Liputan Khusus Tribun Lampung

Sejumlah Bidan di Lampung Tolak Sunat Anak Perempuan

Santi berkeras ingin menyunat anak perempuannya yang baru lahir karena hal itu telah dilakukan keluarganya secara turun temurun. Neneknya pun selalu

Penulis: heru prasetyo | Editor: Ridwan Hardiansyah
TRIBUN LAMPUNG CETAK

Laporan Reporter Tribun Lampung Heru Prasetyo

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - "Sampai saat ini, saya masih mencari bidan, dokter, atau puskesmas yang mau menyunat anak perempuan saya. Soalnya, bidan yang membantu kelahiran anak saya, tidak mau menyunatkan," kata seorang warga Bandar Lampung, Santi, Jumat (3/2) siang.

Santi berkeras ingin menyunat anak perempuannya yang baru lahir karena hal itu telah dilakukan keluarganya secara turun temurun. Neneknya pun selalu mengingatkan, agar ia segera menyunat anak perempuannya selagi masih bayi.

Alasannya, menurut Santi, sunat pada anak perempuan bertujuan mengurangi hasrat biologis si anak, terkait hubungan suami istri, saat besar nanti.

BACA JUGA: Ponsel 3G Masih Jadi Pilihan Warga Bandar Lampung Dibanding 4G

"Mbahnya percaya, kalau disunat, nanti pas gadis, jadi lebih kalem," kata Santi.

Mengenai manfaat secara kesehatan terkait sunat pada anak perempuan, Santi mengaku tidak mengetahui. Ia ingin menyunat anak perempuannya hanya karena tradisi yang dilakukan dalam keluarganya.

Serupa dengan Santi, Ningsih yang hendak menyunat anak perempuannya, mengaku tak tahu manfaatnya secara kesehatan. Ia hanya tahu, hal tersebut telah dilakukan secara turun temurun di keluarganya.

Alasannya pun tak berbeda dengan Santi. Ningsih mengatakan, sunat pada anak perempuan dilakukan supaya anaknya menjadi perempuan yang lemah lembut saat dewasa. Sayang, keinginan Ningsih untuk menyunat anak perempuannya ditolak bidan yang ia datangi.

Sementara, warga Bandar Lampung lainnya, Elta menuturkan, ia ingin melakukan sunat terhadap anak perempuannya karena mengikuti ajaran agama.

Tak berbeda dengan Santi dan Ningsih, menurut Elta, sunat bagi anak perempuan penting bagi si anak saat dewasa. Hal itu supaya ia mampu meredam hasrat biologis, terkait hubungan suami istri.

Bidan Menolak

Bidan Klinik Pratama Sartika, Suparini mengatakan, dalam seminggu, minimal ada dua ibu, yang melakukan persalinan di klinik tersebut, meminta anak perempuan mereka disunat setelah lahir. Meski begitu, pihaknya secara tegas menolak setiap permintaan sunat pada anak perempuan.

Menurut Suparini, ia menolak karena manfaat kesehatan dari sunat terhadap anak perempuan tidak ada. Hal itu berbeda dengan sunat pada anak laki-laki. Di mana, sunat pada anak laki-laki bertujuan menghilangkan tempat, yang kemungkinan bisa menjadi sumber penyakit.

"Kalau perempuan biar apa? Dari kesehatan, (manfaat) tidak ada. Jadi, itu alasan saya tolak," lanjutnya.

Saat menolak keinginan orangtua yang hendak menyunat anak perempuannya, Suparini mengatakan, ia akan memberikan alasan berdasarkan manfaat kesehatan tersebut. Ia lalu menganjurkan, jika sunat tetap ingin dilakukan, hal itu harus menunggu sampai si anak perempuan tersebut telah dewasa. Dan, ia mendapat izin suaminya untuk disunat.

"Izin suami dulu. Soalnya, ini kan terkait hubungan suami istri," terang Suparini.
Bidan lainnya, Dewi Hardiyanti mengatakan, ia juga kerap didatangi orangtua yang ingin menyunat anak perempuan mereka.

Menurut Dewi, sunat pada anak perempuan dipercaya hanya berfungsi meredam hasrat biologis, terkait hubungan suami istri. Sementara, manfaat secara kesehatan tidak ada.

“Permintaan (sunat pada anak perempuan) ada tapi pasti kami tolak,” terang Dewi.

