Tribun Bandar Lampung
Diduga Lakukan Pencabulan Pada Mahasiswinya, Oknum Dosen UIN Raden Intan Duduk di Kursi Pesakitan
Diduga melakukan pencabulan terhadap mahasiswinya, seorang oknum dosen UIN Raden Intan duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Teguh Prasetyo
"Saksi korban pun menolak," bebernya.
JPU melanjutkan, terdakwa tetap berusaha menahan dengan memegang lengan kiri saksi korban EP.
Lalu saksi korban EP tetap berusaha untuk keluar ruangan, namun terdakwa kembali memegang pipi kanan serta buah dada saksi korban EP, dan SP kaget sambil berteriak “eh pak” lalu terdakwa tersenyum kembali.
Tak cukup disitu saja, saksi korban dirangkul pinggangnya sembari ditepuk pantatnya oleh terdakwa.
"Saksi korban pun langsung keluar dan menghampiri rekannya yang tengah menunggu," sebut JPU.
Kata JPU, atas perbuatan terdakwa, saksi korban EP merasa kesal sehingga selalu merasa ketakutan dan berkeringat dingin bila akan menghadap terdakwa.
Tak hanya itu nilai mata kuliah yang diambil oleh saksi korban EP diberikan nilai E oleh terdakwa.
"Dari hasil observasi saksi ahli Psikolog, saksi korban mengalami keadaan tidak berdaya secara psikis," tandasnya.
• Sosok Rahasia Jadi Jaminan Penangguhan Penahanan Dosen UIN Raden Intan yang Diduga Cabuli Mahasiswi
Banyak kejanggalan
Tim Penasihat Hukum Syaiful Hamali, Muhammad Suhendra mengatakan dalam persidangan kali ini pihaknya mendengarkan keterangan saksi korban.
"Menurut kami, korban ini banyak kejanggalan seperti yang disampaiakan diluar logika," ungkapnya.
Kata Suhendra, saksi korban saat peristiwa menurut EP ada kemampuan berteriak saat terdakwa melakukan tindakan tapi tidak dilakukan.
"Kemudian ada kemampuan korban untuk membawa saksi lain saat menghadap terdakwa, dan terdakwa sering berkelakuan genit, dari keteranhan tersebut harus dibuktikan. Jauh dari membuktikan bahwa terdakwa bersalah kami kuasa hukum akan membuktikan peristiwa ini ada atau tidak," serunya.
Tak hanya itu, Suhendra mengatakan jika saksi melakukan kebohongan terkait tidak adanya tim pencari fakta.
"Korban mengatakan tidak ada peran kampus, ini bertentangan dengan fakta, padahal dibentuknya tim pencari fakta (untuk mencari) apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu ada, dan terdakwa bilang tidak ada dan tak pernah dipanggil," sebutnya.
"Sedangkan hasil temuan fakta menyatakan telah melakukan pemanggilan dua kali kepada saksi korban dan saksi korban cenderung melakukan kebohongan, bilangnya di Kotabumi tapi ternyata di Bandar Lampung itu yang akan menjadi bukti kami," tandasnya.
(tribunlampung.co.id/hanif mustafa)