Suami Inneke Koesherawati Sewakan Bilik Asmara di Lapas Sukamiskin dengan Tarif Rp 650 Ribu
Suami Inneke Koesherawati itu menyewakan bilik asmara yang dilengkapi tempat tidur di Lapas Sukamiskin.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDUNG - Terpidana korupsi Fahmi Darmawansyah disebut menyewakan bilik asmara.
Suami Inneke Koesherawati itu menyewakan bilik asmara yang dilengkapi tempat tidur di Lapas Sukamiskin.
Hal tersebut diketahui dalam persidangan kasus suap kepada Kepala Lapas Sukamiskin Bandung, Wahid Husein, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, pada Rabu (5/12/2018).
Fahmi Darmawansyah telah dua kali terlibat kasus korupsi.
Kasus suap terhadap Kepala Lapas Sukamiskin Bandung menjadi kasus terbaru yang menjerat Fahmi.
Dakwaan jaksa pada sidang pertama Wahid Husein, menyebut Fahmi mendapat fasilitas istimewa di dalam tahanan.
Sementara dalam kasus suap pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla), Fahmi telah menerima vonis, pidana 2 tahun 8 bulan sejak Juni 2017.
• Seharga Ratusan Juta, Kamar Suami Inneke Koesherawati di Lapas Sukamiskin
Fakta mengejutkan diungkap jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Trimulyono Hendardi pada sidang kasus suap kepada Kepala Lapas Sukamiskin.
Ia menyebutkan bahwa Kalapas Wahid Husein membolehkan terpidana Fahmi, yang merupakan suami Inneke Koesherawati, membangun saung atau gubuk, dan kebun herbal di dalam areal Lapas Sukamiskin.
Fahmi juga mendapat izin membangun ruangan berukuran 2x3 meterpersegi, yang dilengkapi dengan tempat tidur, biasa disebut sebagai bilik asmara para terpidana dengan suami atau istri, saat berkunjung.
"Salah satunya untuk melakukan hubungan badan suami istri, baik itu dipergunakan Fahmi saat dikunjungi istrinya (artis Inneke Kusherawati), maupun disewakan Fahmi kepada warga binaan lain dengan tarif sebesar Rp 650 ribu. Sehingga, Fahmi mendapatkan keuntungan yang dikelola oleh Andri," ujar Trimulyono Hendardi, dalam sidang perdana.
"Keistimewaan apa lagi yang diberikan Wahid pada Fahmi?"
Jaksa menyebut, Fahmi mendapatkan kemudahan dari Wahid dalam hal izin berobat ke luar lapas.
Misalnya, mengecek kesehatan secara rutin di dua rumah sakit di Bandung.
Pelaksanaan izin berobat biasanya dilakukan setiap Kamis.
"Namun setelah berobat, Fahmi tidak langsung kembali ke lapas, melainkan mampir ke rumah kontrakannya di Perum Permata Arcamanik Blok F No 15-16 Sukamiskin, Pacuan Kuda, Bandung, dan baru kembali ke Lapas Sukamiskin pada hari Senin," kata Trimulyadi.
Kresno Anto Wibowo, jaksa lain KPK menuturkan, Fahmi juga menikmati fasilitas istimewa dibandingkan narapidana lainnya.
Kamar yang ditempati Fahmi dilengkapi berbagai fasilitas di luar standar kamar lapas.
"Antara lain dilengkapi televisi berikut jaringan TV kabel, AC, kulkas kecil, tempat tidur spring bed, furnitur dan dekorasi interior High Pressure Laminated (HPL). Fahmi juga diperbolehkan menggunakan telepon genggam (HP) selama di dalam Lapas," ujar Kresno Anto Wibowo.
Menurut dakwaan, Fahmi memiliki seorang asisten bernama Andri Rahmat, juga terdakwa dalam kasus tersebut namun berkasnya terpisah.
Andri merupakan terpidana yang meringkuk di Lapas Sukamiskin atas kasus pembunuhan, yang divonis 17 tahun penjara.
Fahmi juga didampingi asisten lainnya, seorang terpidana bernama Aldi Chandra.
"Oleh Fahmi, masing-masing asisten digaji Rp 1,5 juta per bulan. Terdakwa selaku Kalapas Klas 1 Sukamiskin mengetahui berbagai fasilitas yang diperoleh Fahmi namun terdakwa membiarkan hal tersebut terus berlangsung. Bahkan, Fahmi dan Andri diberikan kepercayaan untuk berbisnis mengelola kebutuhan para warga binaan di Lapas Sukamiskin, seperti jasa merenovasi kamar (sel) dan jasa pembuatan saung," ujar Kresno.
Jaksa menyebut, segala keperluan berobat Fahmi ke luar lapas tersebut disiapkan Andri Rahmat, asisten Fahmi.
Itikad tidak baik Wahid sudah tercermin sejak ia menjabat pertama kali di Lapas Sukamiskin.
Ia sempat mengumpulkan terpidana korupsi untuk berkenalan pada Maret 2018.
Namun setelah itu, perwakilan terpidana menemui Wahid secara khusus yang meminta kemudahan dalam izin keluar.
Uang dari 3 Koruptor
Mantan Kalapas Sukamiskin, Jawa Barat, Wahid Husein didakwa menerima hadiah berupa uang dan barang dari warga binaan (narapidana).
Sebagian besar penerimaan itu diterima Wahid Husein melalui Hendry Saputra selaku staf umum merangkap sopir Kalapas Sukamiskin.
Wahid dan Hendry sama-sama terdakwa namun penuntutannya secara terpisah.
Dalam surat dakwaan, jaksa menjabarkan penerimaan pertama dari narapidana Fahmi Darmawansyah berupa satu mobil jenis doubel cabin 4x4 merek Mitsubishi Triniton, sepasang sepatu boot, sepasang sandal merk Kenzo, satu tas clutch bag merk Louis Vuittong dan uang tunai Rp 39,5 juta.
Penerimaan kedua dari narapidana kasus korupsi Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan berupa uang yang jumlah keseluruhannya Rp 63,3 juta.
Wawan adalah seorang pengusaha asal Banten.
Ia adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dan suami dari Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmy Diany.
Suap ketiga diterima dari narapidana Fuad Amin Imron, berupa uang jumlah keseluruhannya Rp 71 juta dan mendapatkan fasilitas dipinjamkan mobil Toyota Innova serta dibayari menginap di Hotel Ciputra Surabaya, selama dua malam.
Fuad Amin Imron adalah politisi Partai Gerindra, Ketua DPRD Bangkalan dan mantan Bupati Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
Keseluruhan, jumlah uang yang diterima Wahid Husein dari ketiga terdakwa yakni Rp 173 juta.
Ia telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah atau janji.
"Padahal patut diduga bahwa sejumlah hadiah dari Fahmi, Tubagus Chaeri Wardhana, dan Fuad Amin bertentangan dengan kewajibannya," ucap jaksa Trimulyo.
Jaksa juga mengungkap suap berupa uang dan barang mewah dari Fahmi Dharmawansyah, Tubagus Chaeri Wardhana, dan Fuad Amin dimaksudkan agar mereka mendapatkan berbagai fasilitas istimewa di dalam lapas, termasuk penyalahgunaan dalam pemberian izin keluar dari lapas yang bertentangan dengan kewajiban Wahid Husein selaku Kalapas.
Usai pembacaan dakwaan, ketua majelis hakim yang memimpin persidangan, Daryanto memberikan kesempatan pada Wahid untuk mengomentari dakwaan jaksa.
"Saya mohon maaf, saya hanya manusia biasa, saya khilaf," ujar Wahid.
Wahid dan tim pengacaranya tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa KPK.
Saat meninggalkan ruang sidang, Wahid ditanya sejumlah wartawan.
Namun, ia tidak memberikan komentar apa pun.
"Nanti saja-nanti saja," kata dia.
Wahid Husein didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan primair Pasal 12 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.
• Rekam Jejak Fahmi Darmawansyah, Suami Inneke Koesherawati yang Diduga Menyuap Kalapas Sukamiskin
Dalam dakwaan subsider, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menerapkan dakwaan subsidair Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke - 1 juncto Pasal 65 aya 1 KUH Pidana.
Dua pasal di Undang-Undang Pemberantasan Tipikor itu pada pokoknya mengatur soal gratifikasi pada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji.
Ancaman pidananya terendah 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Suami Inneke Koesherawati Sewakan Bilik Asmara Lapas, Tarif Pakai Rp 650 Ribu