Istri Anggota DPR RI Menangis Dengar Suaminya Dituntut 6 Tahun Penjara, Kasus Apakah?
Jaksa pada KPK menuntut anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Aditya Anugrah Moha dengan hukuman 6 tahun penjara.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha dengan hukuman enam tahun penjara.
Pria berusia 36 tahun itu dinilai terbukti menyuap Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono.
Suap tersebut bertujuan menolong ibunya, Marlina Moha Siahaan, dari jeratan hukum.
Istri Aditya, Angelina Tjandring, tak kuasa menahan tangis saat mendengar jaksa membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (9/5/2018).
Usai mendengarkan tuntutan jaksa, Angelina yang duduk di kursi pengunjung sidang menitikkan air mata.
Tidak hanya istri, sejumlah anggota keluarga besar Aditya yang hadir dalam persidangan ikut menangis. Mereka saling berpelukan.
Sementara Aditya berusaha tegar. Ia tak meneteskan air mata usai persidangan.
Aditya menyalami dan merangkul satu per satu anggota keluarga besarnya.
Aditya juga menghampiri sang istri yang terus-menerus menangis.
Ia langsung mencium kening dan menghapus air mata istrinya.
"Sudah, nggak apa-apa," ucap Aditya kepada istrinya.
Seorang anggota keluarga di baris terdepan bangku pengunjung sidang yang awalnya hanya terisak, semakin lama tangisnya semakin kencang.
Beberapa anggota keluarga berusaha menenangkan dan menepuk pundaknya.
Namun, emosinya tak terbendung. Ia pun meluapkannya dengan menyebut jaksa sangat tega menuntut Aditya.
"Tega sekali jaksa. Ini kan untuk membela ibunya," kata perempuan itu.
Akhirnya, sejumlah anggota keluarga memapah dan mengarahkannya ke luar ruang persidangan.
Perempuan bernama Farida tersebut rupanya adalah bibi Aditya.
Dalam persidangan, jaksa KPK menyatakan Aditya terbukti menyuap Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono guna membebaskan ibunya, Marlina Moha Siahaan.
Marlina diketahui sedang diproses pengadilan karena kasus korupsi saat menjabat bupati Bolaang Mongondow.
Jaksa juga menuntut Aditya membayar denda sebesar Rp 200 juta subsidair dua bulan kurungan serta biaya perkara Rp 7.500.
Tak Beri Teladan
Jaksa KPK menyatakan Aditya Moha terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a dan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. Sebagaimana diubah menjadi UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan, menyatakan terdakwa Aditya Anugrah Moha terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ucap jaksa KPK Ali Fikri saat membacakan surat tuntutan.
Ada beberapa pertimbangan jaksa memberi tuntutan hukuman itu. Hal yang memberatkan adalah perbuatan Aditya selaku anggota DPR bertentangan dengan program pemerintah yang gencar dalam pemberantasan korupsi.
Selanjutnya, sebagai wakil rakyat dan anggota DPR, Aditya dinilai tidak memberi teladan kepada masyarakat.
Suap Aditya kepada Sudiwardono juga dinilai mencederai proses penegakan hukum di Indonesia.
"Sementara hal yang meringankan, terdakwa masih memiliki tanggungan keluarga dan bersikap sopan selama persidangan," kata jaksa Ali.
Ketua PT Dituntut Lebih Berat
KETUA Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono selaku penerima suap juga disidangkan.
Sang hakim dituntut lebih berat dari Aditya, yakni delapan tahun penjara.
Sudiwardono dinilai terbukti menerima suap dari Aditya yang mengajukan banding guna membebaskan ibunya dari jeratan hukum.
Selain tuntutan delapan tahun penjara, Sudiwardono diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan dan biaya perkara Rp 10 ribu.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan, menyatakan terdakwa Sudiwardono terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ucap jaksa Ali Fikri saat membacakan surat tuntutan.
Jaksa Ali menjelaskan, Sudiwardono menerima suap secara sadar dan tanpa paksaan.
Ia menerima suap 110 ribu dolar AS dari Aditya dalam beberapa tahap.
Hal yang memberatkan perbuatan Sudiwardono adalah tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Selain itu, sebagai ketua Pengadilan Tinggi, hakim, dan aparat penegak hukum, Sudiwardono seharusnya memberi contoh yang baik kepada jajaran dan lingkungannya.
Sementara hal yang meringankan adalah terdakwa berterus terang dan mengakui perbuatannya. Terdakwa juga belum pernah dihukum sebelumnya.
Jaksa KPK menyebut Sudiwardono telah mengembalikan uang pengganti Rp 361 juta dan Rp 195 juta dari total uang suap 110 ribu dolar AS.
Namun, pengembalian uang tersebut tidak mengurangi tuntutan. Sebab, Sudiwardono adalah orang yang pertama kali meminta Aditya agar memberi uang suap.
Selain itu, dia pula yang mengatur jumlah uang yang harus disetor Aditya, termasuk meminta kamar hotel untuk penyerahan uang.
Sudiwardono sendiri irit bicara soal tuntutannya.
Ia menyatakan akan menyampaikan pembelaanya dalam sidang selanjutnya pada Rabu (23/5).
"Lihat saja dalam sidang lanjutan. Saya akan menyampaikan pembelaan. Kuasa hukum juga," ujarnya.
Berikut Kronologi Kasus Tersebut
- Anggota DPR RI Aditya Moha didakwa menyuap Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono
- uang suap senilai Rp 1 miliar, diberikan beberapa tahap
- agar ibunya, Marlina Moha Siahaan, divonis bebas
- ibunya adalah terdakwa korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, tahun 2010
- Pengadilan Tipikor pada PN Manado memvonis Marlina 5 tahun penjara
- kubu Marlina banding ke PT Manado
- Ketua PT Manado disuap untuk memengaruhi putusan
- Aditya beri uang di rumah Sudiwardono di Yogyakarta, 12 agustus 2017
- agar ibunya tidak ditahan dalam tingkat banding
- dalam pertemuan itu, Sudiwardono menyebut pemberian uang hanya agar Marlina Moha tidak ditahan
- jika mau dibebaskan, Aditya harus tambah uang
- Sudiwardono akhirnya mengeluarkan surat tidak menahan Marlina
- 6 Oktober 2017, diserahkan lagi uang beserta janji uang berikutnya agar Marlina divonis bebas
- usai penyerahan uang, Aditya dan Sudiwardono terjaring OTT KPK
(Tribun Network/fel/coz)