Kisah Dosen Unila Tersangkut Perkara UU ITE, Satu Sel dengan Mantan Mahasiswanya
Kisah Dosen Unila tersangkut perkara UU ITE, satu sel dengan mantan mahasiswanya.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kisah Dosen Unila tersangkut perkara UU ITE, satu sel dengan mantan mahasiswanya.
Maruly Hendra Utama masih bersikukuh tidak bersalah terkait tulisannya di media sosial facebook yang dinilai mencemarkan nama baik Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung Syarif Makhya dan Rektor Unila Hasriadi Mat Akin.
Baca: Syuting Adegan Intim, 8 Aktor Bollywood Enggan Setop Padahal Sutradara Sudah Kasih Kode
Baca: Begal Berondong Polisi, Pelariannya Terhenti Gara-gara Hal Ini
Maruly menyatakan, hidup di dalam penjara tidak bakal membuatnya sedih atau menyesali perbuatannya.
Persidangan kasus dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa Maruly kembali digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 6 November 2017.
Dalam sidang dengan agenda putusan sela tersebut, majelis hakim menolak permohonan eksepsi yang disampaikan kuasa hukum Maruly.
Menanggapi hal itu, Maruly mengaku menerima apa yang menjadi keputusan hakim.
Namun, ia menegaskan, penolakan hakim tidak akan menyurutkannya untuk tetap berjuang.
"Saya tidak masalah, kalau majelis hakim menolak permohonan eksepsi kami dan tetap melanjutkan perkara," kata Maruly didampingi kuasa hukumnya saat ditemui Tribun di ruang tahanan Pengadilan
Negeri Tanjungkarang.
Baca: Ada Mafia Ambulans di Balik Kematian Pasien, Sopir Wajib Setor ke Rumah Sakit
Maruly pun kembali menegaskan dirinya tidak menyesali perbuatannya menulis kata senyum bandit di facebook yang ditujukan untuk Syarif Makhya dan kata bandit tua untuk Hasriadi.
"Kenapa saya harus menyesal. Pernyataan yang saya lontarkan dan ditulis di akun FB saya adalah benar. Jadi, tidak ada kata menyesal dalam hidup saya," tegas Maruly seraya menyatakan akan membuktikannya di persidangan selanjutnya.
Maruly mengatakan, biasanya dalam mengungkap kebenaran harus butuh perjuangan dan pengorbanan.
"Artinya saya harus berkorban dulu, saya merasa senang didalam penjara. Saya di dalam banyak bertemu dengan teman-teman baru dan mereka mendukung perjuangan yang sedang saya lakukan," ucapnya.
Saat ini, Maruly menjalani masa penahanan selama proses persidangan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Way Huwi. Menurut Maruly, di ruangan yang dihuninya tersebut terdapat 18 orang narapidana.
"Saya sama seperti narapidana laiannya. Bahkan ada mantan mahasiswa saya yang juga menjalani masa hukuman di ruangan yang sama," terang Maruly.
Maruly mengaku, selain mendapatkan teman baru, ia juga semakin rajin membaca buku dan berolahraga di dalam rutan.
"Buku bacaan saya bukan buku hukum, namun buku yang berisi dimulai dari titik nol," ujar Maruly.
Saat ditanya, apakah tidak kangen dengan sanak keluarga di rumah, Maruly mengaku istri dan anaknya selalu memberikan dukungan.
"Hidup di penjara tidak membuat saya takut, karena yang saya lakukan ini adalah demi mahasiswa-mahasiswi di kampus," tegasnya.
Jaksa penuntut umum Andriyarti mendakwa Maruly dengan pasal berlapis. Pertama Pasal 51 ayat 2 Jo Pasal 36 Undang-Undang No 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kedua, Pasal 310 ayat 2 KUHP, tentang pencemaran nama baik.
Dalam dakwaan jaksa terungkap bahwa kasus ini berawal ketika terdakwa menyerahkan uang Rp 20 juta kepada saksi Dadang Karya Bakti pada 2014.
Baca: Cantik dan Hot seperti Remaja, Siapa Sangka Sosok yang Sedang Ciuman Ini Ibu Tiri Teuku Rassya
Saat itu Dadang menjabat anggota KPU Kota Metro. Uang tersebut diberikan dengan tujuan agar suara paman terdakwa aman dalam pelaksanaan Pemilihan Legislatif (Pileg) Kota Metro tahun 2014.
Akan tetapi paman terdakwa tidak berhasil masuk menjadi anggota dewan, dan uang yang telah diberikan terdakwa kepada Dadang tidak dikembalikan.
Pada 2016, terdakwa mengetahui saksi Dadang menjadi anggota Senat Universitas Lampung. Terdakwa merasa keberatan dan protes.
Lalu terdakwa melaporkan saksi Dadang kepada saksi Dekan Fisip Syarif Makhya dan saksi Rektor Unila Hasriadi Mat Akin.
Dalam laporan itu, Maruly meminta kepada dekan dan rektor agar menganulir Dadang dari anggota senat.
Namun, ternyata laporan terdakwa tidak ditanggapi kedua saksi. Sehingga membuat terdakwa menjadi marah dan kesal.(muhamad heriza)