Bocah 8 Tahun Dibakar Kakinya dan Disuruh Minum Air Kencing, Pelakunya Ternyata Teman Sendiri

Bocah 8 Tahun Dibakar Kakinya dan Disuruh Minum Air Kencing, Pelakunya Ternyata Teman Sendiri

(Tribun Medan)
Bocah Persekusi Terbaring 

"Kalau nanti seandainya benar anak itu ada di suruh saya minta pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini. Kalau benar anak saya di bakar ada suruhan. Saya minta polisi menjalankan tugas menghukum otak dari pelaku. Karena tidak lagi mungkin menghukum anaknya karena di bawah umur. Karena anakku trauma pasca kejadian. Tiap dia tidur tidak pernah lagi nyenyak, sering terkejut dan mengigau," pungkas URA.

Penganiayaan Berat?

Tim Advokasi Satgas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Sumut, Muslim Harahap mengatakan apabila pelakunya orang dewasa, maka berdasarkan hukum kasus ini termasuk dalam kategori penganiayaan berat.

"Dalam UU perlindungan anak pasal 80 ayat (3) pelaku pidana terhadap anak yang kategori penganiayaan berat. Apalagi ia dalam kondisi bukan anak yang normal.

Karena dalam hukum seharusnya korban dilindungi secara khusus.

Pelaku anak seperti ini seharusnya mendapatkan hukuman tambahan. Selain adanya pidana pokok," kata Muslim, Sabtu (10/11/2018)

"Namun, karena pelaku tidak bisa dijerat dengan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) UU no 11 tahun 2012.  Karena batas umur disitu, umur 12-14 itu tindakan dan umur 14-18 itu baru bisa hukuman badan, itupun kalau ancaman pidana diatas 7 tahun. Kalau dibawah ancaman pidana 7 tahun wajib diversi (pengalihan penyelesaian ke perkara dari proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana) dan restorative justice (upaya memulihkan atau mengembalikan kerugian kerugian atau akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana.  Dalam hal ini pelaku di beri kesempatan untuk dilibatkan dalam pemulihan tersebut)," terang Muslim.

Masih kata Muslim, cara penyelesaian kasus seperti ini karena pelaku masih anak-anak, harus ada penelitian Dinas Sosial (Dinsos) supaya sesuai. Katakanlah pelaku mendapatkan perlakuan salah dari orangtuanya, maka si anak harus direhabilitasi.

Secara psikologis harus mendapatkan perlakuan yang lebih baik. Karena kalau dibiarkan bakal akan semakin menjadi-jadi.

"Ibaratnya seperti bully tapi ini sudah keterlaluan. Karena kalau bully dilakukan oleh banyak orang.  Maka Dinsos harus ambil sikap, karena itu kategori anak yang harus mendapatkan pendampingan sosial. Dinsos harus bekerjasama dengan Dinkes melalui psikolog rumah sakit," ujar Muslim.

Terkait ada dugaan cara pelaku W membakar korban MAS, menggunakan bensin karena ada dugaan dia mencontoh abangnya. 

Muslim menyebutkan bahwa berdasarkan kebiasaan hukum positif atau hukum yang berlaku di masyarakat.

Bagaimana hukum positif memandang kasus ini. Jadi ketika si anak berlaku kepada anak lainnya. Anak itu berarti mencontoh orang dewasa.

"Contohnya sama dengan modelnya orang dewasa membiarkan di hpnya ada pornografi. Kemudian anak-anak memperhatikan itu. Yang salah tetap yang punya pornografi. Jadi ketika si anak mendapatkan perlakuan yang salah dari abangnya berupa perilaku negatif, maka itu termasuk dalam kategori turut serta melakukan kejahatan. Ia bakal dijerat dengan KUH Pidana pasal 55 turut serta membantu melakukan kejahatan," urai Muslim.

Muslim menambahkan, secara hukum juga di pasal 13 UU No 35 ada disebutkan masyarakat, keluarga dan orang tua bertanggungjawab anak untuk menghindari tindakan dari diskriminasi, penelantaran, kekerasan, kekejaman dan perlakuan salah.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved