Tribun Bandar Lampung

Jaksa KPK: Zainudin Hasan Terima Uang Rp 106 Miliar Selama 3 Tahun Jabat Bupati Lampung Selatan

Zainudin Hasan selama menjabat tahun 2016 hingga 2018 telah menerima suap, gratifikasi, dan pendapatan tidak semestinya sebesar Rp 106 miliar.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Hanif Mustafa
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan (kedua kiri) tertunduk seusai menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 17 Desember 2018. Zainudin Hasan didakwa menerima uang hasil suap, gratifikasi, dan pendapatan tidak semestinya sebesar Rp 106 miliar. 

Jaksa KPK: Zainudin Hasan Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106 Miliar Selama 3 Tahun Jabat Bupati Lampung Selatan

Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Didakwa menyembunyikan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh selama menjabat bupati Lampung Selatan, Zainudin Hasan dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dalam dakwaan yang keempat, jaksa penuntut umum (JPU) KPK Hendra Eka Saputra menyebutkan terdakwa Zainudin Hasan selama menjabat tahun 2016 hingga 2018 setidaknya telah menerima suap, gratifikasi, dan pendapatan tidak semestinya sebesar Rp 106 miliar.

Adapun rinciannya yakni suap fee proyek Dinas PUPR Lampung Selatan sebesar Rp 72 miliar, gratifikasi melalui rekening sebesar Rp 7 miliar, dan keuntungan secara tidak sah dalam pemborongan pekerjaan proyek sebesar Rp 27 miliar.

"Yang diketahui atau patut dapat diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi sebagaimana pasal 2 ayat 1," ungkap Hendra dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 17 Desember 2018.

Merasa Dirampok di Siang Bolong, Zainudin Hasan: Saya Gak Miskin-miskin Amat

Hendra menjelaskan, terdakwa berusaha dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan dengan menggunakan nama orang lain.

"Pertama, menempatkan atau mentransferkan uang dengan menggunakan rekening milik orang lain," sebutnya.

Adapun penempatan uang ini di rekening milik Gatoet Soeseno di Bank Mandiri dengan nomor rekening 1010006541450 dalam kurun Februari 2016 hingga Juli 2018.

"Gratifikasi yang diterima Rp 100 juta per bulan dari PT Baramega Citra Mulia, dengan disamarkan seolah-olah sebagai gaji komisaris. Sehingga terdakwa seluruhnya menerima uang sebesar Rp 3 miliar dan secara bertahap ditransferkan ke rekening Mandiri nomor 1660001075142 atas nama Sudarman yang merupakan karyawan dari terdakwa," bebernya.

Kedua, kata Hendra, penempatan dan membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian kendaraan bermotor dengan menggunakan rekening milik orang lain. 

"Terdakwa juga menggunakan rekening Sudarman untuk menerima gratifikasi dari PT Citra Lestari Persada dengan jumlah Rp 4 miliar, untuk selanjutnya dibayarkan untuk pembelian kendaraan bermotor," lanjut jaksa.

Kendaraan bermotor yang dimaksud yakni dua unit Mitsubishi New Xpander 1.5L (4x2) Ultimate AT warna putih B 2789 SZQ dan B 2905 SZT senilai total Rp 491 juta, Mitsubishi All New Pajero Sport Dakar warna hitam B 1644 SJQ Rp 623 juta, Mercedes-Benz CLA 200 AMG B 786 JSC Rp 776 juta, Harley-Davidson warna putih B 6116 SS Rp 570 juta, dan pembayaran uang muka leasing Toyota Vellfire sebesar 30% (Rp 420 juta) dari harga Rp 1,4 miliar.

BREAKING NEWS - Dari 15 Proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan, Zainudin Hasan Raup Duit Rp 27 Miliar

"Ketiga, membelanjakan atau membayarkan uang dari Anjar Asmara dan Agus BN untuk pembelian mobil Mercedes-Benz S400 L AT nomor polisi B 2143 SBV dan mengatasnamakan kepada Sudarman," ucapnya.

Keempat, kata Hendra, terdakwa membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian saham di Rumah Sakit Airan Raya.

"Terdakwa melalui Agus BN melakukan penyetoran uang kepada pihak RS Airan ke rekening PT Airan Raya Medika di Bank BRI sebesar Rp 1 miliar, yang dananya bersumber dari Syahroni, yang merupakan uang fee terdakwa dari rekanan pelaksana proyek di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan tahun anggaran 2016. Adapun saham PT Airan Raya Medika menggunakan nama Rendy Zenata yang tidak lain anaknya," jelasn Hendra.

Kelima, kata Hendra, terdakwa membelanjakan uang dari Syahroni yang bersumber dari para rekanan yang mengerjakan proyek di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan TA 2016-2017 untuk kapal Johnlin 38 yang kemudian berganti nama Krakatau di galangan kapal Marathon Pacific Marine.

"Pembayaran sebesar Rp 550 juta dan melakukan kebutuhan perawatan kapal serta gaji selaku nakhoda kapal dengan jumlah keseluruhan dari bulan Januari 2017 sampai dengan bulan Juli 2018 sebesar Rp 362 juta, yang mana uang diperoleh dari penyisihan anggaran kantor Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan," sebutnya.

Keenam, terdakwa membelanjakan atau membayarkan pembelian unit aspalt mixing plant (AMP) baru untuk PT Krakatau Karya Indonesia (PT KKI) sebesar Rp 9 miliar.

Lalu membelanjakan atau membayarkan renovasi rumah pribadi terdakwa di Jalan Masjid Jami Bani Hasan No 1 Kedaton, Lampung Selatan, sebesar Rp 6 milar.

Ketujuh, terdakwa membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian pabrik beras CV Sarana Karya Abadi di Rawa Selapan, Candipuro, Lampung Selatan dan renovasi pabrik beras PT Putra Asli Lampung Selatan Indonesia (Palasindo) sebesar Rp 4 miliar.

BREAKING NEWS - Kembali ke Lapas Rajabasa Seusai Sidang, Zainudin Hasan Dikawal Mobil Antiteror

Hendra mengatakan, selain membelanjakan untuk kendaraan bermotor, terdakwa juga membeli sejumlah tanah dan properti.

"Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan dìancam pidana dalam pasal 3 ayat 1 huruf a, c dan e Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik lndonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang," tutupnya.

Merasa Dirampok

Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan melontarkan kekesalannya dalam sidang perdananya di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 17 Desember 2018.  

Zainudin Hasan menjadi terdakwa dalam sidang kasus dugaan setoran fee proyek infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lampung Selatan.

Adik kandung Ketua MPR RI Zulkifli Hasan ini merasa ada isi dakwaan yang dibacakan tim jaksa penuntut umum KPK yang tidak sesuai dengan fakta.

Dalam surat dakwaan tersebut, JPU turut memasukkan harta kekayaan Zainudin Hasan saat belum menjabat bupati Lampung Selatan menjadi bagian dalam hasil korupsi.

“Tidak semua isi surat dakwaan dari JPU benar. Dan, ada yang perlu saya luruskan. Saya sebelum jadi bupati adalah pengusaha. Jadi tidak wajar dan elok menggabungkan seluruh aktivitas saya sebelum menjadi bupati Lampung Selatan,” kata Zainudin dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Mien Trisnawaty itu.

Zainudin menilai, seluruh kekeliruan dalam surat dakwaan yang dibacakan tim jaksa KPK akan disampaikannya dalam sidang pembelaan nanti.

“Bahwa seluruh kekeliruan Saudara JPU akan saya sampaikan dalam forum pembelaan,” tandas Zainudin.

Zainudin menyampaikan keberatan atas isi dakwaan tersebut pada akhir sidang.

Saat itu hakim ketua Mien Trisnawaty menanyakan apakah terdakwa akan menyampaikan eksepsi. 

Zainudin Hasan kemudian menyatakan tidak akan melakukan eksepsi.

Namun, ia hanya meminta waktu menyampaikan protes atas isi dakwaan yang dinilainya ada yang tidak benar.

Zainudin pun mengeluarkan kertas dari saku bajunya.

Ia langsung membacakan beberapa poin keberatan tersebut.

Harga Karpet Masjid Zainudin Hasan Capai Rp 1,5 Miliar

Seusai sidang, Zainudin Hasan kembali mengungkapkan kekesalannya atas dakwaan tersebut kepada awak media.

Mantan ketua DPD PAN Lampung ini merasa dirampok di siang hari.

Pasalnya, beberapa materi dakwaan jaksa KPK menggabungkan perolehan harta sebelum dirinya menjabat bupati Lampung Selatan.

“Tahun 2010 saya belum jadi bupati. Jadi tidak ada hubungan dengan urusan jabatan saya bupati,” ucap dia.

"Sejak kecil SD saya sudah usaha dan bisnis. Saya gak miskin-miskin amat. Jangalah saya seperti mau dirampok di siang bolong," tandasnya.

Zainudin menyatakan, keberatan atas materi dakwaan tersebut akan ia sampaikan dalam sidang dengan agenda pembelaan. 

“Nanti saat pembelaan saja saya sampaikan,” tambahnya. 

Jamhur, ketua tim kuasa hukum Zainudin Hasan, mengatakan, kliennya tidak akan mengajukan eksepsi atas dakwaan yang disampaikan jaksa KPK.

“Kita tidak mengajukan eksepsi. Jadi sidang besok langsung mulai materi pemeriksaan saksi-saksi. Soal keberatan akan disampaikan dalam pembelaan,” kata Jamhur. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved