Warga Bandar Lampung di Sekitar Bantaran Rel KA Bersiap Kena Tarif Sewa
Warga yang tinggal di sekitar bantaran rel kereta api di Bandar Lampung siap-siap terkena tarif sewa lahan.
Penulis: Eka Ahmad Sholichin | Editor: Yoso Muliawan
LAPORAN REPORTER TRIBUN LAMPUNG EKA AHMAD SHOLICHIN
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Warga yang tinggal di sekitar bantaran rel kereta api di Bandar Lampung siap-siap terkena tarif sewa lahan. Grondkaart atau peta tanah zaman Belanda akan menjadi dasar penarikan biaya sewa lahan aset PT KAI Divisi Regional IV Tanjungkarang.
"Penerapan penarikan biaya sewa di Bandar Lampung sebenarnya sudah lama. Tapi, kami akan sosialisasikan lagi kepada warga di sepanjang bantaran rel KA," kata Sapto Hartoyo mewakili Bidang Hubungan Masyarakat PT KAI Divre IV Tanjungkarang, Jumat (17/8/2018).
Sapto menjelaskan, penentuan tarif sewa akan menyesuaikan dengan nilai jual obyek pajak lahan. Semakin rendah nilai NJOP, menurut dia, biaya sewa akan rendah pula.
Ia mencontohkan seperti di Desa Rengas, Kecamatan Bekri, Lampung Tengah, yang tarifnya beberapa puluh ribu rupiah per bulan.
"Kami saja, pegawai PT KAI yang menempati rumah perusahaan, kena tarif sewa Rp 750 ribu per bulan. Sementara yang menempati tanah luas, bayarnya juga murah," ujar Sapto.
Ia mengungkapkan, dasar permintaan tarif sewa rumah atau tanah itu adalah grondkaart atau peta tanah buatan zaman Belanda.
"Grondkaart itu sebagai bukti kepemilikan atas tanah BUMN (badan usaha milik negara). Contohnya, aset tanah PT KAI atau PT PLN di berbagai daerah," katanya.
Warga Menolak
Sementara beberapa warga di sekitar rel KA menolak kebijakan PT KAI yang menerapkan tarif sewa lahan. Warga di dekat rel KA di RT 3, Lingkungan I, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Labuhan Ratu, misalnya. Mereka menyatakan telah puluhan tahun menempati lahan di bantaran rel.
"Kami pastinya menolak kalau ada biaya sewa. Kami tinggal di tanah ini sudah lama, sudah puluhan tahun. Kakek nenek kami sudah dari tahun 50-an di sini," kata Ridwan, seorang warga, Jumat.
Ridwan mengakui ia dan beberapa warga lainnya tidak memiliki sertifikat tanah di dekat rel KA. Namun, menurut dia, PT KAI tidak serta merta harus menerapkan tarif sewa.
"Kami kan punya hak sebagai warga negara. Sesuai amanat Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," jelas Ridwan.
PT KAI, menurut Ridwan, sudah pernah berencana menerapkan biaya sewa lahan. Namun, kata dia, warga tidak menanggapinya.
Senada, Deki, warga lainnya, menyatakan tidak akan mau membayar tarif sewa lahan.