8 Fakta Kerusuhan di Papua yang Sebabkan 31 Pekerja Jembatan Tewas Dibunuh KKB Egianus Kogoya
Sebanyak 31 pekerja jembatan di Papua dibunuh oleh Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB pimpinan Egianus Kogoya, pada Minggu (2/12/2018).
Kemudian 8 orang sempat menyelamatkan diri ke rumah keluarga anggota DPRD.
“Informasinya 24 orang dibunuh di kamp. Lalu ada 8 orang yang sebelumnya berhasil menyelamatkan diri ke salah satu rumah keluarga anggota DPRD setempat. Kini informasinya 7 orang di antara mereka juga sudah meninggal dunia dan 1 orang berhasil melarikan diri,” ungkapnya.
3. Pembantaian dilakukan oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya
Kodam XVII/Cendrawasih menegaskan Kelompok Kriminal Sipil Bersenjata (KKSB) di Kabupaten Nduga bertanggung jawab atas pembantaian 31 pekerja pembangunan jembatan di Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua.
Kelompok ini dipimpin Egianus Kogoya.
Diketahui Egianus Kogoya selama ini disebut aparat kepolisian dan TNI memiliki catatan rapor merah dengan serangkaian aksi penembakan.
Selain itu, Dax menyebutkan bahwa Egianus bersama 40 orang pengikutnya juga menyerang Pos TNI di Mbua yang jaraknya 2 jam berjalan kaki dari Yigi, lokasi pembantaian 31 pekerja pembangunan jembatan.
“Jadi kemarin mereka juga menyerang pos TNI dan satu orang prajurit kita gugur dan satu luka-luka,” ungkapnya, Selasa (4/12/2018).
• Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya Dikepung Polisi, Tawaran Pemkot Surabaya Ditolak
4. 150 personel dikerahkan untuk memburu KKB
Sebanyak 150 personel aparat gabungan dari TNI dan Polri telah diberangkatkan ke Kali Yigi - Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, Selasa (4/12/2018).
Keberadaan aparat TNI dan Polri di Nduga guna mengecek informasi adanya 31 pekerja PT Istaka Karya, yang mengerjakan pembangunan jembatan di Kali Yigi - Kali Aurak tewas dibunuh anggota KKB.
5. Lokasi kejadian terpencil dan tak ada jaringan seluler
Menurut Wakapolres Jayawijaya Kompol A Tampubolon, untuk sampai ke lokasi kejadian dari Wamena ibu kota Kabupaten Jayawijaya perlu perjalanan sekitar delapan jam dengan menggunakan kendaraan.
Setelah itu, perjalaan dilanjutkan dengan berjalan kaki beberapa kilometer.
“Lokasi di sana tidak ada sinyal. Jalan mulai dari kilometer 46 sudah tidak beraspal dan menanjak. Di sana cuaca dingin, sekitar enam derajat celcius. Ini menjadi tantangan buat anggota di lapangan untuk menuju ke sana,” jelasnya.