Komunitas Jawa di Suriname - Dari Keturunan Banyumas yang Nyapres Hingga Kiriman Gamelan Raja Jogja
Komunitas Jawa di Suriname - Dari Keturunan Banyumas yang Nyapres Hingga Kiriman Gamelan Raja Jogja
Dari beberapa kali pesta poltik di Suriname, tercatat sebanyak 68 orang Indonesia-Suriname yang berhasil menjadi dewan (DPR), dan 30 orang sebagai menteri.
Saat ini, sekitar 75.000 suku Jawa menjadi warga tetap di Suriname, dan merupakan suku terbesar ke-3 setelah Hindustan India dan suku asli Suriname.
Agama mayoritas para Jawa-Suriname ini adalah Islam, sehingga Suriname juga menjadi anggota Organisasi Konferensi Islam Internasional.
Meski sudah lebih dari seratus tahun tinggal jauh dari Indonesia, kebudayaan Jawa di Suriname tidak pernah hilang.
Di distrik-distrik yang ditinggali orang Jawa, Anda bisa mendengar bahasa Jawa "ngoko" (kasar) masih digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Bahasa Jawa juga lebih populer dibandingkan bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia tidak diajarkan di sekolah dan jarang digunakan di rumah.
Tidak hanya masalah bahasa saja, bahkan budaya Jawa juga masih terus dilaksanakan.
Misalnya, wayang kulit, wayang orang, tayub, karawitan, tarian jaran kepang, dan ludruk.
Tarian jaran kepang adalah kesenian yang banyak disukai di Suriname dan menjadi daya tarik wisatawan yang berkunjung ke sana.
Sultan Hamengkubuwono X juga pernah mengirimkan satu set alat gamelan ke Suriname sebagai hadiah persaudaraan.
Suku Jawa di Suriname juga masih sangat aktif berpolitik dan menjadi anggota dewan.
Bahkan di tahun 2015, seorang keturunan Banyumas, Jawa Tengah yaitu Raymond Sapoen mencalonkan diri sebagai presiden Suriname.
Sayangnya, Raymond gagal karena sistem pemilihan suara di Suriname tidak menggunakan pemilu.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/komunitas-jawa-di-suriname_20171211_184158.jpg)