Pemilik 1 Kg Potasium dan 50 Detonator Dituntut 8 Tahun Penjara, Istri Bantah Suaminya Teroris
Masih ingat dengan kasus ledakan yang diduga bom di rumah Mustafa di Jalan Bung Tomo, Tanjungkarang Barat?
Penulis: andreas heru jatmiko | Editor: nashrullah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Masih ingat dengan kasus ledakan yang diduga bom di rumah Mustafa di Jalan Bung Tomo, Tanjungkarang Barat?
Ya, kasus kepemilikan bahan peledak yang tidak lain merupakan pemilik rumah sudah sampai di meja hijau.
Terdakwa kepemilikan bahan peledak, Mustafa alias Mustofa alias Abi Mus (51) warga Jalan Bung Tomo, Tanjungkarang Barat dituntut pidana delapan tahun penjara dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (5/4/2018).
Baca: Terjerat Dua Kasus Korupsi, Bekas Pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan Divonis Lagi Setahun
Baca: Pendaftaran SBMPTN 2018 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Mendaftarnya
Baca: Jarang Timbulkan Gejala, Kanker Tiroid Ternyata Bak Pembunuh Berdarah Dingin, Kenali Ciri-cirinya
Jaksa Richard Sembiring menjelaskan, Mustafa melanggar Pasal 1 ayat 1 UU Darurat Nomor 12 tahun 1951.
Jaksa menilai, jaksa terbukti memenuhi unsur dalam dakwaan pasal tersebut membawa bahan peledak, sehingga menimbulkan luka-luka.
Barang bukti yang disita dari Mustafa berupa potasium sebanyak 1 kilogram, sulfur seperempat kilogram, browns sebanyak 1 kaleng, serbuk TNT seberat 300 gram, 100 kilo potasium, dan detonator sebanyak 50 buah.
"Berdasarkan keterangan delapan saksi, alat bukti uji laboratorium forensik, serta ditambah keterangan terdakwa telah memenuhi unsur dalam dakwaan primer," jelas jaksa.
Seusai sidang, istri kedua Mustafa Aula Suryani (42) mengaku keberatan atas tuntutan jaksa.
Ia mengatakan, tak seharusnya suaminya dituntut delapan tahun penjara.
Menurut Aula, Mustafa hanya berniat membantu membuat bahan peledak yang digunakan untuk bom ikan.
"Nah, di situ mungkin karena ada nelayan minta tolong. Dari situ, ada nelayan minta tolong iba karena nggak ada hasil gunakan bom ikan," jelasnya.
Ilmu yang dimiliki Mustafa, kata dia, didapat dari orangtuanya yang juga berprofesi sebagai nelayan.
Ia juga membantah suaminya terlibat aksi terorisme.
Ia mengaku gerah dicap teroris lantaran ledakan yang terjadi di rumahnya pada 24 September 2017 lalu.
"Mohon maaf kami bukan teroris. Lihat kami pakai cadar, kami dicap sebagai teroris. Padahal ini (pakaian) pilihan," tegasnya.
Kuasa hukum Mustafa, Debi Oktarian menyatakan, pihaknya akan mengajukan pembelaan.
Sebab, tuntutan itu dinilai memberatkan.
Terlebih dari dua saksi meringankan yang dihadirkan, Mustafa hanya membuat bom ikan dan berniat membantu nelayan yang tangkapannya sepi.(*)