Kemenag Bantah Isu Pemecatan Dosen IAIN Bukittinggi karena Bercadar: 67 Hari Tak Masuk Kerja
Kemenag Bantah Isu Pemecatan Dosen IAIN Bukittinggi karena Bercadar: 67 Hari Tak Masuk Kerja
Kemenag Bantah Isu Pemecatan Dosen IAIN Bukittinggi karena Bercadar: 67 Hari Tak Masuk Kerja
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Viral seorang wanita pegawai negeri sipil (PNS) atau aparatur sipil negara (ASN) bergelar doktor dipecat Kementerian Agama. Pemecatan ASN bernama Dr Hayati Syafri sebagai PNS atau ASN ramai jadi bahan pembicaraan.
Kemenag RI memecat Dr Hayati Syafri sebagai ASN karena terbukti melakukan pelanggaran berat tidak masuk kerja selama 67 hari tanpa keterangan.
Selama ini, pemecatan Dr Hayati Syafri diisukan karena dosen Bahasa Inggris di IAIN Bukittinggi ini mengenakan cadar. Namun Kemenag RI tegas membantahnya.

Sejumlah media memberitakan pemecatan Hayati dosen Bahasa Inggris di IAIN Bukittinggi, akibat sikap kukuh sang dosen mengenakan cadar.
Namun Kemenag mengungkap fakta lain, Hayati Syafri dipecat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), dosen Bahasa Inggris di IAIN Bukuttinggi, akibat melanggar disiplin pegawai.
Walau begitu, Hayati Syafri bisa mengajukan banding ke PTUN.
Kementerian Agama menjelaskan soal Hayati Syafri, dosen bercadar yang diberhentikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) karena terbukti jarang masuk.
"Hayati Syafri diberhentikan sebagai ASN karena melanggar disiplin pegawai," kata Kasubbag Tata Usaha dan Humas Itjen Kementerian Agama Nurul Badruttamam kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (23/2/2019).
Nurul Badruttamam mengatakan, pemberhentian Hayati sebagai ASN dosen Bahasa Inggris di IAIN Bukuttinggi itu sesuai data rekam jejak kehadiran secara elektronik melalui data sidik jari di kepegawaian kampus terkait.
"Berdasarkan hasil audit Itjen, ditemukan bukti valid bahwa selama tahun 2017 Hayati Syafri terbukti secara elektronik tidak masuk kerja selama 67 hari kerja," kata Nurul Badruttamam dilansir Antara.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 3 ayat 11 dan 17, PNS yang tidak masuk kerja secara akumulatif minimal 46 hari kerja tanpa keterangan yang sah dalam satu tahun, harus diberikan hukuman disiplin berat berupa diberhentikan secara hormat/ tidak hormat.
Hayati, lanjut dia, juga terbukti sering meninggalkan ruang kerja dan tidak melaksanakan tugas lainnya pada 2018 seperti sebagai penasihat akademik dan memberikan bimbingan skripsi kepada mahasiswa.
"Itu merupakan pelanggaran disiplin berat yang harus dikenai hukuman disiplin berat, yaitu diberhentikan dengan hormat sebagai PNS," kata Nurul Badruttamam.
Jika ada keberatan, kata Nurul Badruttamam, Hayati Syafri masih mempunyai hak untuk banding ke Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) ataupun ke PTUN.
Hayati raih gelar doktor
Sebelum dipecat, Dr Hayati Syafri, S.S,M.Pd, adalah dosen bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Dilansir Kiblat.net, lantaran bercadar, Hayati telah dinonaktifkan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.
Ia diberhentikan dari seluruh kegiatan akademik sejak Februari lalu karena dianggap menyelisihi kode etik berbusana di kampus.
Namun siapa sangka, Hayati pada Jumat (16/3/2018) resmi menyandang gelar Doktor setelah menyelesaikan kuliah S3 di bidang Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Negeri Padang dengan predikat cum laude.
“IPK 3,83, Alhamdulillahirrabbil’alamin cum laude. Jurusan Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris. Kuliahnya sekitar tiga tahunan,” ungkap Hayati penuh bahagia, saat dihubungi, pada Kamis (16/03/2018).
Sejak 2014, di tengah kesibukannya mengajar dan mengurus rumah tangga, ibu 8 anak ini tak menyerah untuk melanjutkan kuliah S3.
Bahkan selama masa pendidikan, ia sempat dua kali melahirkan.
Bagi Hayati, keberhasilannya tak mungkin dicapai dengan mudah tanpa bantuan dan dukungan dari orang-orang yang ia sayangi.
Ia pun berkali-kali mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, atas kemudahan dalam mengapai jenjang pendidikan terakhir ini.
“Alhamdulillahhirabbil’alamin, akhirnya selesai karena Allah memudahkan itu semua. Allah mudahkan dengan menurunkan para tentaranya seperti suami, orang tua, mertua, saudara, keluarga besar dan juga mahasiswa,” kata Hayati.
Usai menyandang gelar Doktor, Hayati ingin banyak berkiprah untuk keluarganya, masyarakat dan umat.
Meski dinonaktifkan oleh IAIN Bukittinggi, dosen bercadar ini tak hilang semangat untuk mengajarkan ilmunya.
Ia menjelaskan, dengan bekal pendidikan bahasa Inggris yang ia punya, peluang dakwah justru semakin luas dan terbuka lebar.
Diketahui, sejak Februari lalu, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi memutuskan untuk menonaktifkan Hayati Safri sebagai dosen.
(Wartakota)