Tribun Bandar Lampung
BREAKING NEWS - Jalani Sidang Lanjutan, Agus BN: Apalagi yang Mau Ditutupi, Sudah Jadi Terpidana
Agus BN menegaskan tidak akan ada yang ditutup-tutupi terkait kasus fee proyek Lampung Selatan.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Agus Bhakti Nugroho anggota DPRD Lampung non aktif dan Anjar Asmara mantan Kadis PUPR Lampung Selatan kembali menjalani sidang lanjutan kasus fee proyek Dinas PUPR Lampung Selatan, Kamis 17 Januari 2018.
Persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Tipokor Tanjungkarang ini diagendakan dengan keterangan para saksi.
Adapun saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI ada enam orang.
Saksi ini meliputi dari unsur Dinas PUPR Lampung Selatan yakni Kabid Pengairan PUPR Lampung Selatan Syahroni.
Kemudian unsur dari rekanan, Gilang Ramadhan Direktur PT Prabu Sungai Andalas, Bobby Zulhaidir, Rusman Effendi, Wahyu Lesmono dan Abdi Wiranegara.
• BREAKING NEWS - KPK Beberkan Alasan Permohonan Justice Collaborator Agus BN Belum Dikabulkan
Pada kesempatan ini, Agus BN menegaskan tidak akan ada yang ditutup-tutupi terkait kasus fee proyek Lampung Selatan.
"Apalagi yang mau ditutupi, saya juga telah jadi terpidana, jadi ungkapin saja," ungkapnya.
Antar Empat Kardus Berisi Uang
Anggota nonaktif DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR) Lampung Selatan Anjar Asmara, buka-bukaan di sidang lanjutan fee proyek dengan terdakwa Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan (nonaktif).
Keduanya membeberkan aliran dana setoran fee proyek dan pembagian paket proyek kepada dua sosok elite di Lampung Selatan.
Agus BN bersaksi mengantarkan secara langsung uang ke rumah Ketua DPRD Lampung Selatan, Hendry Rosadi. Uang senilai Rp 2 miliar itu dikemas dalam empat kardus.
Sementara Anjar menyebut memberikan paket proyek senilai Rp 10 miliar kepada Plt Bupati Lampung Selatan, Nanang Ermanto.
Kesaksian Agus dan Anjar, yang juga berstatus terdakwa dengan berkas terpisah dalam perkara ini, diungkapkan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjung Karang, Senin (14/1/2019).
Pada kesempatan yang sama, Nanang dan Hendry membantah terima paket proyek dan aliran dana fee proyek.
Sidang lanjutan yang dipimpin Hakim Ketua Mien Trisnwaty menghadirkan tujuh orang saksi. Mereka adalah Nanang Ermanto, Hendry Rosadi, Anjar Asmara, Agus BN, Hermansyah Hamidi (mantan Kadis PUPR), Syahroni (Kabid Pengairan), dan Thomas Amriko (Kadis Pendidikan Lamsel).
• Uang Suap Rp 2 Miliar Dimasukkan 4 Kardus, Anggota Nonaktif DPRD Lampung Agus BN Siap Mubahalah
Dalam keterangannya, Agus BN dan Anjar mengungkap aliran dana fee setoran proyek dan pemberian paket proyek senilai Rp 18 miliar kepada DPRD Lamsel, dalam rangka pengesahaan APBD.
Menurut Agus, pada Desember 2016 atas perintah terdakwa Zainudin Hasan, ia menjalin komunikasi dengan DPRD terkait pengesahaan dan pembahasaan APBD tahun 2017. Saat itu komunikasi yang dilakukan Sekda dengan DPRD mengalami kebuntuan.
"Waktu itu sekitar Desember 2016, Rp 2 miliar untuk DPRD saya yang antar. Uang saya taruh di kardus, kalau tidak salah tiga sampai empat kardus. Saya ambil dari rumah dinas Bupati, di Kalianda. Siang-siang saya antar, saya yang angkat, saya bawa sendiri pakai mobil Avanza," beber Agus.
Di rumah dinas Ketua DPRD, Agus bertemu Hendry Rosadi dan dua anggota DPRD Lamsel dari Fraksi PDIP dan Fraksi PKS.
"Yang bukakan pintu waktu itu Pakde, sopir ketua DPRD," ujarnya.
Kesaksian Agus ihwal pemberian uang kepada DPRD diperkuat oleh Anjar yang menyebut adanya pemberian paket proyek senilai Rp 18 miliar kepada DPRD. Pasalnya, DPRD saat itu mengancam tidak akan mengesahkan APBD.
Menurut Anjar, sekitar Desember 2017 seusai paripurna ia dipanggil oleh Hendry Rosadi. Saat itu, pihak DPRD meminta uang untuk pengesahan APBD tahun 2017 sebesar Rp 20 miliar.
