Gempa Donggala Palu

Inilah 3 Kisah Warga Lampung yang Selamat dari Musibah Gempa dan Tsunami di Palu dan Donggala

Musibah gempa bumi 7,4 SR dan tsunami yang melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, 28 September 2018 lalu ternyata dialami oleh warga Lampung.

Penulis: Teguh Prasetyo | Editor: Teguh Prasetyo
Kolase Tribun Lampung - Wanita asal Lampung Fitri Leonica selamat dari reruntuhan Hotel Roa Roa pasca gempa di Palu. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Musibah gempa bumi 7,4 SR dan tsunami yang melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, 28 September 2018 lalu ternyata dialami oleh warga Lampung. 

Tercatat ada tiga warga Lampung yang menjadi saksi dari dahsyatnya bencana yang menimpa masyarakat Palu dan Donggala tersebut. 

Baca: Di Tengah Duka, Korban Gempa Tsunami Palu Lahirkan Bayi Kembar Tiga

Tiga warga asal Lampung yang menjadi survivor selama bencana tersebut diantaranya adalah :

1. Agus Supriyanto

Agus Supriyanto (44) merupakan warga Kelurahan Yukum Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah yang beruntung dapat selamat meski sempat terjebak dalam reruntuhan puing-puing bangunan.

Agus Supriyanto berada di depan Masjid Apung Palu, Minggu, 30 September 2018. Pasca diterjang tsunami,masjid ini tetap berdiri kokoh, meski mengalami kerusakan serius.
Agus Supriyanto berada di depan Masjid Apung Palu, Minggu, 30 September 2018. Pasca diterjang tsunami,masjid ini tetap berdiri kokoh, meski mengalami kerusakan serius. (Istimewa)

Kepada Tribun Lampung, pria yang bekerja di sebuah perusahaan konstruksi itu mengisahkan detik-detik peristiwa dramatis yang dialaminya.

Agus mengaku berada di Palu karena terlibat pembangunan Asrama Haji Transit yang berlokasi di Jalan WR Supratman, Lere, Palu.

Asrama Haji Palu
Asrama Haji Palu (Istimewa)

Agus mengatakan, sebelum bencana itu melanda, sekitar dua pekan sebelumnya sudah terjadi gempa bermagnitudo 5,1. Gempa tersebut terjadi dua kali.

Kemudian pada Jumat, 28 September 2018 sore, tepatnya pukul 15.20 WITA, Palu kembali diguncang gempa.

”Waktu itu kejadiannya setelah azan Asar. Tapi nggak terlalu besar. Posisi saat itu saya dan rekan-rekan masih di dalam gedung asrama haji,” beber Agus via telepon, Senin, 1 Oktober 2018.

Barulah menjelang Magrib, terus Agus, gempa kedua datang lagi. Namun, kali ini guncangannya sangat dahsyat.

Gempa bermagnitudo 7,4 itu terjadi sekitar 10 detik. Tapi durasi tersebut sudah cukup untuk meluluhlantakkan seluruh bangunan yang ada di Palu dan Donggala.

”Waktu kejadian gempa yang besar itu, kita para pekerja sudah jam pulang. Saya sendiri waktu itu posisi di dalam ruangan tempat wudu Masjid Agung Babussalam Palu,” ungkap Agus.

Masjid Babussalam
Masjid Babussalam (Istimewa)

Masjid Agung Babussalam berlokasi tak jauh dari Asrama Haji Palu, yakni sekitar 200 meter.

Saat hendak mengambil air wudu itulah Agus merasakan guncangan yang sangat hebat.

”Saya sempat terjebak karena saat itu mau ambil air wudu. Di dalam diombang-ambing sama gempa. Saat mau keluar, saya lihat material gedung masjid pada runtuh,” terus Agus.

Baca: Gubernur Ridho Siapkan Bantuan untuk Korban Gempa dan Tsunami di Palu

Beruntung, Agus selamat dari reruntuhan bangunan karena berlindung di bawah atap berkonstruksi beton.

Tempat wudu di Masjid Babussalam Palu. Di tempat inilah Agus berlindung saat gempa mengguncang Palu pada Jumat, 28 September 2018 lalu.
Tempat wudu di Masjid Babussalam Palu. Di tempat inilah Agus berlindung saat gempa mengguncang Palu pada Jumat, 28 September 2018 lalu. (Istimewa)

”Karena saya tahu di atap masjid itu ada yang dicor atapnya. Jadi saya berlindung di sudut ruangan itu,” jelasnya lagi.

Setelah gempa reda, Agus berniat keluar dari ruangan itu. Namun, ia terjebak di dalam karena pintu tertimpa material reuntuhan bangunan.

”Karena takut ada gempa susulan, saya akhirnya merusak plafon masjid. Karena ada celah untuk keluar,” tambah Agus.

Berhasil keluar dari masjid, Agus hendak kembali ke asrama haji untuk melihat kondisi rekan-rekannya.

Belum sampai di tempat tujuan, Agus mendengar suara orang minta tolong.

Setelah mencari asal suara, Agus menemukan seorang pria dalam kondisi terluka parah.

”Rupanya muazin (juru azan) yang azan untuk Masjid Agunģ. Akhirnya bisa kita selamatkan,” ujar Agus.

Sayangnya, kata Agus, muazin tersebut mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 23.00 karena tidak ada tenaga medis yang menanganinya.

”Setelah itu, saya lari ke proyek. Alhamdulillah, rekan kerja udah pada keluar semua dan selamat,” lanjut Agus.

Tak lama kemudian, datang gempa susulan. Saat itulah Agus mendapatkan informasi gempa tersebut disertai tsunami.

Agus dan rekan-rekannya berlari menjauhi pantai. Mereka pun selamat.

Jembatan Kuning Palu patah setelah dihantam gempa.
Jembatan Kuning Palu patah setelah dihantam gempa. (Istimewa)

Saat ini, kata Agus, kondisi di Palu dan sekitarnya masih mencekam.

Ketiadaan listrik, sarana komunikasi, air bersih, makanan, dan lainnya membuat warga korban gempa hidup dalam keterbatasan.

”Kami terisolasi di sini. Kami gak bisa ke mana-mana. Jalan-jalan rusak. Landasan pacu di bandara (Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie) aja retak-retak. Yang bisa mendarat cuma (pesawat) Hercules,” terangnya.

Akibatnya, kata Agus, penjarahan toko waralaba terjadi di mana-mana. ”Saat ini terjadi penjarahan di mana-mana, seperti Alfamidi, Matahari Hypermart, dan lainnya,” tambah Agus.

Baca: Sepekan Jelang Lamar Kekasih, Brigadir Sukamiarta Jadi Korban Gempa dan Tsunampi Palu

2. Fitri Leonica

Fitri Leonica (25) merupakan salah satu warga Lampung yang menjadi survival gempa di Kota Palu.

Fitri merupakan salah satu tamu Hotel Roa-roa, Kota Palu, Sulteng, yang menjadi korban runtuhan bangunan kini berhasil dievakuasi, Minggu (30/9/18) sore.

Ia mulai dievakuasi sejak pukul 16.30 Wita dan baru bisa dikeluarkan dari runtuhan bangunan tepat pukul 20.00 Wita.

Fitri mampu bertahan selama tiga hari tanpa makan dan minum dalam konsidisi terjepit reruntuhan bangunan.

Air mata Fitri tumpah saat berhasil dievakuasi keluar dari runtuhan bangunan.

Sayangnya kesedihan Fitri bertambah saat mengetahui suami tercinta tak bisa diselamatkan.

Suaminya sudah meninggal dan belum dapat dievakuasi karena terkendala alat berat.

Usai dievakuasi Fitri langsung diperiksa sejenak oleh tim dokter.

Kemudian ia dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk mendapatkan perawatan intensif.

Tampak sejumlah luka pada kedua tangan dan kaki Fitri akibat tertimpah runtuhan beton.

Fitri dievakuasi dari kamar 209 Hotel Roa-roa.

Fitri ditemukan karena teriak-teriak minta air dan makanan.

Baca: Setelah Gempa Landa Palu dan Donggala, Facebook Rilis Fitur Khusus Bencana Bernama Safety Check

Fitri Leonica (25) berhasil dievakuasi dari runtuhan bangunan Hotel Roa-roa Palu Minggu (30/9/2018) tepat Pukul 16.00 wita.
Fitri Leonica (25) berhasil dievakuasi dari runtuhan bangunan Hotel Roa-roa Palu Minggu (30/9/2018) tepat Pukul 16.00 wita. (nurhadi/tribunsulbar.com)

Hotel Roa-roa ambruk total saat Palu dan Donggala diguncang gempa 7,4 SR yang berpusat di Donggala dengan kedalaman 10 km atau 27 km timur laut

Belum diketahui apakah korban mengalami patah tulang atau tidak.

Namun ia tampak sangat lemas atau tak berdaya.

Fitri adalah korban ketujuh yang berhasil dievakuasi dengan selamat dari runtuhan bangunan Hotel Roa-roa.

Sementara dua korban meninggal dunia juga berhasil dievakuasi.

Hingga saat ini petugas Basarnas masih berusahan melakukan evakuasi dengan alat manual karena masih terkendalam alat berat.

LIhat di bawah ini evakuasi penyelamatan Fitri :

Baca: Pasca Gempa dan Tsunami di Palu serta Donggala, Harga Air Mineral Sentuh Rp 50 Ribu. Miris Banget!

3. Muhammad Rezza

Perasaan takut dan khawatir tidak hanya dialami warga Sulawesi Tengah saat kota mereka diterjang gempa bumi disertai tsunami Jumat (28/9/2018) lalu.

Masyarakat yang berada di luar Sulawesi Tengah namun memiliki keluarga di Palu pun merasakan ketegangan serupa.

Hal ini seperti dialami Debby Merliana beserta keluarganya di Bandar Lampung.

Saat gempa disertai tsunami tersebut, adik mereka, Muhammad Rezza (27), sedang bertugas di Palu.

Rezza merupakan anggota TNI Angkatan Laut yang bertugas di Donggala, Sulawesi Tengah.

Debby Merliana menuturkan, saat peristiwa terjadi, adiknya sempat menelepon ke Bandar Lampung untuk meminta maaf dan mendoakannya.

Hal itu dilakukan Rezza seraya berlari menaiki gunung di dekat tempatnya bertugas. "Alhamdulillah adik saya selamat.

Kami seluarga di Lampung sempat was-was, gak bisa tidur seharian, karena saat tsunami, malam itu dia telepon minta maaf, minta doa.

Saat nelepon kami dengar suara dia teriak-teriak Allahu Akbar...Allahu akbar...," ujar Debby, kakak kandung M Rezza, kepada Tribun, Minggu (30/9/2018).

Baca: Mengerikan, Inilah Video Detik-detik Rumah Roboh dan Ambles Akibat Gempa Palu Donggala 7,4 SR

Menurut Debby, seusai adiknya menelpon Jumat malam tersebut, komunikasi mereka terputus.

Setelah itu tidak ada kabar apapun tentang keberadaan adik bungsunya tersebut.

Baru pada Sabtu sekitar pukul 11.10 WIB, adiknya mengabarkan bahwa ia selamat dan dalam keadaan sehat, melalui pesan singkat ke ponselnya.

"Kami keluarga di Lampung saat itu hanya berdoa, menyerahkan semua kepada Allah yang maha kuasa. Ibu saya dan kami semua gak tidur seharian. Alhamdulilah, Sabtu siang, adik saya kasih kabar lewat SMS. Dia bilang selamat, dan sehat-sehat. Dan kami juga tidak bisa kontak, hanya SMS saja," ungkapnya.

Perempuan yang berprofesi sebagai guru TK ini, mengakui bahwa saat terjadinya gempa yang disertai tsunami, ia sempat memposting foto Rezza di wall media sosial miliknya untuk memohon doa atas keselamatan adiknya yang baru menikah satu tahun lalu.

Debby mengungkapkan, adiknya tersebut sebelum bertugas di Donggala Sulawesi Tenggah sempat bertugas di KoArmabar TNI Angkatan Laut Jakarta, dan masuk TNI AL pada tahun 2010, dengan pangkat saat ini sersan satu. (*)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved