Bocah-bocah Kuat yang Bertahan di Tengah Pengungsi Gempa dan Tsunami Palu
Bocah-bocah Kuat yang Bertahan di Tengah Pengungsi Gempa dan Tsunami Palu
"Udara memang panas dan kering, orang dewasa saja tidak tahan. Bagaimana dengan bayi-bayi ini?" ungkap Evi khawatir.
Berbeda dengan Nuzul yang sudah biasa minum ASI yang dibantu susu formula. Di pengungsian ini serba terbatas, tidak tersedia jenis susu yang biasa dikonsumsi bayi-bayi lucu ini.
Mau membeli pun tidak ada toko yang buka, bahan bakar juga langka, transportasi sangat mahal saat ada musibah ini.
Untuk bisa menghasilkan air susu, kaum wanita ini dituntut sehat dengan mengonsumsi makanan yang bergizi tinggi.
Namun faktanya di tempat yang panas ini makanan yang disajikan serba darurat.
Nasi dengan lauk apa adanya, setiap hari. "Untung ada layanan kesehatan, setidaknya bisa mengetahui kondisi kesehatan bayi kami," tutur Evi.

Doa ibu Jika malam tiba, bayi-bayi mungil ini tidur di tenda yang penuh sesak dengan saudara mereka.
Mereka tidur hanya beralas tikar dan kasur tipis sementara atap hanya ada terpal plastik yang dibentang, tanpa dinding sehingga angin yang membawa debu bebas keluar masuk.
Inilah yang membuat bayi-bayi ini mulai ingusan dan rewel.
"Kami tidak tahu berapa lama akan begini, gempa susulan yang setiap hari terjadi terus menghantui," ujar Rafika.
Bayi-bayi ini memang belum memahami apa yang terjadi, namun mereka turut merasakan dampaknya.
Namun para ibu terus melayangkan doa dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik bagi bayi-bayi mereka.
"Kami berharap tidak ada lagi gempa susulan, supaya kami senang, fokus membangun rumah yang sudah ambruk " kata Rafika sambil mengusir 3 ekor kambing yang hendak masuk ke tenda.
Bayi-bayi Balaroa adalah saksi betapa fenomena alam ini sungguh memilukan.
Namun mereka tidak menyerah, ibu-ibu mereka mengajarkan untuk terus bersemangat meskipun panas matahari telah membakar kulit mereka.