Gerhana Bulan Total Disebut Blood Moon atau Bulan Darah, Apa yang Sesungguhnya Terjadi pada Bulan?
Apa yang sesungguhnya terjadi hingga warna bulan bisa berubah drastis menjadi warna serupa warna darah?
Penulis: Heribertus Sulis | Editor: Heribertus Sulis
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Gerhana bulan total atau Blood Moon terlama abad ini akan terjadi pada 27 Juli malam atau 28 Juli 2018 dini hari. Dalam keadaan bulan berdarah atau Blood Moon, warna bulan tak lagi kuning pucat seperti biasanya.
Bulan akan berwarna oranye hingga rona merah darah. Karena itulah gerhana bulan total disebut pula bulan darah atau Blood Moon.
Apa yang sesungguhnya terjadi hingga warna bulan bisa berubah drastis menjadi warna serupa warna darah?
Baca: Blood Moon dan 4 Keistimewaan Gerhana Bulan Total 28 Juli 2018, Akan Ada Hujan Meteor
Perubahan warna bulan ini disebabkan gerhana bulan total yang akan terlihat di langit Indonesia.
Sebenarnya, bagaimana bulan berubah saat gerhana?
Warna merah darah saat gerhana bulan total terjadi karena atmosfer Bumi membiaskan cahaya Matahari.
"Cahaya matahari yang mengenai bulan memang tertutup oleh Bumi, tetapi atmosfer Bumi masih membiaskan cahaya merah dari matahari itu sehingga bulan tidak gelap total," tulis Thomas di blognya pada Senin (6/10/2014).
Kebalikan Gerhana Matahari Hal ini berkebalikan dengan gerhana Matahari total.
Baca: Tata Cara Shalat Gerhana Bulan - Blood Moon 27 Juli, Apa Beda Sholat Gerhana Bulan dan Matahari?
Selama gerhana matahari, bulan berada di antara Bumi dan Matahari.
Dari Bumi terlihat bayangan bulan menutupi Matahari.
Bayangan ini tidak berwarna karena bulan tidak memiliki atmosfer untuk menyebarkan atau membiaskan sinar matahari.
Berkebalikan dengan gerhana bulan total. Gerhana bulan terjadi ketika Bumi berada di antara Matahari dan Bulan.
Pembiasan Atmosfer Atmosfer Bumi yang kaya nitrogen membiaskan sinar matahari. Pembiasan ini membuat kita melihat langit berwarna biru.
Sekitar matahari terbenam dan matahari terbit, cahaya yang sampai ke mata kita telah semakin tersebar.
Ini membuat matahari dan cahayanya tampak lebih oranye atau bahkan merah. Udara saat gerhana bulan total mirip dangan proses terbit dan terbenamnya matahari.
Seperti lensa yang besar, atmosfer Bumi membiaskan cahaya menuju bulan purnama.
"Jika Anda berdiri di permukaan bulan selama gerhana bulan, Anda akan melihat matahari terbenam dan naik di belakang Bumi," kata David Diner, seorang ilmuwan planet di Jet Propulsion Laboratory NASA, dikutip dari Business Insider, Minggu (22/07/2018).
"Anda akan mengamati sinar matahari bias dan tersebar saat mereka melewati atmosfer di sekitar planet kita," sambungnya.
Inilah sebabnya mengapa gerhana bulan berwarna oranye-merah.
Semua cahaya berwarna itu difokuskan pada bulan dalam bayangan berbentuk kerucut yang disebut umbra.
Bulan juga tertutup debu ultra-halus, seperti kaca batu yang disebut regolith, yang memiliki properti khusus yang disebut "backscatter".
Debu-debu tersebut memantulkan cahaya itu kembali.
Kualitas Atmosfer Untuk diketahui, warna merah dari satu gerhana bulan satu dengan yang lain tidak pernah sama.
Itu karena aktivitas alam dan manusia mempengaruhi atmosfer Bumi.
"Polusi dan debu di atmosfer bawah cenderung menundukkan warna matahari terbit atau terbenam, sedangkan partikel asap halus atau aerosol kecil yang terletak di ketinggian tinggi selama letusan gunung berapi besar dapat memperdalam warna ke warna merah yang intens," kata Diner.
Dirangkum dari Live Science, Selasa (30/01/2018), kondisi atmosfer juga dapat mempengaruhi kecerahan warna.
Misalnya, partikel ekstra di atmosfer, seperti abu dari api besar atau letusan gunung berapi baru-baru ini, dapat menyebabkan bulan muncul warna merah yang lebih gelap, menurut NASA.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Alasan Kenapa Gerhana Bulan Total Disebut "Blood Moon""