apa alasannya?
"Saya bisa mengatakan 99,99 persen permohonan itu akan ditolak," kata Refly Harun dalam diskusi Menakar Kapasitas Pembuktian MK di Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019).
Ia yakin betul hakim akan menolak permohonan kubu BPN bila dua pendekatan itu tetap digunakan dalam pembuktian suatu perkara.
• Begini Rencana Skenario Pembatasan Medsos Saat Sidang Sengketa Pilpres di MK
• Buntut Sebutan Mahkamah Kalkulator, Bambang Widjojanto Dilaporkan ke Peradi
"Kalau Pilpers sudah sampai ke MK dan paradigmanya masih dua paradigma awal yaitu paradigma hitung-hitungan dan pradigma TSM. Saya kira the game is over (selesai)," kata dia.
Mantan Ketua Tim Antimafia Mahkamah Konstitusi 2014 ini menjelaskan keyakinannya itu.
Dalam paradigma hitung-hitungan, hakim pasti akan membutuhkan waktu cukup lama untuk memeriksa bukti yang dilampirkan pihak Pemohon.
Tenggat waktu selama 14 hari kerja dianggap tak cukup untuk menjabarkan 272 kontainer alat bukti yang disampaikan KPU, selaku Termohon.
"Kira-kira 14 hari bisa nggak menghitung ulangnya? Sembari mengecek keaslian dokumen itu. Kan tidak bisa kemudian mengecek di tabel, kan keaslian dokumen juga harus dicek," ujarnya.
"Bukti yang signifikan untuk membuktikan bahwa mereka unggul. Paling gampang C1 dan C1 plano dan itulah yang akan dihitung ulang sembari mengecek keaslian dokumen. Agak susah kalau cuma 14 hari," imbuhnya lagi.
Sedangkan bila hakim MK menggunakan paradigma TSM yang bersifat kumulatif, maka ujungnya sama saja seperti paradigma sebelumnya.
Permainan juga akan tetap berakhir.
Dalam paradigma terstruktur, hakim MK harus bisa membuktikan bahwa ada struktur kekuasaan yang memang terlibat melakukan pelanggaran Pemilu.
Pembuktian soal kekuasaan terstruktur itu harus terkoneksi dengan pasangan calon yang dituduhkan melakukan pelanggaran.
Kemudian masih dalam paradigma TSM, bentuk pelanggaran sistematis juga harus terbukti memiliki pola baku.
• Jelang Sidang Perdana Sengketa Pilpres, Prabowo Beri 5 Imbauan untuk Pendukungnya
Sebab, hakim MK harus bisa menafsirkan sejauh mana atau kriteria apa sesuatu bisa tergolong masif.