Seno Aji, Caleg Tersangka Dugaan Pelecehan Topi Adat: Ada Hikmah bagi Saya
Tersangka dugaan pelecehan topi adat Lampung Saibatin, Seno Aji, akhirnya buka suara terkait kasus yang menimpanya.
Penulis: Eka Ahmad Sholichin | Editor: Yoso Muliawan
Meskipun demikian, ungkap Panglima Alif Jaya, pihak adat yang mengikuti pertemuan itu belum mengambil keputusan.
"Karena ini menyangkut keluarga besar, maka masih akan ada musyawarah bersama para pangeran," ujarnya. "Saran paduka, kalau yang bersangkutan minta maaf, harus kami maafkan. Tapi, bukan berarti menghentikan proses hukum. Permintaan maaf pun ada prosesi adat dan ada tahapannya," imbuh Panglima Alif Jaya.
Kejati Kembalikan Berkas
Kejaksaan Tinggi Lampung telah menerima pelimpahan berkas dari Polda Lampung terkait kasus dugaan pelecehan topi adat Lampung. Namun, kejati mengembalikan berkas itu dengan alasan belum lengkap.
"Polda sudah mengirim berkas atas nama Seno Aji ke kejati. Itu benar. Jaksa memiliki waktu 14 hari untuk meneliti berkas perkara," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Lampung Agus Ari Wibowo, Jumat (16/11/2018). "Tapi, jaksa mengembalikan berkas ke polda," sambungnya.
Terkait apa yang belum lengkap dari berkas perkara tersebut, Ari tidak menjelaskan secara rinci.
"Petunjuk selengkapnya, di penyidik. Jaksa masih punya waktu dalam tujuh hari," ujarnya.
Hati-hati Bicara SARA
Masyarakat harus cerdas menggunakan media sosial maupun aplikasi percakapan. Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung Toni Wijaya menjelaskan, masyarakat mesti memperhatikan secara seksama apa yang menjadi konteks dari unggahan di medsos maupun grup-grup aplikasi percakapan.
"Jangan sampai melakukan tindakan spontan yang akhirnya merugikan diri sendiri," kata Toni. "Apalagi bagi pejabat publik ataupun calon pejabat publik. Secara tidak sadar, pejabat publik ataupun calon pejabat publik akan menjadi sorotan," imbuhnya.
Kalaupun ingin membicarakan tentang SARA (suku, agama, ras, antargolongan), Toni berpesan agar setiap orang berhati- hati dan memperhatikan etika.
"Cermati tulisan ataupun gambar. Sebab, walaupun bercanda, bisa saja bermasalah," ujarnya. "Etika itu sama halnya dengan moralitas," sambung Toni.
Selain itu, jelas Toni, ada pula regulasi berupa Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Kalau sudah melanggar etika ketika mengunggah tulisan ataupun gambar, maka pasti akan dekat dengan hukum. Makanya, dalam literasi bermedia sosial itu, ada juga etika hukum," katanya.