Breaking News

Hari Guru Nasional

Kisah Pilu Marriyatun, Guru Honorer Nyambi Tukang Ojek dan Buruh Setrika

Sebagai guru wiyata bakti atau honorer sampai saat ini, Marriyatun hanya mendapat honor Rp 200.000 setiap bulan untuk menghidupi keluarganya.

Editor: Reny Fitriani
KOMPAS.COM/ M Wismabrata
Marriyatun sedang mengajar, Rabu (25/11/2015). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Marriyatun (44) sibuk mempersiapkan materi pelajaran matematika untuk para siswanya di SD Srimulya II, Sragen, Jawa Tengah.

Guru Honorer Nyambi Tukang Ojek Demi Hidupi Keluarga

Dia mulai menekuni profesi ini sejak tahun 1989 di Kota Lampung, Sumatera Selatan. Namun, hingga sekarang, getir justru mewarnai kehidupannya dalam menjalani pilihan hidup ini.

Sebagai guru wiyata bakti atau honorer sampai saat ini, Marriyatun hanya mendapat honor Rp 200.000 setiap bulan untuk menghidupi keluarganya.

Berulang kali pula dia menjajal peruntungan untuk menjadi PNS, namun selalu gagal. Bahkan, dirinya mengaku diminta membayar uang sebesar Rp 80 juta agar urusan menjadi PNS lancar.

"Saya masih berharap menjadi PNS, Mas. Namun ya itu, semua cara sudah saya lakukan. Setiap tes selalu saya coba, namun gagal. Bahkan pernah saya diminta bayar Rp 80 juta agar lolos menjadi pegawai negeri sipil. Saya hanya bisa sedih dan kaget. Saya tidak punya apa apa, mau bayar pakai apa," katanya.

Marriyatun saat ini hidup hanya bersama puteranya, Maulana Rizku Abdullah, Desa Srimulya, Gondang, Sragen, Jawa Tengah. Sang suami sudah meninggalkan dirinya tanpa kejelasan apa pun sejak tahun 2006.

Menurut Marriyatun, gaji Rp 200.000 tidak pernah cukup untuk menghidupi kehidupannya berdua. Dia pun mengambil pekerjaan sampingan menjadi tukang ojek dan buruh setrika usai mengajar di sekolah.

"Ojek sama setrika tidak tentu mas pengasilannya, kadang sedikit kadang banyak. Tapi yang penting halal dan tidak mencuri," katanya.

Pekerjaan sebagai tukang ojek sudah dilakukannya sejak tahun 2000. Dirinya pun kadang mengajak putera tunggalnya untuk mengantar tamu, apalagi tujuannya jauh dari rumah Marriyatun.

"Kalau pas nganter orang jaraknya jauh, ya saya ajak. Dirinya takut kalau sendirian di rumah," katanya.

Marriyatun berharap, kepedulian pemerintah terhadap nasib dirinya dan rekannya yang masih menjalani status wiyata bakti. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi membuat banyak guru honorer kalang kabut dan tertekan.

Dia mengaku berjanji pada diri sendiri, apabila lolos menjadi PNS suatu saat nanti, dirinya akan membantu salah satu siswanya yang kurang mampu dan juga anak yatim.

"Saya punya nazar, karena saya punya siswa yang yatim, dan dari keluarga tidak mampu. Kadang saat waktunya bayar sekolah, saya tidak tega untuk menagih. Saya kalau diterima PNS mau bantu biaya sekolah dia," katanya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved