Video Tribun Lampung
VIDEO - Kegiatan Pengrajin Sulam Tapis di Dekranasda Lampung Selatan
Yuliati kini menjadi salah satu pengrajin sulam tapis yang ada di Dekranasda Lampung Selatan
Penulis: Wahyu Iskandar | Editor: wakos reza gautama
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, KALIANDA – Bagi Yuliati melakukan kegiatan sulam tapis merupakan hal yang biasa dilakukannya setiap hari.
Keahlian ini telah ditekuni Yuliati lebih dari 20 tahun. Ia kini menjadi salah satu pengrajin sulam tapis yang ada di Dekranasda Lampung Selatan.
Kepada Tribun Lampung dirinya sedikit berbagi cerita sembali melakukan kegiatan sulam tapis di bengkel kegiatan Dekranasda Lampung Selatan di Kalianda pada selasa (26/3).
Menurutnya, keahlian sulam tapis ia dapatkan dari sang bunda. Pada awalnya ia berkegiatan di kabupaten Tulang Bawang daerah asal dirinya.
Namun setelah menikah dirinya pindah ke Branti Natar, Lampung Selatan.
“Dulu seorang gadis itu harus memiliki keterampilan. Selain bisa memasak, juga harus bisa menjahit atau menyulam. Saya mendapatkan kemampuan menyulam tapi dari orang tua,” ujarnya.
Yuliati sendiri baru sekitar 6 bulan ini mulai aktif berkegiatan di bengkel sulam tapis Dekranasda Lampung Selatan.
Selain membuat sulam tapis, dirinya juga menelurkan ilmunya kepada orang lain yang ingin belajar. Terutama kepada para remaja.
• Dinas Koperasi Lampung Utara Ajarkan Sulam Tapis ke Napi Lapas Kotabumi
“Sekarang tidak seperti dahulu. Tidak banyak remaja putri yang tertarik belajar sulam tapis. Saya sendiri sangat senang kalau ada remaja putri yang ingin belajar. Sehingga keahlian menyulam tapis ini bisa tetap lestari,” terangnya kepada Tribun Lampung.
Menurut Yuliati, salah satu alasan banyak remaja putri saat ini enggan belajar sulam tapis karena dinilai terlalu rumit.
Apalagi saat ini sudah ada mesin bordir. Sulam tapis pun kini mulai tergeser dengan bordir.
Padahal, kata dia, sulam tapis memiliki nilai tersendiri. Karena dikerjakan dengan tangan dan dengan ketelitian.
Diakuinya untuk menyelesaikan pembuatan sulam tapis memang membutuhkan waktu panjang.
Sekedar contoh untuk menyelesaikan sulam tapis selendang saja membutuhkan waktu sepekan.
Sedangkan untuk sulam tapis kain bisa memakan waktu 1 bulan lamanya.
Tapi hasil dari sulam tapis ini memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan bordiran.
“Untuk kain sarung dengan jenis dan corak tertentu harganya bisa mencapai Rp. 3 juta. Sedangkan untuk selendang harganya bisa mencapai Rp. 200 ribu lebih,” ujar Yuliati.
Karenanya ia pun senang ketika ada 2 orang remaja putri dari sebuah sekolah menengah kejuruan yang sedang melakukan tugas belajar praktek ikut belajar sulam tapis dengannya di bengkel kreatif Dekranasda.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Lampung Selatan, Qorinilwan yang juga anggota pengurus Dekranasda Lampung Selatan mengatakan sulam tapis merupakan salah satu kegiatan kreatif yang dikembangkan.
“Kegiatan kreatif ini menjadi kekayaan khasana budaya Lampung. Saat ini tidak banyak lagi yang memiliki kemampuan sulam tapis ini. Karenanya kita mengembangkannya. Harapannya nantinya akan banyak pengrajin lainnya yang lahir,” ujarnya.
Selain menyediakan bengkel untuk produksi dan pelatihan, Dekranasda pun menyiapkan ruang pameran (display).
Setiap hari selalu ada masyarakat yang berkunjung untuk mencari produk-produk hasil kerajinan lokal. Termasuk sulam tapis.
Dirinya menambahkan, selain kegiatan bengkel sulam tapis, di Dekranasda Lampung Selatan juga ada bengkel kegiatan untuk tenun inuh yang juga merupakan kekayaan khasanah budaya Lampung.
(Tribunlampung/Dedi Sutomo/Wahyu Iskandar)