6 Fakta Menarik Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara, Belum Tentu Kalimantan hingga Butuh Rp 466 T

6 Fakta Menarik Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara, Belum Tentu Kalimantan hingga Butuh Rp 466 Triliun

Editor: taryono
net
6 Fakta Menarik Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara, Belum Tentu Kalimantan hingga Butuh Rp 466 T 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Ibukota Negara Republik Indonesia dipastikan akan dipindahkan dari DKI Jakarta.  

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan ada 3 (tiga) kandidat yang akan dipilih sebagai calon Ibu Kota Negara RI, pengganti kota Jakarta.

Ketiga kandidat itu, bisa di Sumatra, Sulawesi, atau di Kalimantan.

Kota mana yang akan dipilih pemerintah sebagai ibukota negara? berikut sejumlah fakta tentang kabar mengejutkan ini.

“Bisa di Sumatra, tapi kok nanti yang timur jauh. Di Sulawesi, agak tengah tapi juga yang di barat kurang,” kata Presiden Jokowi menjawab wartawan usai makan siang bareng buruh saat melakukan kunjungan ke pabrik sepatu PT KMK Global Spors, di Kel. Talagasari, Kec. Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (30/4) siang.

1. Belum Tentu di Kalimantan

Saat disebut Kalimantan, Presiden Jokowi menjawab dengan nada bertanya, Kalimantan kok di tengah-tengah.

“Tapi ini ada 3 kandidat tapi memang belum diputuskan. Kita harus cek dong secara detil meskipun  tiga tahun ini kita bekerja ke sana. Bagaimana mengenai lingkungan, daya dukung lingkungan, airnya seperti apa, mengenai kebencanaan, banjir, gempa bumi seperti apa,” ujar Presiden,

Selain itu, lanjut Presiden, juga dicek nanti pengembangan untuk ibu kota ke depan apakah masih memungkinkan.

Sehingga semua hitungan ini, semua kalkulasi harus dirampungkan dulu, nanti disampaikan lagi kepada dirinya, baru saya putuskan.

2. Konsultasi ke DPR RI

Menurut Kepala Negara, keputusan untuk memindahkan Ibu kota negara dari Jakarta tentu saja nantinya akan dikonsultasikan ke DPR, juga ke tokoh-tokoh formal maupun informal, tokoh politik, tokoh masyarakat, karena ini menyangkut sebuah visi ke depan kita dalam membangun sebuah ibu kota pemerintahan yang memang representatif untuk kita bekerja.

Demikian juga soal regulasi, menurut Presiden, baik kajian hukum, kajian sosial, politik, semuanya.

Kalau sudah matang nanti diputuskan.  “Tetapi ini adalah nanti tetap harus dikonsultasikan ke DPR,” tegasnya.

Sebelumnya terkait rencana pemindahan Ibu kota negara itu, Presiden Jokowi menyampaikan, bahwa pemerintah tidak berpikir hanya untuk sekarang saja. Namun, lanjut Presiden, berpikir 10 tahun, berpikir 50 tahun, berpikir 100 tahun yang akan datang.

“Kita tahu di Jawa ini kepadatan penduduknya, kita memiliki 17.000 pulau tapi di Jawa sendiri penduduknya 57% dari total penduduk di Indonesia. Kurang lebih 149 juta. Sehingga daya dukung baik terhadap air, baik lingkungan, baik lalu lintas semuanya memang ke depan sudah tidak memungkinkan lagi. Sehingga kemarin saya putuskan di luar Jawa, pindah,” terang Presiden Jokowi.

3. Gagasan Sejak Soekarno

Sebelumnya dalam Rapat Terbatas yang digelar di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4) siang, Presiden Jokowi menjelaskan, bahwa gagasan untuk pemindahan ibu kota ini sudah lama sekali muncul, sejak era Presiden Soekarno, sampai di setiap era presiden pasti muncul gagasan itu.

Tapi wacana ini timbul tenggelam karena tidak pernah diputuskan dan dijalankan secara terencana dan matang.

Presiden mengingatkan, dalam membicarakan soal ini tidak boleh hanya berpikir yang sifatnya jangka pendek maupun dalam lingkup yang sempit. “Tapi kita harus berbicara tentang kepentingan yang lebih besar untuk bangsa, negara, dan kepentingan visioner dalam jangka yang panjang sebagai negara besar dalam menyongsong kompetisi global,” ujarnya.

Ketika semua sepakat akan menuju negara maju, menurut Presiden, pertanyaan pertama terutama yang harus dijawab adalah apakah di masa yang akan datang DKI Jakarta sebagai ibu kota negara mampu memikul dua beban sekaligus, yaitu sebagai pusat pemerintahan dan layanan publik dan sekaligus sekaligus pusat bisnis.

Beberapa negara, lanjut Presiden, sudah mengantisipasi perkembangan negaranya di masa yang akan datang dengan memindahkan pusat pemerintahannya. Ia menyebutkan banyak sekali contoh seperti Malaysia, Korea  Selatan, Brazil, Kazakhstan, dan lain-lain.

“Sekali lagi, kita ingin kita berpikir visioner untuk kemajuan negara ini,” tegas Presiden.

4, Butuh Rp 466 Triliun

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke kota lain di luar Pulau Jawa sekitar Rp323 – Rp466 triliun.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, jika mengikuti skenario pertama, dimana tidak ada resizing jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN), seluruh ASN pemerintah pusat pindah ke ibu kota baru, dengan menggunakan data 2017 akan dibutuhkan  ibu kota baru dengan penduduk perkiraannya 1,5 juta.

Jumlah ini terdiri dari anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, Polri, TNI kemudian anggota keluarganya.

“Dengan penduduk 1,5 juta, pemerintahan akan membutuhkan 5% lahan, ekonomi 15%, sirkulasi infrastruktur 20%, pemukiman 40% dan ruang terbuka hijau 20%, diperkirakan dibutuhkan lahan sampai atau minimal 40.000 hektare untuk estimasi atau skenario yang pertama,” jelas Bambang.

Skenario kedua apabila ketika pemindahan ada resizing dari ASN, di mana ASNnya yang pindah itu 111 ribuan, ditambah Polri/TNI, anggota keluarganya menyesuaikan dengan 4 anggota keluarga, pelaku ekonominya 184.000, jumlah penduduk di bawah satu juta, tepatnya 870.000 dibutuhkan kira-kira lahan dengan peruntukan persentase pemakaian yang sama, maka diperlukan lahan lebih sedikit yaitu 30.000 hektar.

“Dari situ kita mencoba membuat estimasi besarnya pembiayaan tadi. Estimasi besarnya pembiayaan di mana skenario 1 diperkirakan kan membutuhkan biaya Rp466 triliun atau 33 miliar dollar AS . Skenario 2, lebih kecil karena kotanya lebih kecil yaitu  Rp323 triliun atau 23 miliar dollar AS,” jelas Bambang.

Menurut Bambang, sumber pembiayaan bisa berasal dari 4 sumber, yaitu dari APBN khususnya untuk initial infrastructure dan juga fasilitas kantor pemerintahan dan parlemen, kemudian dari BUMN (Badan Usaha Milik Negara) untuk infrastruktur utama dan fasilitas sosial. Kemudian KPBU, Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha untuk beberapa unsur utama dan juga fasilitas sosial, dan swasta murni khususnya yang terkait dengan properti perumahan dan fasilitas komersial.

Dari jumlah biaya yang dibutuhkan itu, menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodonegoro, pada skenario 1 porsi pemerintah yang dibutuhkan itu Rp250-an triliun, swasta hampir sama yaitu sekitar Rp215 triliun. Demikian juga untuk yang skenario 2, pemerintah sedikit lebih besar daripada swasta.

Bambang menambahkan, apabila ingin merealisasikan pemindahan ibu kota ini, ada semacam badan otorita yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Nanti badan ini mengelola dana investasi pembangunan kota baru, serta melakukan kerja sama baik dengan BUMN maupun swasta.

“Mengelola aset investasi dan menyewakan aset tersebut kepada instansi  pemerintah atau pihak ketiga, serta mengelola proses pengalihan aset pemerintah di Jakarta untuk membiayai investasi pembangunan kota baru,” jelas Bambang.

Selain itu, lanjut Bambang, badan otorita ini juga harus melakukan persiapan  dan pembangunan dari menyusun struktur pola tata ruang, pembangunan infrastrukturnya dan gedung fasilitas pemerintahan, mengendalikan proses pembangunan sarana prasarana, serta mengelola dan memelihara gedung dan fasilitas publik lainnya. (FID/JAY/ES)

5. Jakarta Makin Macet

Bambang Brodjonegoro mengemukakan, banyak faktor yang menjadi pertimbangan perlunya memindahkan Ibu kota negara dari DKI Jakarta.

Ia menyebutkan, Jakarta menjadi kota terburuk keempat berdasarkan kondisi lalu lintas saat sibuk dari 390 kota yang disurvei. Peringkat 9 terburuk untuk kepuasan pengemudi, serta kinerja kemacetan terburuk, 33.240 Stop-Start Index serta grid lockyang mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar kementerian lembaga kadang-kadang tidak efektif.

“Kerugian ekonomi yang diakibatkan tahun 2013 sebesar 56 triliun per tahun, yang kami perkirakan angkanya sekarang sudah mendekati Rp100 triliun per tahun dengan makin beratnya kemacetan di wilayah Jakarta,” kata Bambang saat menyampaikan paparannya pada Rapat Terbatas tentang tentang Tindak Lanjut Rencana Pemindahan Ibu Kota, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4) siang.

Selain masalah kemacetan, menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas itu, masalah yang harus diperhatikan di Jakarta adalah masalah banjir. Tidak hanya banjir yang berasal dari hulu, tetapi juga ada penurunan muka tanah di pantai utara Jakarta, dan kenaikan permukaan air laut di mana 50% wilayah Jakarta itu kategorinya rawan banjir atau memiliki tingkat kerawanan banjir di bawah 10 tahunan.

Padahal, lanjut Bambang, idealnya sebuah kota besar kerawanan banjirnya bisa minimum 50 tahunan.

“Penurunan muka air tanah di utara rata-rata 7,5 cm per tahun dan tanah turun sudah mencapai 60 cm pada periode 89-2007 dan akan terus meningkat sampai 120 cm karena pengurasan air tanah. Sedangkan air laut naik rata-rata 4-6 cm karena perubahan iklim,” ungkap Bambang seraya menambahkan kualitas air sungai di Jakarta 96% tercemar berat, sehingga memiliki juga bahaya bencana signifikan untuk human pandemic sebagai akibat dari sanitasi yang buruk.

6. Hanya Pusat Pemerintahan

Atas kondisi di Jakarta itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengusulkan pemikiran mengenai ibu kota baru yang merepresentasikan identitas bangsa. Ia menyebutkan, kota Jakarta sekarang ini dalam sejarah berasal dari Batavia yang dibangun oleh VOC sebagai kota pelabuhan untuk perdagangan dan perkebunan dan kemudian dikembangkan menjadi pusat pemerintahan dari pemerintahan kolonial Belanda.

“Karenanya kita ingin nantinya ingin punya ibu kota baru. Selain mencerminkan identitas Indonesia juga menjadi kota yang modern, berkelas internasional atau dengan istilah simpelnya smart, green, and beautiful city,” kata Bambang.

Menteri PPN/Kepala Bappenas itu mengusulkan untuk ibu kota baru ini, yang diposisikan nantinya adalah hanya fungsi pemerintahan, yaitu eksekutif, kementerian/lembaga, legislatif parlemen (MPR/DPR/DPD), kemudian yudikatif; kejaksaan, Mahkamah Konstitusi (MK) dan seterusnya, kemudian pertahanan keamanan; Polri-TNI, serta kedutaan besar dan perwakilan organisasi internasional yang ada di Indonesia.

Adapun fungsi jasa keuangan, perdagangan dan industri, menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas itu, tetap akan di Jakarta, misalkan Bank Indonesia, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).

“Ini konsep yang kita coba tiru dari beberapa best practice yang sudah dilakukan di negara lain,” terang Bambang seraya menegaskan, yang dituju dengan ibu kota baru adalah pemisahan pusat bisnis dan pusat pemerintahan.

“Jakarta tetap akan menjadi pusat bisnis bahkan harus sudah menjadi pusat bisnis yang levelnya regional atau level Asia Tenggara,” sambung Bambang.

Menteri PPN/Kepala Bappenas itu juga menyampaikan, bahwa  momen pemindahan ibu kota ini juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan kementerian/lembaga untuk melakukan resizing dari ASN.(setkab.go.id/bangkapos.com) 


Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved