Ditolak Masuk SMP karena Dianggap Terlalu Tua, Siswi Ini Ingin Susul Ibunya ke Dalam Kubur

Ditolak Masuk SMP karena Dianggap Terlalu Tua, Siswi Ini Ingin Susul Ibunya ke Dalam Kubur

Ilustrasi siswi SMP - Ditolak Masuk SMP karena Dianggap Terlalu Tua, Siswi Ini Ingin Susul Ibunya ke Dalam Kubur 

Ditolak Masuk SMP karena Dianggap Terlalu Tua, Siswi Ini Ingin Susul Ibunya ke Dalam Kubur

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Seorang remaja putri mengancam bunuh diri gara-gara dianggap terlalu tua saat mendaftar ke SMP yang tak jauh dari rumahnya di Karimun, Kepulauan Riau.

Remaja putri tersebut menangis saat ditolak masuk SMP negeri di Kelurahan Kapling, Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun.

Aturan pembatasan usia masuk sekolah yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berdampak buruk bagi calon siswa di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau.

Tidak diterima di salah satu SMP dikarenakan usiannya yang dianggap sudah lewat, Mn, remaja putri di Kabupaten Karimun mengancam untuk bunuh diri.

Menurut pengakuan Isfadilla, sang ayah, Mn uring-uringan dan sering menangis ketika tahu dirinya ditolak masuk SMP Negeri tidak jauh dari rumahnya di Kelurahan Kapling, Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun.

Dampak PPDB Zonasi, Banyak Lulusan SD di Pringsewu Terancam Putus Sekolah

Gara-gara Sistem Zonasi, Keponakan Kembar Mendikbud Gagal Masuk SMA Negeri

Orangtua Murid Minta Hapus Sistem Zonasi PPDB: Buat Apa Sekolah Kalau Nilai Tidak Dipakai

"Dia sering menangis, mau minggat dari rumah dan bunuh diri.

Bilangnya memang tidak langsung, dia bilang kalau tidak sekolah lebih baik ikut mamak (ibu) aja ke dalam kubur.

Ibunya (istri) sudah meninggal," kata Isfadilla yang dihubungi melalui telepon, Rabu (10/7/2019).

Diceritakan Isfadilla, putri ketiganya itu ditolak SMP Negeri setempat karena terbentur aturan batasan usia penerimaan.

Dalam Permendikbud nomor 14 tahun 2018, diatur syarat usia masuk SMP adalah maksimal berusia 15 tahun terhitung 1 Juli 2019.

Panitia PPDB SMP yang dituju mengacu pada aturan tersebut.

Sementara Mn berusia 15 tahun per Mei 2019.

Isfadilla mengaku dirinya sudah konsultasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Karimun, Bakri Hasyim mengenai masalah yang dihadapinya namun berakhir kekecewaan.

"Anak saya disuruh ambil paket (B) saja. Tidak punya hati mereka.

Anak saya tidak terlambat masuk sekolah, cuma pernah tinggal kelas. Dia juga baru tamat SD tahun ini, jadi kenapa harus ambil paket," ungkapnya.

Isfadilla pun mengaku dirinya semakin bingung setelah lamaran anaknya untuk masuk ke salah satu SMP swasta di Karimun juga berakhir dengan penolakan.

"Jujur saya bingung, masuk negeri ditolak, masuk swasta pun ditolak, alasannya sama juga aturan batasan usia," katanya.

Isfadilla khawatir kondisi psikologis anaknya Mn. Ia cemas Mn bertindak nekat karena malu tidak sekolah.

"Kini saya beri perhatian lebih, kalau dia kenapa-kenapa, saya pantau terus," ujar Isfadilla.

Kepala Dinas Pendidikan Karimun, Bakri Hasyim yang dicoba untuk dikonfirmasi terkait permasalahan ini mengaku sedang sibuk. Ia mengaku tengah menerima tamu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ditolak Masuk SMP Negeri karena Terlalu "Tua", Remaja Putri Ancam Bunuh Diri"

Bikin Heboh, Saat Hendak Dikubur Mohammad Furqan Mendadak Tubuhnya Gerak-gerak dan Hidup Lagi

Kecelakaan Maut Rombongan Pesta, Tiga Mobil Tabrakan Beruntun hingga Bus Terguling

Mantan Sopir Bupati Tewas Digebuki, Terungkap Oknum TNI dan Polisi Disebut di Persidangan

PPDB Banyak Dikeluhkan Orangtua, Ini Penjelasan Mendikbud
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi mengatakan, sistem zonasi yang digunakan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 merupakan jalan untuk menemukan solusi-solusi atas permasalahan pendidikan di Indonesia.
Hal ini dia sampaikan ketika ditanya soal banyaknya keluhan masyarakat yang menyebut infrastruktur belum merata di Indonesia.
Infrastruktur itu meliputi sarana dan prasarana sekolah hingga kesenjangan guru.
"Ibarat wajah kalau dari jauh kelihatan halus, tetapi kalau setelah di-close-up dekat kelihatan bopeng-bopengnya itu.
Ini setelah tahu masalah ini, akan kita selesaikan per zona mulai dari ketidakmerataan peserta didik, kesenjangan guru, ketidakmerataan guru, jomplangnya sarana prasarana antar sekolah," ujar Muhadjir di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2019).
Muhadjir mengatakan, melalui sistem zonasi ini, pemerintah daerah akan lebih fokus melihat masalah yang ada di sekolah-sekolah daerahnya.
Pemerintah daerah bisa sadar banyak sekolah yang perlu ditingkatkan mutunya.
Muhadjir juga mengingatkan bahwa peningkatan itu hanya bisa dilakukan oleh pemerintah daerah.
"Karena uangnya ada di daerah, ya tinggal kita meminta mereka agar membenahi banyaknya kontroversi.
Bahwa sudah banyak yang sadar bahwa di daerahnya sekolahnya masih belum sebagus seperti yang didengung-dengungkan," ujar Muhadjir.
Mengenai kurangnya sekolah negeri di beberapa daerah, Muhadjir mengakui, hal ini menjadi salah satu masalah dalam sistem zonasi.
Sebab, tidak semua zona memiliki sekolah negeri yang cukup untuk menampung siswa di wilayah tersebut.
Menurut Muhadjir, sistem ini justru juga akan mempermudah pemerintah memetakan kebutuhan sekolah negeri baru.
"Jadi akan ketahuan nanti, kecamatan mana yang enggak ada SMP-nya atau hanya ada ada 1 SMA. Coba dulu-dulu kan enggak ada yang tahu itu, daerah tenang-tenang saja," ujar Muhadjir.
Akibat sistem ini, banyak juga siswa yang tak tertampung sekolah negeri.
Akhirnya mereka memilih masuk ke sekolah swasta.
Muhadjir mengatakan, kondisi ini justru bisa memaksa Pemda untuk meningkatkan kualitas sekolah swasta.
Dengan demikian, kata dia, sekolah negeri dan swasta di setiap daerah mengalami perbaikan dari segi infrastruktur dan kualitas pengajarannya.
"Tanggung jawab pemda untuk meng-upgrade sekolah swasta agar standar minimum sekolah swasta dapat terpenuhi," kata Muhadjir.
Muhadjir memahami dirinya menjadi target kekesalan masyarakat terhadap sistem zonasi ini.
Padahal, pihak yang seharusnya paling punya tanggung jawab besar adalah pemerintah daerah.
Pemda punya tanggung jawab meningkatkan kualitas sekolah secara merata di wilayah masing-masing.
"Memang yang disumpah serapah itu saya, tetapi yang bertanggung jawab, yang diprotes itu ya daerah-daerahnya.
Daerah harus menyadari, harus sadar, dan segera bertindak untuk memenuhi layanan dasar kepada rakyat-rakyatnya," ujar Muhadjir.


Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved