Tanpa Rambu, Jalan di Pringsewu Bisa Rusak Semua
Itu karena jalan lingkungan di Kecamatan Pringsewu kerap dilalui kendaraan bertonase berat.
Penulis: Robertus Didik Budiawan Cahyono | Editor: Daniel Tri Hardanto
Laporan Reporter Tribun Lampung Robertus Didik Budiawan
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PRINGSEWU - Komisi III DPRD Pringsewu mengingatkan Dinas Perhubungan Pringsewu untuk segera memasang rambu-rambu pada jalan lingkungan. Itu karena jalan lingkungan di Kecamatan Pringsewu kerap dilalui kendaraan bertonase berat.
"Kami sudah selalu memperingatkan supaya Dinas Perhubungan memasang rambu-rambu. Kalau tetap dilalui nanti hancur semua jalan-jalan lingkungan di Pringsewu itu," ujar Ketua Komisi III DPRD Pringsewu Rahwoyo, Minggu, 28 Januari 2018.
Baca: Setahun Dua OPD di Pringsewu Dikomandoi Plt, Bagaimana Nasibnya?
Ketua Komisi I DPRD Pringsewu Anton Subagiyo berharap supaya kendaraan yang menggunakan fasilitas jalan itu menyesuaikan kelas. Anton mengatakan, pengelompokan jalan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009.
Ditambahkan Anton, klasifikasi jalan itu berdasarkan administrasi pemerintahan terbagi atas jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, jalan desa, dan jalan lingkungan. Tentunya, kata dia pemakaiannya dibatasi.
Baca: DPRD: Jabatan Kosong Berpotensi Ganggu Pelayanan
"Kalau itu jalan kelas I (jalan nasional), itu diizinkan muatan sumbu terberat 10 ton sampai dengan 13 ton," ujarnya.
Kemudian, lanjut dia, kelas II yang diizinkan sumbu terberatnya 10 ton, dan kelas III diizinkan sumbu terberat 8 ton. Artinya, jalan lingkungan tidak masuk ke dalam kelas tersebut.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah supaya memperketat khusus muatan jalan lingkungan. Sehingga truk dengan muatan 8 ton ke atas melintas di jalan kelas III sampai dengan kelas I saja.
Dia menegaskan, pemerintah harus membuat rambu khusus di seluruh jalan kabupaten sampai dengan lingkungan. Ini supaya truk dengan beban berat tidak diperbolehkan melintas. "Kalau pemkab tidak berani membuat semacam rambu, maka jalan akan hancur semua," tegasnya.
Anton mengungkapkan, kalau jalan cepat hancur dapat mengakibatkan pemborosan. Mengingat anggaran jalan hotmix dalam 1 kilometer itu senilai Rp 1,5 miliar. Sedangkan, jalan latasir menghabiskan Rp 800 juta dalam satu kilometer. (*)