Bom Meledak di Sarinah
Disebut Otak Serangan Teror Sarinah, Ini Riwayat Bahrun Naim
Nama Bahrun Naim disebut menjadi otak dibalik serangan teroris di Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2015).
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Nama Bahrun Naim disebut menjadi otak dibalik serangan teroris di Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2015).
Bahrun sebetulnya pernah ditangkap pihak kepolisian di Kampung Mertrodanan RT 02/03 Semanggi, Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah pada 9 November 2010.
Saat dicokok Densus 88 Antiteror saat itu, Bahrun dikenal bekerja sebagai teknisi komputer dan internet.
Pada saat penangkapan, dari rumah kontrakan Bahrun saat itu, polisi mengamankan dua kotak amunisi jenis peluru AK 349, enam CPU, sarung senjata api, satu laptop, sejumlah keping CD, serta buku-buku.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 7/Pid.Sus/2011/PN.Ska dijelaskan bila Bahrun menyimpan 533 butir peluru senjata api laras panjang.
Ditemukan juga, satu kantong plastik putih berisi 32 butir peluru kaliber 9 mm. Peluru tersebut disimpan Bahrun dalam tas ransel.
Masih dalam keputusan Mahkamah Agung, dijelaskan juga tentang asal-usul amunisi senjata api tersebut.
Ia mendapatkan ratusan amunisi dari Purnama Putra alias Ipung alias Uus alias Tikus alias Usman alias Usamah pada 2004 silam.
Usamah merupakan terpidana kasus tindak pidana terorisme karena sudah menyembunyikan dan membantu DPO tindak pidana terorisme Noordin M Top.
Usamah memberikan ratusan amunisi tersebut kepada Bahrun, satu minggu sebelum ditangkap kepolisian pada 2004 lalu.
Selain itu, Bahrun pun pernah menerima rangkaian bom yang ditinggalkan Usamah di rumahnya. Tetapi, rangkaian bom tersebut sudah dibuang Bahrun di Sungai Bengawan Solo.
Tahun 2010 silam, pemilik nama lengkap Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo baru berusia 27 tahun.
Atas perbuatannya saat itu, Bahrun divonis 2 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Surakarta.
Bahrun Naim alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah diputus bersalah melakukan tindak pidana menyimpan amunisi sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951.
Setelah menjalani masa tahanan, nama Bahrun Naim kembali mencuat.