"Waktu itu setelah paripurna saya dipanggil ketua dewan, di situ sudah ada beberapa wakil ketua DPRD. Mereka menyampaikan ada pengesahan APBD, dan minta Rp 20 miliar. Saat itu mereka ngaku sudah menyampaikan ke sekda, tapi sekda tidak merespon," kata Anjar.
Anjar merasa tidak memiliki kompeten untuk menyanggupi permintaan wakil rakyat. karena itu, ia melapor kepada Sekda.
"Saya sampaikan permintaan dewan. Kata sekda waktu itu mereka minta Rp 15 M, tapi dengan saya Rp 20 miliar. Akhirnya waktu itu disetujui Rp 18 miliar paket pekerjaan. Besoknya APBD langsung disahkan," kata Anjar.
Siap Mubahalah
Sementara Hendry membantah telah menerima uang dan paket proyek seperti yang disampaikan Agus BN dan Anjar.
"Tidak pernah, saya tidak pernah ulur-ulur APBD. Semua pembahasaan APBD on the track dari bulan 11 sudah dibahas, soal proyek saya tidak tahu," ujar Hendry.
Hakim Ketua Mien Trisnawaty pun mengkonfrontir Agus BN terkait bantahan Hendry. Agus merespons cepat.
Dengan suara lantang Agus menyatakan siap melakukan mubahalah (dua pihak yang saling memohon dan berdoa kepada Allah agar yang Maha Kuasa melaknat dan membinasakan atau mengazab pihak yang batil (salah) atau menyalahi kebenaran) jika pernyataan yang disampaikannya tidak benar.
"Saya siap mubahalah Yang Mulia, jika itu tidak benar," kata Agus.
Sementara Nanang juga membantah menerima paket pekerjaan sebesar Rp 10 miliar, sesuai kesaksian Anjar Asmara.
"Saya gak tahu. Tapi, Pak Bupati memerintahkan tidak main paket," kata Nanang menjawab pertanyaan Hakim Anggota Samsudin.
"Jadi Anda tahu jika Anda mendapatkan proyek Rp 10 miliar itu?" tanya ulang Samsudin.
"Baru hari ini," jawab Nanang agak lama.
Hakim Samsudin merasa kurang puas dengan jawaban Nanang. Ia pun mengkonfrontir kesaksian Anjar.
"Baik saya konfrontir ke Pak Anjar, bagaimana Pak Anjar?" tanya Samsudin.
"Dia (Nanang) minta langsung ke saya paket pekerjaan. Tahun 2017 minta Rp 5 miliar, dan 2018 minta Rp 10 miliar, total dia minta Rp 15 miliar," ungkap Anjar.
"Karena sudah penuh saya kasih proyek senilai Rp 10 miliar. Bahkan, beliau beberapa kali menanyakan kapan lelang dari proyek ini, sejak tahun 2017," beber Anjar.
Anjar menambahkan, sekitar 10 hari sebelum OTT, Nanang sempat meminta uang untuk beli tiga unit ruko seharga Rp 10 miliar.
"Tapi Pak Bupati (Zainudin) menelepon dan membatalkan. Akhirnya dia minta uang Rp 300 juta, demikian saya sesuai dengan BAP," tegas Anjar.
"Sudah dengar?" tanya Samsudin kepada Nanang.
Lebih lanjut Samsudin menanyakan Nanang soal uang diserahkan kepada KPK pasca-OTT. Nanang menyebut sudah mengembalikan Rp 480 juta kepada penyidik KPK.
Kepentingan Zainudin
Selain itu, Agus bersaksi bahwa uang fee proyek Dinas PUPR Lamsel yang ia kumpulkan, digunakan untuk kepentingan Zainudin. "Seperti pembelian vila, ruko, dan memberi Pak Wakil ada sebesar Rp 350 juta," jawabnya.
Agus pun mengakui, selain aliran dana fee proyek dari Anjar Asmara, ia juga menerima setoran dari Syahroni.
"Ada beberapa kali dapat dari Syahroni, nominal lupa," ungkapnya.
Agus menambahkan, sebelumnya ia pernah mencatat uang pemberian fee proyek namun kegiatan itu akhirnya dihentikan atas perintah Zainudin.
Karena Agus mengaku lupa uang yang diserahkan oleh Syahroni, Mien pun membacakan BAP.
"Jadi dari Syahroni ada Rp 9,647 miliar, itu dari Syahroni?" tanya Mien.
"Iya, ada yang cash dan ada yang berupa properti," jawab Agus.
"Selain itu ada dari penerima paket pekerjaan?" kejar Mien.
"Rusman, Bastian," jawab Agus.