6 Fakta Layanan Ayam Kampus, Salah Satunya Mahal tapi Memuaskan
Fenomena prostitusi online ayam kampus bukanlah hal baru terjadi. Berulangkali terungkap tetapi btrrus muncul.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Fenomena prostitusi online ayam kampus di Semarang bukan menjadi hal yang baru.
Pengguna jasa ayam kampus berasal dari berbagai kelas dan golongan.
Mulai dari aparatur sipil negara (ASN), profesional, hingga pekerja swasta.
1. Lebih Profesional, Ramah, dan Berkelas
Dilansir TribunWow.com dari Tribunnews.com, seorang karyawan swasta (Arman), mengaku pernah beberapa kali menggunakan layanan ini.
Menurut dia, pelayanan ayam kampus lebih profesional, ramah, dan berkelas.
"Intinya, lebih berkelas, memuaskan," katanya, kepada Tribun Jateng, baru-baru ini.
Dia menuturkan, penilaiannya terhadap layanan ayam kampus bukan melulu soal bersetubuh.
Melainkan, juga soal attitude dan variabel lain.
"Yang saya rasakan lebih sopan, kalau diajak ngobrol juga enak, nyambung gitu," ujarnya.
2. Tarif Lebih Mahal
Arman mengakui, dirinya harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan kesempatan kencan dengan ayam kampusdibandingkan dengan wanita panggilan (WP) atau angel lain.
Namun, meski begitu Arman tidak keberatan.
Menurutnya yang paling utama adalah kepuasan dalam mendapat pelayanan.
"Pernah sama WP biasa, attitude-nya kurang bagus, penginnya langsung, to the point, grusa-grusu, jadi kurang nyaman saja. Ya mungkin pas kebetulan lagi sial kali ya," ucapnya, lalu terkekeh.
3. Dipasarkan Melalui Twitter
Pelanggan lain, Lingga, mengakui dirinya sempat bimbang saat akan memesan jasa ayam kampus melalui media sosial.
"Takutnya kena tipu saja sih," ujarnya.
Namun, rasa penasarannya semakin menjadi saat melihat foto sang mahasiswi yang menarik.
Dia memperlihatkan foto yang dimaksud dalam media Twitter.
Nampak gambar perempuan berswafoto mengenakan baju kuning.
Pose fotonya tampak menggoda.
Bagian mata perempuan itu disensor.
"Doi (perempuan itu) buka Rp 800 ribu, exclude (belum termasuk) tarif hotel sih. Katakan lah sejuta lebih dikit lah," ungkapnya.
Tanpa pikir panjang, Lingga lantas memesan jasanya itu.
Lingga pun mengaku senang, ayam kampusitu sesuai dengan ekspetasinya.
4. Dipasarkan Melalui Facebook
Lain halnya dengan kisah Kenanga.
Berawal dari pemandu lagu, dirinya terjerumus ke dunia hitam.
Selama ini, ia menawarkan jasa kencan melalui beberapa group rahasia di Facebook (FB), selain tentu dari tamu karaoke yang ditemaninya.
Dia mengakui, tak menawarkan jasa melalui akun Twitter, lantaran menilai, 'promosi' di media sosial (medsos) jenis itu akan terlihat lebih menyolok.
"Kalau Twitter kan nggak ada ya grup-grup rahasia kayak di FB," ucapnya.
5. Menjadi Simpanan
Cinta, nama samaran, dirinya mengaku lebih nyaman menjadi pacar simpanan dibandingkan menjadi ayam kampus yang terang-terangan open BO.
Alasannya, karena tak perlu ganti-ganti pasangan yang dikhawatirkan membuat identitasnya cepat terbongkar.
Pertimbangan lain, ia merasa pundi-pundi uang yang didapat jauh lebih besar.
"Jadi kalau butuh uang tinggal minta, nggak perlu berhubungan seksual dengan beberapa pria (untuk mendapatkan jumlah tertentu)," tandasnya.
Dengan menjadi simpanan, Cinta merasa diopeni (dirawat) dan serba kecukupan dari segi finansial.
Setiap kali bertemu, ia diberi uang minimal Rp 1 juta dan paling banyak Rp 6 juta sekali kencan.
"Model transaksi, kalau ketemu pasti kasih, minimal Rp 1 juta-Rp 2 juta. Kadang tidak ketemu pun tiba-tiba ditransfer uang tanpa saya minta," imbuhnya.
6. Polda Jateng Pernah Ungkap Kasus Serupa Tahun Lalu
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng pernah mengungkap fenomena serupa pada 2017.
"Yang kami tangkap mucikarinya, bukan per orangannya, karena mereka (mucikari) merekrut perempuan untuk dipekerjakan," kata Ditreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Lukas Akbar Abriari, Selasa (6/2/2018) siang.
Lukas Akbar mengatakan, kasus itu terjadi bulan April-Mei 2017 silam.
Anggotanya mendapati akun Twitter berlabel Wisata Asyik saat tengah melakukan patroli siber.
Akun tersebut memuat konten pornografi, sekaligus menawarkan jasa perempuan untuk dijadikan sebagai obyek seksualitas.
Hasilnya, tim saber menguak identitas pemilik akun itu.
Namanya Nuryadi (36), warga Semarang Selatan.
"Sudah sidang. Vonisnya beberapa tahun kami tidak tahu. Kami tidak mendapat tembusan itu," ujarnya.(*)