Sensasi Lain Memancing di Dam Raman
MEMANCING sejatinya adalah upaya manusia menangkap ikan untuk disantap. Namun, identifikasi tersebut tak lagi sama.
Laporan Wartawan Tribun Lampung Indra Simanjuntak
MEMANCING sejatinya adalah upaya manusia menangkap ikan untuk disantap. Namun, identifikasi tersebut tak lagi sama. Tak hanya sekedar hobi, menculik ikan dengan menggunakan kail, kini menjadi simbol hakiki bagi individu dalam mengekspresikan diri dan menikmati waktu.
Salah satu destinasi pemancingan lepas yang banyak digunakan para fisher (pemancing) melakoni hobi mereka adalah Dam Raman. Terletak di sisi utara Kota Metro yang juga berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur, bendungan ini memiliki luas sekitar dua hektar (data pemkot metro).
Namun, yang menjadikan magnet Dam Raman bagi para pemancing yang banyak berasal dari tiga kabupaten/kota ini adalah panorama indah di sekitar lokasi. Kawasan tersebut dikelilingi pepohonan lebat yang mampu membius mata dan menstimulasi udara dingin nan segar yang terasa pekat dan terhirup tiap insan yang berada di lokasi.
Untuk menuju Dam Raman hanya membutuhkan waktu sekitar 15 hingga 20 menit dengan menggunakan kendaraan roda dua dari pusat Kota Metro. Tak hanya pepohonan, beberapa hamparan sawah luas yang mampu meremajakan pikiran dan mata juga akan terlewati saat menuju bendungan.
“Sensasinya beda ya. Kalau cuma mau sekedar mancing saja enggak perlu repot-repot ke sini. Tinggal pergi ke kolam pemancingan saja. Jangankan alat pancing, ikan juga sudah disiapkan. Tapi di sini itu beda,” celoteh Nasrulloh, salah satu fisher di Dam Raman.
Perbedaan yang dimaksud adalah suasana yang berbanding terbalik dengan tawaran modernisasi yang memberi kemudahan. Dimana keagungan alam yang dipertontonkan Dam Raman jauh lebir liar untuk membunuh waktu dan kepenatan.
“Di sini suasananya lebih natural. Alami. Perasaan lebih tenang saja karena dekat dengan alam. Dan tantangannya juga beda. Karena yang kita pancing itu ikan liar bukan ikan kolam. Kesannya itu enggak beda jauh lah dengan mancing langsung di laut lah. Cuma di sini ada bonus pemandangan alam,” tutur warga Kota Metro ini.
Adapun jenis ikan yang banyak beredar di Dam Raman adalah keting, wader, hingga bawung. Jika beruntung, para fisher mengaku dapat meraup satu plastik kecil ikan keting dan wader seukuran tiga jari orang dewasa.
Pria yang berusia 35 tahun ini juga mengaku jika kawasan pemancingan lepas tersebut kerap dipenuhi pengunjung saat bulan puasa tiba. Dimana kelompok usia dewasa kebanyakan menghabiskan waktu dengan memancing, sedangkan para kaula muda berkumpul bersama menunggu waktu berbuka.
“Kalau puasa di sini lebih ramai lagi. Biasanya itu menjelang sore sudah banyak orang. Ada yang mancing ada yang sekedar kumpul-kumpul juga. Memang di sini menjadi salah satu tempat favorit ngabuburit,” tutur pria berperawakan sedang berkulit sawo gelap ini.
Menurut pria yang mengaku mencari nafkah dengan berwiraswasta itu, kawasan Dam Raman telah ramai dikunjungi warga sejak lima tahunan terakhir. Karena memiliki udara yang sejuk, pemandangan indah, ikan yang banyak, dan terletak di antara tiga kabupaten/kota.
“Kalau dibanding dengan tempat-tempat lain yang ada di Metro dan daerah tetangga mungkin ini tempat yang paling komplit. Makanya ramai. Cuma memang potensi ini tidak dikembangkan atau dikelola dengan baik. Padahal mungkin saja bisa ditata lebih indah lagi dengan tidak menghilangkan panorama alamnya,” imbuh Nasrulloh.
Potensi wisata Dam Raman sesungguhnya telah dilirik Pemerintah Kota Metro. Dengan merencanakan bendungan tersebut menjadi kawasan argo wisata, bernuansa kolonisasi yang berkolaborasi dengan alam. Serta menyediakan obyek wisata lainnya yang terjangkau. Hanya saja, angan-angan tersebut hingga kini belum terealisasi.