Anak Perempuan Anda Berubah Jadi Tomboi? Mungkin Ini Penyebabnya
Slordig berasal dari bahasa Belanda, yang memiliki arti sikap tidak peduli, tampil apa adanya, cuek, bahkan terkesan jorok.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Ketika dianugerahi anak perempuan, tentu hal yang wajar jika banyak orangtua mengharapkan ia tampil anggun, cantik, dan rapi. Namun, apa yang terjadi jika sebaliknya?
Misalnya, jika buah hati justru tak mau sisiran, malas keramas, ogah memakai rok, menolak memakai bedak, penginnya justru berambut pendek dan suka main panjat pohon.
Menurut Dani Tri Astuti, M.Psi., Psikolog dari Bee Development Center, orangtua memang sering khawatir jika anaknya cenderung slordig atau tomboi. Mereka takut sikap tersebut akan menetap dan membentuk kepribadiannya hingga ia dewasa.
Slordig berasal dari bahasa Belanda, yang memiliki arti sikap tidak peduli, tampil apa adanya, cuek, bahkan terkesan jorok. Baginya, keteraturan tidaklah penting, menggampangkan sesuatu merupakan hal yang dianggap biasa olehnya.
Umumnya, orang seperti ini memiliki need of achivement (hasrat berprestasi) yang rendah. Dengan kata lain baginya ambisi dan aspirasi tidaklah penting. Hidupnya seperti air mengalir, segalanya berjalan biasa saja, tidak ada yang harus diraih.
Namun, jika terus dibiarkan maka saat remaja dan dewasa nantinya anak akan menjadi pribadi yang pasif dan kurang dapat bersaing.
Sedangkan tomboi adalah seorang perempuan yang memiliki sifat atau perilaku yang dianggap masyarakat sebagai peran gender laki-laki. Misalnya, mengenakan pakaian yang maskulin atau bermain permainan yang dianggap sebagai permainan laki-laki.
Alhasil, saat anak perempuan menunjukkan kecenderungan slordig dan tomboi, orangtua cemas. Apalagi saat ini banyak sekali informasi tentang pergaulan anak zaman sekarang yang tak sesuai norma. Misalnya, ibu khawatir anak gadis yang tomboi kelak orientasi seksualnya akan berubah seiring usia bertambah.
Apa penyebabnya?
1. Gen dan Pola Asuh
Dalam psikologi, kepribadian seseorang dipengaruhi oleh dua hal, yaitu gen dan lingkungan. Faktor gen merupakan faktor bawaan sifat yang diturunkan oleh ayah dan ibunya. Nah, kepribadian seseorang saat dewasa merupakan manifestasi dari masa kanak-kanak.
Tanpa disadari orangtua, pola asuh, modelling dan proses learning pada anak-anak sudah dipelajari sejak lahir. Lalu, siapa yang menjadi role model anak untuk pertama kali? Tentu saja orangtua. Misalnya, pola asuh terkait peran gender sebagai perempuan dan sebagai laki-laki.
Anak akan melihat bagaimana harus berperan sebagai perempuan yang sesungguhnya melalui contoh yaitu ibunya. Disini proses belajar dan modelling berjalan. Anak perempuan mulai melihat cara berpakaian sebagai perempuan saat melihat ibunya dan bagaimana cara berpakaian sebagai laki-laki yang ia contoh dari ayahnya.
Begitu pula dengan sikap slordig. Sikap dan perilaku anak-anak merupakan cerminan dari orangtuanya. Lingkungan keluarga merupakan tempat pertama mereka belajar segala hal. Lingkungan keluarga memiliki pengaruh besar.
2. Lingkungan Pergaulan