Catatan Akhir Tahun AJI Bandar Lampung, Pelaku Kekerasan Jurnalis Paling Banyak Adalah . .

Catatan Akhir Tahun AJI Bandar Lampung, Wah Pelaku Kekerasan Terhadap Wartawan Paling Banyak Adalah

Penulis: Beni Yulianto | Editor: wakos reza gautama
TRIBUN LAMPUNG/Perdiansyah
PFI Lampung, AJI Bandar Lampung, dan IJTI Pengda Lampung menggelar aksi solidaritas atas tindakan kekerasan terhadap jurnalis Medan di Tugu Adipura, Selasa (16/8/2016). 

Baca: Menikah Sudah 10 Tahun dan Sekarang Ingin Bercerai, Begini Solusinya

“Padahal kasus kekerasan terhadap wartawan dan penghalang-halangan dalam dalam melakukan kegiatan jurnalistik adalah tindakan pidana yang melanggar UU Pers Nomor.40 tahun 1999. Pilihan untuk memaafkan pelaku merupakan hal yang manusiawi, tapi jangan sampai menghilangkan kasus pidana sehingga peristiwa serupa tidak berulang kembali. Sikap tegas kepada pelaku ini penting dilakukan agar kasus kekerasan terhadap wartawan bisa disetop dan tidak ada lagi rekan-rekan jurnalis yang menjadi korban atau dihalang-halangi saat meliput serta mendokumentasikan peristiwa,” paparnya.

Etika Jurnalis

Selain kasus kekerasan, AJI Bandar Lampung menyoroti sejumlah kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh wartawan. 

Ketua Bidang Advokasi Rudiyansyah mengatakan, catatan terkait pelanggaran etika ini penting sebagai bahan evaluasi bersama agar wartawan bekerja lebih profesional, memegang teguh kode etik jurnalistik, dan menjaga independensinya.

“Dalam catatan AJI, jurnalis kerap membuat berita yang tidak cover both side atau tidak mengonfirmasi pihak yang diberitakan. Konfirmasi ini penting untuk menjaga keberimbangan tertentu sehingga tidak muncul apa yang disebut sebagai penghukuman media atautrial by the press,” katanya.

Pelanggaran lain yang kerap dilakukan adalah tidak segera memuat hak jawab atau klarifikasi dari narasumber.

“Padahal Dewan Pers telah menerbitkan Pedoman Hak Jawab dan dalam UU Pers disebutkan bahwa pers yang tidak melayani hak jawab selain melanggar kode etik jurnalistik juga dikenakan pidana denda sebesar Rp500 juta,” ujarnya.

Dalam beberapa kasus, sambungnya kekerasan terhadap wartawan juga dipicu akibat aktivitas jurnalistik yang tidak profesional.

Misalnya jurnalis menurunkan berita tanpa konfirmasi atau terlambat memuat hak  jawab narasumber yang merasa nama baiknya dirugikan.

Narasumber kemudian meluapkan kemarahan dan melakukan kekerasan kepada jurnalis yang dinilai tidak profesional tersebut.

“AJI mengimbau semua jurnalis untuk bekerja lebih profesional dan menerapkan kode etik jurnalistik. Mamahami kode etik dan bekerja profesional ini penting untuk menjaga marwah profesi dan menghindarkan wartawan dari kasus kekerasan. Jurnalis menuntut profesi dan lembaga lain harus profesional, tapi tuntutan serupa juga berlaku bagi profesi wartawan agar bekerja lebih profesional,” harapnya.

AJI berharap masyarakat dan semua pihak bisa menempuh mekanisme hak jawab dan klarfikasi atas kekeliruan yang dilakukan jurnalis serta media.

Baca: Masuki Finishing, Kapan Flyover MBK Resmi Digunakan Masyarakat Bandar Lampung?

Masyarakat jangan merespon berita dengan tindakan kekerasan terhadap wartawan karena tidak dibenarkan dalam hukum. Mekanisme di Dewan Pers bisa ditempuh terkait pemberitaan media. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved