Liputan Khusus Tribun Lampung
Ratusan Anggota DPRD di Lampung Tak Sampaikan LHKPN
Di Lampung, kepatuhan wakil rakyat menyampaikan LHKPN masih sangat rendah.
Penulis: Noval Andriansyah | Editor: Ridwan Hardiansyah
Laporan Reporter Tribun Lampung Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan satu di antara institusi negara yang memiliki potensi korupsi tertinggi.
Hal itu bisa terlihat dari anggota DPRD yang masih menutupi harta kekayaan yang dimiliki, dengan tidak menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) secara berkala kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di Lampung, kepatuhan wakil rakyat menyampaikan LHKPN masih sangat rendah.
Ada yang beralasan LHKPN hanya bersifat imbauan, atau bukanlah suatu kewajiban bagi anggota DPRD.
Ada pula yang berdalih tidak mengerti cara mengisi blangko penyampaian LHKPN.
Berdasarkan data KPK, hingga Maret 2017, dari 685 anggota DPRD periode 2014-2019 di 15 kabupaten/kota dan 1 provinsi di Lampung, baru 154 orang atau 22,48 persen anggota DPRD yang melaporkan LHKPN.
Baca: Complicated, Ibu-ibu Curhat Soal Susahnya Ikuti Kehidupan Glamor Sosialita, Videonya Bikin Ngakak
Sementara sisanya, sebanyak 531 orang atau 77,52 persen belum pernah menyampaikan LHKPN.
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko, mengatakan, LHKPN adalah satu di antara instrumen yang berperan untuk mencegah korupsi.
"Transparansi dengan menyampaikan LHKPN bertujuan mencegah pejabat publik mendapatkan harta kekayaan secara ilegal, salah satunya korupsi. Ketidakpatuhan menyampaikan LHKPN merupakan indikasi ada sesuatu yang ditutupi," tegas Dadang, Senin (19/2/2018).
Pasal 5 huruf 3 UU Nomor 28 Tahun 1999 mengamanatkan, pejabat negara wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat.
"Pejabat negara termasuk di dalamnya anggota DPRD," ujar Dadang.
Merujuk data KPK, anggota DPRD Tuba memiliki persentase paling banyak tidak melaporkan LHKPN, yaitu mencapai 100 persen.
Dari 45 anggota DPRD Tuba, belum satu pun yang melaporkan LHKPN.
Di bawah DPRD Tuba, ada DPRD Mesuji, Tulangbawang Barat (Tubaba), dan Metro.
Di ketiga DPRD tersebut, hanya satu legislator yang menyampaikan LHKPN.
Sementara, anggota DPRD dengan persentase terbanyak menyampaikan LHKPN adalah DPRD Pringsewu yang mencapai 92,5 persen, disusul DPRD Tanggamus (91,1 persen).
Adapun, DPRD lain di Lampung memiliki persentase di bawah 40 persen, untuk jumlah legislator yang telah menyampaikan LHKPN.
Ketua DPRD Metro, Anna Morinda, mengaku tak ingat perihal penyampaian LHKPN.
"Seingat saya, kami sudah secara kolektif melaporkan LHKPN. Tapi nanti, saya cek kembali," ujar Anna.
Anggap Tak Wajib
Menurut Ketua DPRD Lampung, Dedi Afrizal, penyampaian LHKPN bukanlah suatu kewajiban anggota DPRD.
"Kalau saya pernah baca, itu kalau tidak salah sifatnya imbauan. Kalau sebatas imbauan dan tidak ada sanksi, mungkin itu yang membuat masih minimnya penyampaian LHKPN dari teman-teman anggota dewan," kata Dedi, Minggu (18/2/2018).
Serupa, Ketua DPRD Tuba, Sopei Anshari, menganggap peraturan penyampaian LHKPN baru sebatas imbauan.
Hal itu membuat, menurut Sopei, aturan tersebut lemah sehingga kesadaran anggota DPRD untuk menyampaikan LHKPN pun minim.
"Mungkin karena aturannya tidak begitu mengikat dan hanya seruan saja, sampai per hari ini, kawan-kawan sepertinya belum melaporkan LHKPN," tutur Sopei.
Walau begitu, Sopei menyampaikan, anggota DPRD Tuba sudah pernah menyampaikan LHKPN saat mencalonkan diri pada Pileg 2014.
"Sepertinya sudah pernah buat (LHKPN), waktu awal syarat pencalonan dulu. Ketika sudah dilantik, tidak buat lagi. Pimpinan DPRD sudah menginstruksikan agar melaporkan LHKPN. Namun karena aturan tidak mengikat dan bersifat seruan, kemungkinan kawan-kawan tidak lagi melapor," papar Sopei.
Ketua DPRD Bandar Lampung, Wiyadi, mengungkapkan, aturan mengenai penyampaian LHKPN masih rancu dan tidak spesifik ditujukan buat anggota DPRD.
Ia pun mengakui belum menyampaikan LHKPN.
"Kalau memang diwajibkan, kami siap dan patuh. Apalagi itu dalam rangka untuk pengawasan dan pencegahan. Kami pasti patuh," ujar Wiyadi, Jumat (16/2/2018).
Tak Mengerti
Ketua DPRD Lampung Utara (Lampura), Rachmat Hartono, mengakui, banyak koleganya yang belum menyampaikan LHKPN.
Meski, pihaknya telah menerima surat dari KPK yang memberitahukan mengenai penyampaian LHKPN.
Hal itu lantaran tata cara pengisian laporan tidak dijelaskan.
Sehingga, lanjut Rachmat, anggota DPRD tidak mengerti cara mengisi blangko penyampaian LHKPN.
"Format pengisian LHKPN untuk anggota dewan tidak ada, jadi bingung bagaimana mengisinya (blangko)," ujar Rachmat, Jumat (16/2/2018).
Rachmat memastikan akan mengajak Dewan Lampura agar menyampaikan LHKPN secepatnya.
"Jika belum mengerti soal pengisiannya (blangko), dapat bertanya langsung dengan rekan sejawat di kabupaten lain," tutur Rachmat.
Ketua DPRD Lampung Selatan (Lamsel), Hendry Rosyadi, menjelaskan, anggota DPRD Lamsel telah menyerahkan LHKPN pada 2014 lalu.
Sosialisasi penyerahan LHKPN pun kembali dilakukan pada 2016.
"Mungkin belum dilakukan pembaruan (sehingga tercatat belum serahkan LHKPN). Tetapi sampai 2017, kami belum menerima blangko pengisian (LHKPN). Jika blangko sudah ada, kami akan minta anggota untuk mengisi lagi," kata Hendry.
Ketua DPRD Pesawaran, Nasir, menyebutkan akan melakukan pembahasan bersama seluruh anggota terkait penyampaian LHKPN yang masih minim.
"Imbauan sudah ada, kami akan bicarakan dulu di tingkat DPRD. Mungkin nanti, kami segera buat LHKPN," ucap Nasir.
Tiap Dua Tahun
Wakil Ketua DPRD Pringsewu, Setiyono, mengatakan, seluruh anggota DPRD Pringsewu telah menyampaikan LHKPN begitu menerima blangko pengisian LHKPN dari KPK.
Hal itu dilakukan karena adanya kepatuhan terhadap UU bahwa penyampaian LHKPN merupakan kewajiban pejabat negara.
"Kalau disebut masih ada tiga yang belum melapor, kemungkinan masih melakukan perbaikan. Saya yakinkan semua sudah melapor," terang Setiyono.
Ketua DPRD Tanggamus, Heri Agus Setiawan, mengungkapkan, pimpinan telah meminta seluruh anggota DPRD untuk menyampaikan LHKPN.
Sebab, aturan mengenai kewajiban menyampaikan LHKPN telah jelas.
"Kami minta anggota untuk menyampaikan LHKPN sebagai wujud kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan mendukung pemerintahan yang bersih dan transparan," ucap Heri.
Jika masih ada anggota DPRD yang belum melapor, Heri menerangkan, hal tersebut kemungkinan cuma persoalan teknis.
Karena, anggota tersebut tidak masuk saat Divisi Pencegahan KPK melakukan sosialisasi di DPRD Tanggamus.
"KPK sudah mengimbau agar menyampaikan LHKPN secara berkala tiap dua tahun. Sebagai pimpinan, kami telah imbau anggota agar menjalankan hal tersebut sesuai peraturan perundang-undangan," papar Heri.
Cegah Korupsi
Heri menilai, penyampaian LHKPN secara berkala penting untuk dilakukan anggota DPRD. Hal tersebut guna meminimalisasi potensi korupsi.
"Itu menjadi salah satu indikator yang dapat dijadikan acuan untuk melihat perolehan harta pejabat. Makanya, LHKPN bisa menjadi salah satu faktor meminiminalisasi korupsi," tutur Heri.
Hal serupa disampaikan Sopei. LHKPN dianggap bisa menjadi alat kontrol untuk mencegah korupsi.
"Saya setuju LHKPN mengontrol terjadinya korupsi. Misalnya, pada periode pertama dia punya duit Rp 100 juta, kemudian setelah beberapa tahun meningkat jadi miliaran. Saya rasa, ini perlu juga untuk mengontrol," terang Sopei.
Setiyono pun menyampaikan hal serupa.
Menurutnya, potensi korupsi dapat dilihat dari jumlah kekayaan anggota DPRD, saat pertama menjabat dan pada akhir masa jabatan.
Sementara, Dedi Afrizal menilai LHKPN bukan jaminan untuk mencegah korupsi.
"Karena, kejahatan itu karena ada niat dan kesempatan. Artinya, (LHKPN) tidak menjamin juga," tutur Dedi.
Sekata dengan Dedi, Rachmat menerangkan, penyampaian LHKPN dengan pencegahan korupsi memiliki hubungan yang kecil.
"Karena, LHKPN hanya bentuk laporan kekayaan pejabat negara," ucap Rachmat.
Nasir pun menyampaikan bahwa LHKPN dan korupsi adalah hal berbeda dan tidak berkaitan.
Baca: 5 Orang Ini Punya Nama yang Sulit Diucapkan, Uvuvwevwevwe Onyetenyevwe Ugwemubwem Ossas
Sebab, banyak anggota DPRD yang memiliki penghasilan lain, di luar gaji sebagai anggota DPRD.
"Kalau tidak berusaha yang lain, mana cukup gaji anggota DPRD untuk berpolitik di Indonesia ini. Yang penting, harta kekayaan itu didapat dari yang sah," tutur Nasir.
Artikel ini telah terbit di Koran Tribun Lampung edisi Sabtu, 24 Februari 2018