Berita Video Tribun Lampung

VIDEO - Atlet Disabilitas Penyumbang Perak Porcanas Sambung Hidup Jadi Juru Parkir

Keterbatasan fisik tangan kiri yang diamputasi tidak membuat atlet tolak peluru dan atlet lari, Rohimi menyambung hidup menjadi petugas parkir.

Penulis: Bayu Saputra | Editor: Reny Fitriani

Laporan Reporter Tribun Lampung Bayu Saputra

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Keterbatasan fisik tangan kiri yang diamputasi tidak membuat atlet tolak peluru dan atlet lari, Rohimi menyambung hidup menjadi petugas parkir.

Baca: (GRAFIS) Semifinal leg 2: Sevilla vs Leganés Copa del Rey

Saat ditemui Tribun Lampung di bawah Ramayana Tanjungkarang, Senin (5/1), Rohimi mengaku dirinya itu sejak 15 tahun lalu memang sudah cacat dan berprofesi sebagai juru parkir sejak 10 tahun silam.

"Saya lahir tidak cacat tapi kejadian dulu itu saya kan mau pasang instalasi listrik, tapi saya kecelakaan kesetrum hingga harus diamputasi karena cukup parah urat syaraf putus," katanya.

Baca: Brakkkk! Pohon Tumbang Timpa Garasi Bus Milik Pemprov Lampung

Dari situlah dirinya berpikir keras untuk menyambung hidup meski tubuh yang tak normal. Tetapi dirinya harus bisa hidup layak seperti manusia lainnya.

Meski hanya tukang parkir "Bang Roy" sapaan akrab Rohimi selalu mensyukuri hidupnya.

Tercatat sebagai atlet disabilitas yang lolos seleksi selekda, dirinya pun mengadu nasib di Pekan Olahraga Cacat Nasional (Porcanas) pada 1993 silam di Yogyakarta.

Pada Porcanas itu dia mampu mencatatkan namanya dipapan podium sebagai peraih medali perak cabor tolak peluru dengan raihan terjauh lemparan mencapai 11,75 meter.

Serta meraih medali perunggu cabor lari jarak 200 meter dengan memakan waktu 23,27 detik yang bersamaan pada Porcanas tersebut.

Prestasi tertinggi itu membuatnya bangga dengan capaian prestasi tersebut. Dan juga mampu memberikan kontribusi positif demi kemajuan olahraha di Lampung.

Tapi hingga kini jasa yang telah disumbangkannya itu hanya sebatas sejarah saja dan tidak ada perhatian lebih dari pemerintah.

Terutama kepada dirinya sebagai atlet yang dulunya membanggakan masyarakat Lampung dari cabor tolak peluru dan lari dari kategori cacat.

Sebenarnya tahun lalu juga dirinya kurang fokus dalam mengikuti kejuaraan serupa, karena sangat instan sekali prosesnya untuk melakukan pelatihan.

Karena anggaran yang diberikan kepada tim itu jug diberikan secara spontan. "Harusnya itu alokasi dana tiga bulan sebelum kejuaraan harus sudah ada," ujarnya.

"Hanya disanjung saat mendapatkan medali dan selebihnya tidak ada respon dari pemerintah," ujar suami dari Dede Purniati ini

Maka dari itu dirinya enggan mengikuti perlombaan lagi ditahun lalu, karena sangat minim respon dari pemerintah untuk menghidupi atlet sepertinya ini.

Maka dari itu ia lebih suka memindahkan dari satu motor kemotor ke yang lainnya yang dilakoni setiap hari dari pukul 08.00 wib hingga pukul 21.300 wib atau tutupnya Ramayana.

Jadi setiap bulan itu dirinya harus menyetor ke Dishub dan pengelola parkir lainnya itu sebesar Rp 2,8 juta.

"Alhamdulillah sih setiap hari bisa tembuslah sekitar Rp 200 ribu, jadi dikalkulasikan 30 hari kedepan mencapai hampir Rp 6 juta lebih," katanya

Tapi dirinya mampu membayar tagihan parkir itu, bahkan bisa melebihi ketentuan yang diminta Dishub. Serta bisa menafkahi Delen Rahmaniar anak sulungnya ini dan dapat membayar kontrakan di daerah Jagabaya.(bayu saputra)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved