Selain Bupati Lamsel Zainudin Hasan, 2 Kepala Daerah di Lampung Pernah Berurusan dengan KPK
Selain Bupati Lamsel Zainudin Hasan, 2 Kepala Daerah di Lampung Ini Juga Berurusan dengan KPK
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan menambah daftar kepala daerah yang berurusan dengan KPK.
Adik Ketua MPR Zulkifli Hasan itu ditangkap KPK, Jumat 27 Juli 2018.
Selain bupati, KPK mengamankan unsur anggota DPRD, swasta, dan pihak lain yang terkait dalam OTT.
Total ada 12 orang yang diamankan.
Dalam OTT itu, tim KPK mengamankan uang Rp 700 juta.
Diduga OTT dilakukan terkait dengan proyek infrastruktur.
Berikut ini kepala daerah di Lampung yang berurusan dengan KPK.
1. Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan
Bupati periode 2013-2018 itu tersandung kasus tindak pidana gratifikasi kepada anggota DPRD setempat.
Dalam proses persidangan, majelis hakim menyatakan Bambang Kurniawan bersalah melakukan tindak pidana gratifikasi.
Bambang pun dihukum pidana penjara selama dua tahun. Tidak hanya itu, majelis hakim juga menghukum dengan pidana denda sebesar Rp 250 juta.
“Menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun dipotong masa penahanan dan pidana denda sebesar Rp 250 juta subsidair dua bulan kurungan,” ujar hakim ketua Minanoer Rachman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (22/5/2017).
Menurut Minanoer, perbuatan Bambang memberikan uang Rp 943 juta ke para anggota DPRD Tanggamus terkait pembahasan APBD 2016 melanggar pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hal yang memberatkan, adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Hal yang meringankan, terdakwa tidak pernah dihukum, terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa menyesali perbuatannya, dan perbuatan terdakwa bukanlah semata-mata kesalahan terdakwa.
Bambang Kurniawan, dihukum pidana penjara selama dua tahun.
Majelis hakim menilai Bambang terbukti melakukan tindak pidana gratifikasi dengan memberikan uang ke anggota DPRD terkait pembahasan APBD 2016.
Bambang menerima putusan tersebut.
Menurut dia, putusan majelis hakim menyebutkan bahwa anggota DPRD yang menerima uang darinya sudah memenuhi unsur-unsur untuk ditetapkan sebagai tersangka.
“Saya kira hukum ini adil. Maka kita lihat nanti bagaimana tanggapan jaksa KPK. Saya yakin jaksa akan menindaklanjuti putusan majelis hakim,” ujar dia usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (22/5/2017).
Bambang mengutarakan, penilaian hakim berdasarkan fakta persidangan yang tidak bisa dipungkiri.
Salah satunya adalah mengenai adanya rencana tidak kuorum.
Menurut Bambang, pertemuan beberapa anggota badan anggaran untuk membuat tidak kuorum jika defisit, adalah bohong.
“Itu adalah permufakatan jahat mereka untuk meminta uang ke saya,” jelasnya.
Bambang mengatakan, ketua fraksi Kebangkitan Sejahtera, Pahlawan Usman, menginisiasi pertemuan antara dirinya dengan para ketua fraksi berkomplot untuk meminta uang darinya.
Atas putusan tersebut Bambang menyatakan menerima. Sedangkan pihak jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pikir-pikir.
2. Bupati Lampung Tengah Mustafa
Bupati periode 2016-2021 tersandung kasus suap kepada anggota DPRD setempat.
Belakangan, politikus Nasdem itu divonis tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin malam, 23 Juli 2018.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim juga mencabut hak politik Mustafa selama 2 tahun.
Majelis juga mewajibkan Mustafa membayar denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Mengadili menyatakan terdakwa Mustafa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut menjatuhkan pidana karenanya selama tiga tahun dan denda Rp 100 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan," ujar Ni Made Sudani saat membacakan amar putusan.
Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Mustafa tidak mendukung perbuatan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan, belum pernah dihukum, masih punya tanggungan keluarga, menyesal dan mengakui perbuatannya.
Selain pidana penjara dan denda, majelis hakim juga memberikan pidana tambahan.
Yakni pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan politik selama dua tahun sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana.
Dalam amar putusan, Mustafa terbukti menyuap anggota DPRD Lampung Tengah (Lamteng) sejumlah Rp 9,6 miliar.
Penyuapan dilakukan bersama dengan Kepala Dinas Bina Marga Lamteng, Taufik Rahman.
Pemberian uang secara berharap ke anggota DPRD dimaksudkan agar anggota DPRD memberikan persetujuan dan pernyataan rencana pinjaman daerah Lamteng ke PT Sarana muti Infrastruktur (MSI) sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2018.
Diketahui vonis yang diterima Mustafa jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa yakni 4,6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Mustafa dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Atas putusan majelis hakim, Mustafa menyatakan menerima. Sementara kubu jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.
"Hasil diskusi dengan kuasa hukum saya, saya terima keputusannya," singkat Mustafa.