Diskes Sebut Bukan Tindakan Medis

Kasubbag Humas Dinas Kesehatan (Diskes) Lampung Asih Hendrastuti mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, sunat pada anak perempuan bukanlah tindakan medis. Malah, banyak kejadian sunat pada perempuan yang akhirnya menyebabkan penyakit. Hal itu terjadi akibat alat-alat yang digunakan saat menyunat, tidak steril.

Dari sisi medis, Asih menuturkan, sunat pada perempuan memang tidak ada manfaatnya. “Kalau pada laki-laki, jelas. Kulit yang berlebih itu menjadi tempat resistensi urine, sehingga harus sering dibersihkan. Kalau tidak, itu akan menumpuk kotoran sehingga menyebabkan penyakit. Kalau pada perempuan, tidak. Intinya, tidak ada indikasi medis jika sunat pada perempuan tidak dilakukan,” jelas Asih.

Meski begitu, sebagai tenaga medis, Asih mengatakan, jika ada orangtua yang memintanya menyunat anak perempuan mereka, maka ia akan melakukannya. Meski, ia tahu manfaat secara medis tidak ada.

“Saya akan bilang, secara medis tidak ada alasan untuk melakukan itu. Tetapi kalau si ibu meyakini bahwa secara agama itu harus dilakukan, maka saya akan bantu. Alasannya, daripada si ibu nantinya meminta orang lain untuk menyunat anak perempuannya, yang belum tentu mengerti tentang sunat perempuan, kan kasihan anaknya,” ucap Asih.

Diskes Lampung, Asih mengatakan, pun tidak memberikan instruksi kepada tenaga kesehatan, untuk menolak permintaan sunat pada anak perempuan. Hal tersebut dikembalikan ke masing-masing tenaga kesehatan.

“Kalau mereka (tenaga kesehatan) meyakini dan ingin membantu, mereka bisa melakukan itu secara bersih. Tetapi, jika tenaga kesehatan merasa hal itu bukan merupakan sesuatu yang wajib, mereka dibolehkan menolak. Kalaupun dilakukan (menyunat), tenaga kesehatan tidak dianggap melanggar etika profesi,” terang Asih.

Asih mengatakan, World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia yang bernaung di bawah PBB, telah mengeluarkan empat tingkatan dalam melakukan sunat pada anak perempuan. Kemenkes pun pernah mengadopsi aturan tersebut.

Meski begitu, Kemenkes memilih tingkatan dengan risiko penyakit atau infeksi paling minimal.

“Jadi hanya menggores sedikit saja pakai jarum, hanya di bagian kulit luar dan hanya digaris saja. Itu pun menggunakan jarum dengan ukuran yang paling kecil,” ungkap Asih.

Hukumnya Sunah

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung, Munawir menyatakan, khitan atau sunat bagi anak perempuan dalam pandangan hukum Islam adalah sunah.

"Jadi, tidak sama dengan anak laki-laki. Anak laki-laki hukumnya wajib, sedangkan anak perempuan hukumnya sunah," terang Munawir.

Dasar hukum sunat bagi perempuan, sambung Munawir, merujuk pada penjelasan dari Muhammad bin Ahmad Khotib Assyarbini, dalam kitab Mugni Muhtaj juz 17 halaman 186. Penjelasan itu menyebutkan, "Menurut sebagian ulama, khitan hukumnya wajib bagi anak laki-laki dan sunah bagi anak perempuan."

Selain itu, Munawir mengatakan, ada hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Ahmad. Hadis tersebut berbunyi, “Dari 'Aisah RA dan Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda: ketika bertemu dua khitan (kemaluan laki-laki yang sudah dikhitan dengan kemaluan perempuan yang sudah dikhitan, maka diwajibkan bagi keduanya (laki-laki dan perempuan tersebut) untuk mandi."

Karena hukum khitan bagi anak perempuan adalah sunah, Munawir menjelaskan, jika bidan enggan menyunat anak perempuan, ia tidak berdosa. "Dan, orangtua yang akan menyunat anak perempuan, itu dipersilakan saja dan tidak ada larangannya," tuturnya. (hru/eka/val)

Berita ini telah diterbitkan di Koran Tribun Lampung berjudul "Sunat Perempuan Tak Wajib" pada Minggu, 5 Februari 2017.

Simak informasi berbagai topik menarik lain di Lampung, yang disajikan secara multiangle, di RUBRIK LIPUTAN KHUSUS Koran Tribun Lampung setiap Hari Minggu.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved