Zainudin Dijerat Gratifikasi Rp 3 Miliar Kasus Batubara saat Zulkifli Hasan Jadi Menteri Kehutanan

Zainudin Dijerat Gratifikasi Rp 3 Miliar Kasus Batubara saat Zulkifli Hasan Jadi Menteri Kehutanan

Penulis: hanif mustafa | Editor: Heribertus Sulis
Tribunlampung/Perdi
Sidang perdana Bupati Lampung Selatan nonaktif Zainudin Hasan di PN Tanjungkarang Senin 17 Desember 2019. 

Zainudin Dijerat Gratifikasi Rp 3 Miliar Kasus Batubara saat Zulkifli Hasan Jadi Menteri Kehutanan

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Bupati Lampung Selatan non aktif Zainudin Hasan ternyata juga menerima uang gratifikasi sebesar Rp 3 miliar atas pinjam pakai ekploitasi hutan untuk tambang di Kalimantan.

Hal ini diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI Subari Kurniawan saat membacakan surat dakwaan terdakwa Zainudin Hasan.

"Terdakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 3 miliar dari PT Bara Mega Perdana dan Rp 4 miliar dari PT Jonding Pratama, yang mana perbuatan terdakwa telah berlawanan dengan statusnya," ungkap Subari, Senin 17 Desember 2018.

Uang Dugaan Korupsi Zainudin Hasan Mengalir untuk Investasi Rumah Sakit hingga Karpet Masjid

Subari pun menjelaskan perbuatan terdakwa berawal dari bulan Oktober hingga November 2010 meminta Sudarman dan Sudjono untuk melakukan penandatanganan berkas dan KTP untuk mengurus perusahaannya.

"Yakni PT Ariatama Sukses Mandiri dan PT Borneo Lintas Khatulistiwa," ucapnya.

Selanjutnya sekira pada akhir tahun 2010, PT Bara Mega Cipta Mulia yang bergerak pada pertambangan batu bara mengajukan berkas pinjam pakai hutan untuk ekspolotasi hutan seluas 156 hektar di Kota Baru Kalimantan.

"Pinjam pakai tersebut (oleh terdakwa diajukan) di Kementerian Kehutanan yang mana saat itu dijabat oleh Zuklifli Hasan, kakak dari terdakwa," paparnya.

Lanjutnya, setelah mendapatkan izin pada Januari 2011, terdakwa juga membeli saham pada pertambangan tersebut melalui PT Borneo Lintas Khatulistiwa.

"Namun kemudian hingga tahun 2018, terdakwa mendapatkan uang sebesar Rp 107 juta perbulan melalui tabungan rekening, yang mana uang tersebut disamarkan sebagai komisaris di perusabaan PT Jonding Pratama," ujarnya.

Diluar hal tersebut atas keberhasilan mendapat hak pinjam hutan, kata Subari, terdakwa juga mendapatkan uang Rp 3 dari PT Bara Mega Perdana.

"Dari PT Jonding Pratama, dibayar sebanyak tiga kali, 10 Februari 2017 sebesar Rp 2 miliar, akhir 2017 sebesar Rp 1 miliar dan 14 Juni 2018 sebesar Rp 1 Miliar," paparnya.

Subari mengatakan total yang diterima terdakwa sebesar Rp 7 miliar dan tidak ada niatan untuk melapor ke KPK RI.

"Dengan kata lain terdakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 7 m dan dianggap sebagai suap karena berlawanan dengan tugas terdakwa," tegasnya.

Subari menambahkan bahwa perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Perkaya Diri 

Bupati Lampung Selatan Non Aktif Zainudin Hasan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin 17 Desember 2018.

Adapun Majelis Hakim yakni Mansyur Bustami, Baharudin Naim, Samsudin, Yustina Ariana dan di pimpin oleh Mien Trisnawaty.

Pada persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI membacakan dakwaan kepada terdakwa Zainudin Hasan.

"Bahwa terdakwa yang diangkat sebagai Bupati Lampung Selatan tahun 2016 bersama-sama Hermasyah Hamidi Kadis PUPR Lampung Selatan April 2016 hingga September 2017, kemudian bersama Anjar Asmara mulai Desember 2017 sampai Juni 2018 telah melakukan kejahatan dengan memperkaya diri sebesar Rp 72 miliar dari Agus BN (dalam berkas terpisah) terkait fee proyek pupr dinas PUPR," ungkap Wawan.

Wawan pun merincikan aliran dana Rp 72 Miliar didapat dari beberapa pengerjaan proyek dari tahun 2016 hingga 2018.

Yakni tahun 2016, total uang sebesar Rp 194 miliar dengan total kegiatan sebanyak 294. Pada tahun 2017, sebanyak 258 kegiatan dengan total 266 miliar.

"Dari tahun 2016 hingga 2017 terdakwa meminta komintmen fee kepada Hermansyah Hamidi melalui Agus BN, kemudian Hermansyah membuat tim untuk mengatur proyek tersebut," katanya.

Sidang perdana Zainudin Hasan di PN Tipikor Tanjungkarang, Senin 17 Desember 2018.
Sidang perdana Zainudin Hasan di PN Tipikor Tanjungkarang, Senin 17 Desember 2018. (Tribunlampung/Hanif)

Lanjutnya, pada akhir tahun 2017, jabatan Kepala Dinas PUPR Hermasyah Hamidi digantikan oleh Anjar Asamara.

"Setelah dilantik Anjar Asmara diberi arahan untuk para rekanan yang mau proyek dengan komitmen 21 persen 15 untuk Zainudin yang diserahkan kepada Agus BN dan sisanya untuk operasional," katanya.

Wawan melanjutkan, dari hasil komitmen tahun 2016 Syahroni menyetorkan Rp 26 miliar dan dari Ahmad Bastian Rp 9 miliar.

"Tahun 2017 dari Syahroni Rp 23 miliar dan Rusman Effendi sebesar Rp 5 miliar, pada tahun 2018 baru mendapat Rp 8 miliar dari Anjar Asmara," tuturnya.

Wawan melanjutkan pebuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 Huruf a, pasal 12 huruf i dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahanm Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Anggota DPRD Lampung Agus BN Terima Setoran Proyek Rp 72 Miliar Selama 2 Tahun

Agus Bhakti Nurgoho Anggota DPRD Lampung non aktif didakwa selama kurun waktu 2016 -2018 menerima uang setoran fee proyek pada dinas PU PR Kabupaten Lampung Selatan mencapai Rp 72,742 miliar.

Hal ini disampaikan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasaan Korupsi (KPK) Al Fikri dalam sidang perdana Agus BN terdakwa kasus dugaan korupsi Kamis (12/12) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Lampung, Kamis (13/12/2018).

Menurut Al Fikri, setoran uang proyek tersebut diterima terdakwa dari para rekanan yang mengerjakan proyek pada dinas PUPR yang diberikan terdakwa Syahroni dan Anjar Asmara .

 Dengarkan Dakwaan Jaksa KPK, Agus BN Terdakwa Dugaan Suap Proyek di Lamsel Sambil Pegang Tasbih

"Bahwa kurun waktu tahun 2016 sampai 2018, terdakwa sudah menerima setoran fee proyek pada dinas PUPR baik secara langsung maupun dari Syahroni dan Anjar Asmara," tegas Al Fikri.

Al Fikri merincikan terdakwa Agus BN pada tahun 2016 menerima uang dari Syahroni sebesar Rp 26,073 miliar, dan dari Ahmad Bastian sebesar Rp 9,6 miliar.

Kemudian tahun 2017 kembali dari Syarhorni sebesar Rp 23,669 miliar, dan dari Rusman Effendi sebesar Rp 5 miliar.

"Tahun 2018, terdakwa menerima uang dari Anjar Asmra sebesar Rp 8,4 miliar. Dari penerimaan fee itu sebagian diserahkan terdakwa kepada Zainudin Hasan, dan sebagian digunakan untuk kepentingan pribadi Zainudin Hasan," ungkap Al Fikri.

Agus BN menjalani sidang perdana kasus dugaan suap proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Kamis 13 Desember 2018.

Agus BN yang juga anggota DPRD Provinsi Lampung yang masih dalam proses PAW memegan tasbih sambil mendengarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain Agus BN, hari ini mantan Kadis PUPR Lamsel Anjar Asmara juga akan menjalani sidang pembacaan dakwaan.

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved