Di Desa Ini, Warga yang Ingin Menikah Harus Melampirkan Minimal Ijazah SMA

Karena itu, Supoyo melihat, pendidikan adalah satu-satunya cara membuat warga lebih kompetitif, di tengah cepatnya perubahan zaman.

BBC Indonesia
Yuharliana Eka Swastikawati (22) dan Aji Santo (25), warga Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, sepakat menikah setelah lulus SMA sesuai dengan aturan yang diterapkan oleh perangkat desanya. 

Dalam adat Tengger di Desa Ngadisari, tanggal pernikahan diatur oleh tetua adat, agar tak berbenturan dengan satu sama lain. Aji yang kemudian yakin dengan pilihannya memberanikan diri melamar.

Supoyo mengatakan, praktik menikah muda di desanya memang terjadi, tetapi tak terlalu banyak.

"Dulu kalau kami biarkan bisa terjadi (tren nikah muda), umur 15 tahun sudah ada yang menikah. Itu belum sesuai dengan undang-undang perkawinan."

"Kalau kami biarkan itu lulus SMP, kan masih 15 tahun. Makanya, (syarat) kami tambah tiga tahun di SLTA agar genap dengan aturan yang ada itu."

UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mensyaratkan bahwa usia minimum perempuan menikah adalah 16 tahun, sementara laki-laki 19 tahun dengan izin orangtua.

Menurut badan PBB, UNICEF, pernikahan dini di Indonesia masih menjadi praktik yang diterima masyarakat, dan umumnya terjadi pada usia 16 hingga 17 tahun. Praktik nikah muda tercatat lebih tinggi di pedesaan dibanding di kota, karena berkaitan erat dengan rendahnya pendidikan.

Baca juga: Tak Hanya Teman Foto Krishna Murti, Novena Widjaya Ternyata Bukan Sekadar Wanita Biasa

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved