Di Desa Ini, Warga yang Ingin Menikah Harus Melampirkan Minimal Ijazah SMA

Karena itu, Supoyo melihat, pendidikan adalah satu-satunya cara membuat warga lebih kompetitif, di tengah cepatnya perubahan zaman.

BBC Indonesia
Yuharliana Eka Swastikawati (22) dan Aji Santo (25), warga Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, sepakat menikah setelah lulus SMA sesuai dengan aturan yang diterapkan oleh perangkat desanya. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Katakanlah Anda sudah cukup umur dan siap untuk menikahi pasangan Anda. Restu dari orangtua sudah didapat, dan uang hasil bekerja sudah cukup, untuk mengadakan pesta kecil-kecilan.

Baca juga: Cerita Miris Audrey Mario Teguh Usai Ario Kiswinar Blak-blakan

Namun, sebaik apa pun Anda sudah mempersiapkannya, jika Anda tinggal di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, pemerintahan desa bisa saja menolak mentah-mentah rencana pernikahan Anda, jika satu syarat tidak bisa dipenuhi, selembar ijazah SMA.

Aturan untuk lulus SMA sebelum menikah diterapkan Supoyo di Desa Ngadisari sejak 2011 lalu, ketika masih menjabat sebagai kepala desa. Hal itu dilakukannya demi meningkatkan kualitas warga.

Supoyo menyadari bahwa desa yang terletak di kompleks Gunung Bromo, salah satu destinasi wisata populer di Indonesia itu, menyimpan potensi wisata dan pertanian yang besar, yang harus dipertahankan hingga masa depan.

Karena itu, Supoyo melihat, pendidikan adalah satu-satunya cara membuat warga lebih kompetitif, di tengah cepatnya perubahan zaman.

Baca juga: Krishna Murti: Pengumuman, Mulai Hari Ini Saya Menolak Diajak Selfie! Waduh

"Mereka tidak akan berpikir untuk melanjutkan sekolah, kalau mereka menikah lebih dulu," kata Supoyo ketika ditemui BBC Indonesia.

"(Untuk menjadi) perangkat desa saja misalnya, syarat pendidikannya lulus SMA. Apa (bisa) masuk mereka yang hanya lulus SMP? Ketika tidak masuk (kualifikasi), kasihan mereka yang sebetulnya punya potensi," tambahnya kemudian.

Berdasarkan undang-undang, pemerintah masih mensyaratkan wajib belajar sembilan tahun secara nasional. Beberapa upaya peningkatan memang sudah dilakukan, termasuk peluncuran Pendidikan Menengah Universal (PMU) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2012 lalu.

Dalam skema yang dianggap sebagai rintisan dari wacana wajib belajar 12 tahun, sekolah menengah atas mulai mendapat dana bantuan secara nasional.

Di beberapa provinsi, seperti DKI Jakarta dan Sumatera Selatan, misalnya, wajib belajar 12 tahun sudah dicanangkan secara lokal. Namun, upaya itu dianggap belum maksimal menurut sejumlah pengamat. Karena, angka partisipasi kasar sekolah menengah pada 2015-2016 baru sekitar 75,46 persen.

Tidak Nikah Muda

Menurut Supoyo, bukanlah kemiskinan yang dulu membuat banyak anak-anak di Desa Ngadisari putus sekolah.

Penduduk desa, lanjutnya, sebetulnya punya kemampuan ekonomi yang cukup. Karena, kebanyakan dari mereka memiliki ladang perkebunan. Tetapi sayangnya, banyak warga berpikir bahwa sekolah tidak penting.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved