Jaksa KPK Hadirkan Saksi Zainudin Hasan dan Zulkifli Hasan di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang
Dua di antara tujuh saksi yang dihadirkan adalah Zainudin Hasan Bupati Lampung Selatan non aktif dan Zulkifli Hasan Ketua MPR RI.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Safruddin
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang kembali menggelar sidang perkara kasus dugaan suap proyek di Lampung Selatan dengan terdakwa Gilang Ramadhan, Rabu 31 Oktober 2018.
Persidangan yang dipimpin Majelis Hakim Mien Trisnawaty mengagendakan keterangan saksi yang di hadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI.
Menurut JPU KPK Taufiq Ibnugroho kali ini saksi yang dihadirkan ada tujuh orang.
"Hari ini kami hadirkan tujuh orang saksi," ungkap Taufiq.
Kata Taufiq, dua diantara ketujuh saksi tersebut adalah Zainudin Hasan Bupati Lampung Selatan non aktif dan Zulkifli Hasan Ketua MPR RI.
Baca: Dieksekusi Mati Diam-diam, Inilah Kasus yang Menjerat Tuty Tursilawati di Arab Saudi
"Hari ini yang jadi saksi itu Zainudin Hasan. Zulkifli juga diundang jadi saksi tapi kita tunggu saja," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, terdakwa Gilang Ramadhan merupakan bos dari CV 9 Naga yang terciduk dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Pada Kamis 11 Oktober 2018, Gilang menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang.
Persidangan tindak pidana korupsi, yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Mien Trisnawaty.
Dalam persidangan Gilang didampingi Penasehat Hukum (PH) Luhut Simanjutak.
Gilang didakwa telah melakukan gratifikasi untuk mendapatkan 15 paket proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan dengan total Rp 1,4 miliar.
Adapun pasal yang disangkakan kepada terdakwa Gilang, yakni pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebelumnya 4 Saksi
Pada sidenga Rabu, 24 Oktober 2018, Jaksa KPK menghadirkan empat saksi.
Mereka adalah anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho, Kadis PUPR Lamsel Anjar Asmara, Kadisdik Lamsel Thomas Americo, dan Kabid Pengairan Dinas PUPR Lamsel Sahroni.
Dalam sidang, keempat saksi mengungkap beberapa fakta yang belum pernah terungkap.
Dalam sidang itu , jaksa penuntut umum Wawan Yurwanto sempat menanyakan nominal uang setoran fee proyek yang diterima dan dikumpulkan Agus BN lalu disetorkan kepada Zainudin Hasan selama periode 2016-2018.
Pasalnya, berdasarkan BAP, nilai totalnya mencapai Rp 54 miliar.
Dengan rincian Rp 26 miliar pada tahun 2016, Rp 20 miliar tahun 2017, dan Rp 8 miliar tahun 2018.
Namun, Agus mengaku lupa nilai dan rinciannya. "Saya kurang tahu berapa. Tapi banyak dan saya lupa rinciannya,” ungkapnya.
Agus pun mengakui uang yang disetorkan kepada Zainudin Hasan merupakan setoran proyek yang didapat dari Anjar Asmara dan Thomas Americo.
Bahkan, sebagian uang itu digunakan untuk membiayai keperluan Zainudin Hasan, seperti perawatan kapal pesiar, untuk membeli cottage di Tegas Mas, dan membeli ruko.
Baca: Cewek Cantik Ini Rela Peluk Kuda Demi Bangun Chemistry dengan Tunggangannya
"Ada untuk uang perawatan kapal pesiar, cottage di Tegal Mas, dan beli ruko," ungkapnya.
Dalam kesaksiannya, Agus BN terlihat tenang.
Bahkan, ia mengungkapkan aliran uang sebesar Rp 2,5 miliar untuk para wakil rakyat di Lampung Selatan.
Uang itu diberikan dalam dua tahap atas perintah Zainudin Hasan.
"Saya kasih dua tahap. Rp 2 miliar untuk ke seluruh anggota DPRD. Rp 500 juta ke Ketua DPRD Lamsel Pak Rosadi. Kata Bapak (Zainudin), uang itu dimasukkan supaya mereka tidak ribut," jelas Agus.
Mendengar jawaban tersebut, jaksa Wawan Yurwanto bertanya lebih rinci kepada Agus untuk menanyakan uang apa yang dimaksud.
"Apa itu semacam uang diam saat ketuk palu?" tanya Wawan. Agus pun menjawab singkat. "Iya. Semacam itu," ujarnya.
Sementara Kadis PUPR Lamsel Anjar Asmara dalam kesaksiannya mengungkap adanya 250 paket proyek yang merupakan jatah anggota DPRD Lampung Selatan dan Wakil Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto.
"(250) Paket proyek itu ada jatah punya anggota dewan. Dewan di sana ada 50 anggota. Terus ada juga jatah untuk wakil bupati," ungkap Anjar.
Mendengar jawaban Anjar, hakim ketua Mien Trisnawati menanyakan atas perintah siapakah Anjar bekerja.
Ia pun mengaku bekerja atas perintah pimpinan. ”Itu atas perintah siapa?” cecar Mien.
"Pimpinan saya, Pak Bupati. Itu semua atas instruksi Pak Bupati," kata dia. Mendengar jawaban Anjar, hakim pun menanggapinya.
Baca: Kenang Masa Lajang Maia Estianty, Intip Transformasi Istri dari Irwan Mussry Sejak Kecil
”Enak sekali ya bisa seperti itu. Ada 250 paket proyek. Sudah ada jatah-jatahnya," kata hakim.
Anjar pun mengakui proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan semuanya sudah diatur. Ia yang mengaturnya atas perintah bupati.
“Semua floating, lelang, itu sudah diatur atas instruksi saya. Itu semua perintah Pak Bupati,” ucapnya.
JPU Wawan juga sempat menanyakan kepada Anjar terkait keterlibatan Agus BN dalam perkara tersebut.
“Terus apa hubungannya semua proyek ini dengan Agus Bhakti Nugroho?” tanya Wawan.
“Kalau soal itu, saya tidak tau, Pak. Tapi, saya tau Pak Agus itu pembantunya Pak Bupati sebelum dia menjadi anggota DPRD,” kata Anjar.
JPU pun mempertanyakan alasan Anjar tetap melanjutkan proyek dengan istilah kocok bekem tersebut.
“Anda tau ini salah. Ada tidak upaya untuk menolak permintaan bupati?” ujar JPU
Anjar pun mengatakan ia tidak berani menolak permintaan bupati. “Enggak, Pak. Saya nggak berani,” tukasnya.
Sementara Kabid Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan Sahroni dalam persidangan banyak mendapat sorotan dari hakim anggota Bahrudin Naim.
Pasalnya, kesaksiannya kerap bertele-tele dan tidak sesuai BAP.
Saat hakim menanyakan sejak kapan Sahroni mengenal terdakwa Gilang, ia mengaku kenal sejak tahun 2017.
Padahal, menurut majelis hakim, Sahroni dalam BAP-nya menyatakan mengenal Gilang sejak tahun 2015.
"Kenal dengan Gilang tahun 2017. Anda jangan bohong. Anda kenal dengan Gilang 2015 kan? Benar kan? Di BAP ini dijelaskan semua. Anda masih sehat kan? Masih waras kan? Tidak sakit?
Kalau kamu berangkat ke sini kepalamu terbentur, wajar jawab begitu. Berarti Anda kurang sehat," kata Bahrudin.
Hakim pun menanyakan apakah Sahroni yang mengenalkan Gilang dengan Agus BN.
Hal itu pun dibenarkan Sahroni. Kemudian Gilang diajak Agus bertemu bupati.
Sejak saat itu terjalin kerja sama soal proyek.
Baca: Kapolda Lampung Kunker ke Polres Lampung Selatan
Dalam sidang tersebut, jaksa KPK sempat memperdengarakan rekaman percakapan telepon antara Agus BN dan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan.
Dalam rekaman tersebut, Zainudin memerintahkan Agus menyelesaikan kegiatan Persatuan Tarbiyah Indonesia di Swiss-Belhotel menjelang detik-detik mereka diamankan oleh lembaga antirasuah itu.
Dalam rekaman tersebut, Agus BN diperintah menyelesaikan biaya 150 kamar hotel untuk kegiatan Perti di Swiss-Belhotel, yang dananya sebesar Rp 200 juta diambil dari dana operasional Dinas PUPR Lamsel.
Kadisdik Lampung Selatan Thomas Americo dalam kesaksiannya mengakui adanya pembelian cottage di Tegal Mas oleh Zainduin Hasan.
Uang pembelian aset tersebut merupakan uang pribadi Thomas yang didapat dari pinjam bank.
Mantan camat Kemiling ini meminjam uang sebesar Rp 200 juta ke Bank Pasar untuk membayar cottage milik Zainudin.
"Itu duit saya pinjam dari Bank Pasar. Ada buktinya kok. Itu bukan duit aneh-aneh," kata Thomas saat ditanya JPU terkait pembelian cottage di Tegal Mas.
Namun, jawaban Thomas terasa janggal. JPU menilai Thomas memiliki jiwa yang mulia karena rela meminjam uang hanya untuk menolong orang lain.
"Mulia sekali tindakan Anda ini. Pinjaman buat dikasih ke orang. Tolong yang logislah. Anda kan Kadis Pendidikan. Jangan buat keterangan yang aneh," kata Wawan.
Thomas pun meralat jawabannya. Dia mengatakan, semula duit itu dimaksudkan untuk membeli mobil.
Namun, karena takut jabatannya dicopot, dia menyerahkan uang itu kepada Zainudin untuk membeli cottage.
"Salah saya. Awalnya itu saving dan beli mobil. Tapi karena takut, saya kasih saja," ujar dia.
Uang Rp 200 juta tersebut diberikan Thomas kepada Agus Bhakti Nugroho. Agus pun mengamininya. (nif)