Setengah dari Tubuh Gunung Anak Krakatau Hilang, Kini Statusnya Masih Siaga
Setengah dari Tubuh Gunung Anak Krakatau Hilang, Kini Statusnya Masih Level Siaga
Kemungkinan masa tanggap darurat di Kabupaten Lampung Selatan akan diperpanjang mengingat masih banyak korban yang perlu ditangani dan kebutuhan darurat masih diperlukan untuk kemudahan akses dalam penanganan bencana.
Hari ini dilakukan rapat koordinasi membahas perpanjangan masa tanggap darurat di Kabupaten Lampung Selatan.
Untuk membantu operasional darurat, maka BNPB telah memberikan bantuan dana siap pakai Rp 500 juta kepada BPBD Pandeglang, dan Rp 250 juta kepada BPBD Lampung. Selain itu bantuan logistik juga terus dikirimkan.
Pemerintah pusat dari TNI, Polri, berbagai kementerian/lembaga bersama NGO, relawan, dunia usaha terus memberikan bantuan kepada masyarakat yang daerah terdampak tsunami di Selat Sunda.
Secara umum penanganan terkoordinasi dan berjalan dengan baik.
Skala keruntuhan Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan tsunami di Selat Sunda pada Sabtu (22/12) kini jelas.
Peneliti menganalisis citra satelit Anak Krakatau untuk memperkirakan volume batu dan pasir yang longsor ke laut.
Dari hasil analisis, diketahui bahwa Anak Krakatau kehilangan lebih dari 2/3 ketinggian dan volumenya dalam beberapa minggu terakhir.
Berkurangnya tinggi Gunung Anak Krakatau diperkirakan karena adanya proses rayapan tubuh gunung disertai laju erupsi yang tinggi pada 24-27 Desember 2018.
Sebagian besar massa yang kolaps itu diperkirakan longsor ke laut.
Itu bisa menjelaskan pergerakan air laut dan munculnya gelombang tinggi hingga lima meter yang menerjang pesisir Selat Sunda di Pulau Jawa dan Sumatera.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan tsunami Selat Sunda mengakibatkan 430 orang tewas, ribuan luka-luka dan 150 orang dikabarkan masih hilang.
Sementara itu, tsunami dan ancaman erupsi Krakatau juga membuat lebih dari 40 ribu orang harus mengungsi.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mempelajari citra Gunung Anak Krakatau dari berbagai satelit, termasuk satelit Sentinel-1 milik Uni Eropa dan TerraSAR-X kepunyaan Jerman.