Usai Bikin Status di Facebook, Pasangan Suami Istri Ini Kemudian Cerai
Ia akhirnya memutuskan membuat status di Facebook, yang kemudian turut dibaca suaminya.
Penulis: Noval Andriansyah | Editor: Ridwan Hardiansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tren perceraian gara-gara media sosial (medsos) terus meningkat di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Lampung.
Medsos dijadikan tempat curahan hati (curhat) untuk melampiaskan rasa kesal terhadap pasangan.
Ujung-ujungnya, hal itu justru memperuncing persoalan, yang berakhir dengan perceraian.
Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandar Lampung, jumlah perceraian pada 2017 mencapai 9.438 kasus.
Jumlah itu meningkat 23,84 persen dibanding 2016, yang ada 7.621 kasus perceraian.
Baca: 5 Lokasi Jalan-jalan ke Luar Negeri dengan Biaya Murah, Sudah Terbukti
Panitera Muda Hukum PTA Bandar Lampung, Muhammad Iqbal mengungkapkan, saat ini medsos berpengaruh besar terhadap keretakan rumah tangga yang berujung perceraian.
"Tetapi kami tidak menjadikan medsos sebagai penyebab perceraian. Kami menjadikan medsos hanya sebagai alat bukti," papar Iqbal, Senin (12/2/2018).
Dua orang yang bercerai karena pengaruh medsos adalah Nar dan Tre (bukan nama sebenarnya).
Keduanya memilih bercerai pada usia pernikahan yang tergolong muda, belum genap lima tahun.
Nar menuturkan, setahun sebelum konflik dengan suaminya meruncing, dan berakhir di persidangan, ia membuat sebuah status di akun Facebooknya.
Status tersebut berisi kekesalan atas perilaku suaminya, yang diduga menjalin hubungan dengan wanita lain.
Status di Facebook itu dibuat Nar sekitar empat bulan setelah ia menemukan beberapa pesan masuk di Facebook suaminya dari seorang wanita.
Nar mengatakan, pesan-pesan tersebut memperlihatkan bahwa suaminya menjalin hubungan dengan seorang wanita lain.
"Saya tidak sengaja buka ponsel suami saya. Dia sudah tidur, ponselnya tergeletak di sebelahnya. Ternyata Facebooknya belum ditutup dan masih chat dengan wanita itu. Dan terbukti, dia selingkuh," kenang warga Bandar Lampung itu.
Baca: Menyedihkan, Satu Hari Jelang Ijab Kabul, Calon Suami Meninggal di Kamar Mandi
Setelah mendapatkan bukti perselingkuhan suaminya, Nar tidak serta merta mengambil tindakan.
Ia masih memilih diam sambil berharap suaminya dapat berubah.
Ternyata hingga empat bulan kemudian, harapan Nar tak terwujud.
Ia akhirnya memutuskan membuat status di Facebook, yang kemudian turut dibaca suaminya.
Nar mengaku, ia tidak secara spesifik menyebut suaminya dalam status yang ia buat.
Tetapi, suaminya yakin bahwa status Nar ditujukan buat pria tersebut.
"Sejak saat itu, (hubungan) sudah tidak harmonis. Pulang kerja selalu marah-marah sambil bilang saya menuduh dia selingkuh. Hal-hal sepele pun jadi pertengkaran," terang Nar.
Upaya mediasi guna mengakhiri konflik rumah tangga sudah dilakukan keluarga besar.
Tetapi, hasilnya nihil.
"Saya sudah telanjur sakit hati, dan akhirnya mengajukan gugatan cerai ke pengadilan," kata Nar.
Seharian Main Facebook
Cerita berbeda dialami Tre (32). Kebiasaan sang suami berselancar di medsos, khususnya Facebook dan Instagram, menjadi awal keruntuhan rumah tangganya pada 2017 lalu.
Menurut Tre, suaminya memang gemar berselancar di Facebook, baik cuma melihat linimasa, mengirim pesan, atau bermain permainan.
Ia bahkan bisa seharian memainkan medsos tersebut.
Kebiasaan suaminya tersebut membuat Tre kesal.
Tetapi, ia belum terlalu mempersoalkan hal itu.
Hingga pada akhir 2015, suaminya diberhentikan dari pekerjaannya.
"Dan, dia tidak berubah. Dia lebih memilih main Facebook dibanding mencari pekerjaan baru. Dia beralasan sedang menggarap proyek sama teman-temannya, tetapi sama sekali tidak ada hasilnya," papar Tre, yang bekerja sebagai karyawan swasta.
Perilaku suaminya, Tre menjelaskan, tidak berubah sampai berselang satu tahun kemudian.
Kekesalan Tre pun mencapai puncaknya.
Ia akhirnya berkonsultasi dengan keluarga untuk mengajukan cerai pada akhir 2016.
"Saya sudah tidak tahan lagi. Dia cuma janji mau mencari pekerjaan tetapi tidak pernah dijalani. Kerjaannya main Facebook saja," kata warga Bandar Lampung itu.
Pengaruh Besar
Panmud Hukum PTA Bandar Lampung, Muhammad Iqbal, mengatakan, medsos memang sangat berpengaruh dalam terhadap terjadinya perceraian.
Hal itu tak terlepas dari kemajuan zaman saat ini yang serba digital, dan mudah dimiliki masyarakat.
Meski begitu, medsos tidak bisa dijadikan penyebab perceraian.
Pengadilan biasanya menggunakan medsos hanya sebagai alat bukti.
Sebagaimana dua kasus di atas, penyebab perceraian karena perselingkuhan dan suami melalaikan tanggung jawab memberikan nafkah.
Walaupun, kedua penyebab tersebut bersinggungan dengan medsos.
"(Medsos) itu sebagai alat bukti. Memang medsos berpengaruh, tetapi ini lebih pada ketidaksiapan pasangan menghadapi perkembangan teknologi. Kalau penyebab perceraian, harus didalami lagi," jelas Iqbal.
Panitera Pengadilan Agama (PA) Tanjungkarang, Itna Fauziah Qadriah membenarkan bahwa medsos memberikan pengaruh terhadap terjadinya perceraian.
Tetapi, hal tersebut tidak serta merta menjadi alasan perceraian.
"Ada yang menjadikan medsos sebagai alasan perceraian. Tetapi sebenarnya, ada alasan lain di balik itu, misalnya ekonomi. Jadi, medsos ini hanya alat," tutur Itna.
Kepala PA Kalianda, Sartini pun mengakui bahwa medsos memegang pengaruh besar terhadap terjadinya perceraian belakangan ini.
"Benar, ada pengaruh medsos. Tetapi saya sekarang sedang berada di luar dan tidak pegang data, nanti saya salah," ucap Sartini.
Usia Muda
Itna memaparkan, mayoritas pasangan yang berperkara pada kasus perceraian berada pada usia produktif, antara 20 tahun sampai 40 tahun.
Jumlahnya tersebut mencapai sekitar 65 persen.
"Sementara, usia 40 tahun-50 tahun itu sekitar 20 persen, dan sisanya di atas 50 tahun," kata Itna.
Iqbal membenarkan bahwa rata-rata pasangan yang bercerai berada pada usia produktif.
Sementara, untuk usia pernikahan, hal itu berada pada kisaran 5 tahun hingga 10 tahun.
"Memang usia tersebut masih rentan berselisih karena masih dalam tahap adaptasi. Pasangan masih berusaha mengenal dan menerima kekurangan satu sama lain. Kalau perselisihan tidak bisa dihadapi dengan bijak, bisa berujung pada perceraian," ungkap Iqbal.
Dekat dengan Medsos
Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung, Dwi Hafsah Handayani menjelaskan, ketidaksiapan perilaku yang muncul dalam perkembangan teknologi, di mana orang lebih dekat dengan medsos dibanding orang sekitarnya.
Hal itu termasuk pada pasangan rumah tangga.
Apalagi jika, komunikasi antara suami istri tidak ada keterbukaan.
"Sehingga, medsos dianggap sebagai tempat nyaman untuk berkomunikasi. Padahal, itu justru bisa memberikan dampak negatif, seperti memunculkan perselingkuhan," papar Dwi.
Perkembangan medsos, lanjut Dwi, sebenarnya memiliki pengaruh terhadap semua usia pernikahan.
Meski, kerentanan biasanya terjadi pada pasangan usia muda yang tak siap dengan kemajuan teknologi.
"Jika fondasi pernikahan belum kuat, dan tidak bijak dalam menggunakan medsos, itu sangat rentan. Karena, awal-awal usia pernikahan itu masih tahap adaptasi sesama pasangan," jelas Dwi.
Karena itu, Hafsah menerangkan, setiap pasangan hendaknya mampu mendahulukan komunikasi antara pasangan secara lebih terbuka.
Hal itu lantaran urusan rumah tangga sebaiknya menjadi konsumsi terbatas.
Baca: 4 Sumber Uang yang Bikin Angel Lelga Jadi Artis Tajir
"Sekarang semua serba terbuka. Dengan medsos, kita bisa tahu kondisi orang jauh sekalipun. Jika pasangan tidak siap menghadapi perkembangan medsos ini, sisi negatifnya saja yang akan terserap. (noval andriansyah)