Mabes Polri soal Wanita Korban Debt Collector Rela Digilir Demi Lunasi Utang: Jelas Melawan Hukum!
Mabes Polri soal Wanita Korban Debt Collector Rela Digilir Demi Lunasi Utang: Jelas Melawan Hukum!
Mabes Polri soal Wanita Korban Debt Collector Rela Digilir Demi Lunasi Utang: Jelas Melawan Hukum!
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Wanita dikejar-kejar debt collector hingga disebut rela digilir demi lunasi utang pinjaman online berbuntut panjang. Mabes Polri turun tangan menyelidiki kasus debt collector yang membuat iklan 'wanita rela digilir'.
Kategori penyebaran berita bohong soal ' Iklan Wanita Rela Digilir' diungkapkan oleh Brigjen Pol Dedi Prasetyo Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri.
Menurut Dedi, tindakan oknum perusahaan jasa keuangan berbasis online atau fintech yang mengiklankan nasabahnya dengan istilah "bersedia digilir demi melunasi utang" masuk kategori melawan hukum.
Menurut Dedi, tindakan tersebut adalah menyebarkan kabar bohong atau hoaks.
"Itu perbuatan melawan hukum jelas," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (29/7/2019).
Dedi mengatakan, hoaks yang disebar tersebut sengaja dilakukan untuk menekan nasabah yang belum mampu membayar utang.
Ia mengatakan, tim cyber Polri tengah mendalami kasus yang dialami nasabah bernama YI tersebut.
• Wanita Dikejar-kejar Debt Collector hingga Disebut Rela Digilir demi Lunasi Utang Pinjaman Online
• Takut Mobil Ditarik Debt Collector, Wanita Sembunyikan Kendaraan di Dalam Tenda Warung Pecel Lele
• Debt Collector Gebrak-gebrak Mobil di Jalan Ramai, Sopir Ketakutan: Tolong, Mereka Mau Merampok!
"Itu modus-modus yang dilakukan oleh fintech-fintech untuk menekan konsumen yang 'belum mampu' melunasi utangnya atau terjerat utang oleh bujuk rayunya fintech itu. Itu sedang didalami cyber," ujarnya.
Kronologi Wanita Dikejar-kejar Debt Collector hingga Disebut Rela Digilir
Debt collector sebuah perusahaan pinjaman dana online (fintech) menyebar ancaman dan dilaporkan melakukan pelecehan seksual melalui grup WhatsApp (WA) terhadap seorang nasabah wanita.
Pelecehan seksual yang dilakukan debt collector dalam grup whatsapp itu menyebut nasabah wanita yang menunggak utang tersebut rela digilir demi melunasi utang sebesar Rp 1 juta.
Merasa dilecehkan, nasabah bernama Yuliana melaporkan pelecehan seksual 'rela digilir demi lunasi utang' ke polisi.
Fintech (pinjaman online) meneror nasabah dengan menyebarkan iklan yang menyebut nasabah wanita menunggak rela digilir demi lunasi utang.
Korban peminjam dari fintech lending ilegal bertambah.
• Telat Bayar Utang, Konsumen Fintech di Lampung Diancam Fitnah sebagai Pencuri
• Takut Mobil Ditarik Debt Collector, Wanita Sembunyikan Kendaraan di Dalam Tenda Warung Pecel Lele
Kendati sudah viral dan diberitakan di beberapa media, korban yang bernama Yuliana Indriati mengaku belum ada yang membantu dia.
Melansir kontan.co.id, Yuliana sudah meminta bantuan hukum dari ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Solo Raya dan Polretabes setempat.
Kisah ini berasal beberapa waktu lalu, Yuliana meminjam uang sebesar Rp 1 juta kepada sebuah perusahaan fintech pinjaman online, Incash.
Kala itu, Ia meminjam dana tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.
“Pinjamnya belum ada dua minggu ini.
Saya meminjam Rp 1 juta, tapi terima hanya Rp 680.000.
Saya pinjam untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar Yuliana kepada Kontan.co.id pada Rabu (24/7).
Ia meminjam dengan jangka waktu pinjaman atau tenor selama tujuh hari.
Yuliana mengaku baru telat membayar satu hari, ia mendapatkan teror.
“Baru telat sehari sudah diteror.
Mereka bikin group whatsapp yang ada gambar saya dengan tulisan pelecehan,” jelas Yuliana.
Memang beredar sebuah iklan yang menjadi viral.
Dalam iklan tersesut, Yuliana rela digilir seharga Rp 1,054 juta demi melunasi utang di aplikasi financial technologly Incash.
Berdasarkan iklan tersebut, Yuliana menjamin kepuasan bagi siapa yang menggunakan jasanya.
Ketika dikonfirmasi Yuliana mengaku hal ini merupakan pencemaran nama baik.
“Itu pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik.
Makanya saya laporkan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Polrestabes,” tambah Yuliana.
Yuliana telah mendapatkan surat kuasa bantuan hukum dari LBH.
Dalam surat kuasa, Yuliana mengaku telah mendapatkan ancaman teror kekerasan, penghinaan serta pencemaran nama baik melalui media teknologi informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Kuasa ini diberikan kepada I Gede Sukadenawa Putra SH dan Yuliawan Fathoni yang merupakan pengacara dan konsultan hukum yang tergabung dalam institusi LBH Solo Raya yang beralamat di Sentra Niaga Kawasan Terpadu The Park Mall Jl. Soekarno, Dusun II, Madegondo, Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Kedua pengacara dan konsultan hukum ini akan bertindak sebagai penggugat dalam perkara pidana berupa ancaman teror kekerasan, dan penghinaan melalui komunikasi telepon kepada Yuliana.
Serta penyebaran konten penghinaan serta pencemaran nama baik Yuliana di media sosial.
Hal ini dilakukan oleh oknum debt collector bisnis online kepada saudara, sahabat, dan kerabat Yuliana guna menjatuhkan harga diri dan martabat.
Pada akhirnya akan menimbulkan efek kebencian dan permusuhan dalam upaya untuk memperoleh penagihan pinjaman uang yang dilakukan oleh Yuliana.
Incash sendiri belum terdaftar sebagai fintech peer to peer lending yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Artinya Incash merupakan fintech ilegal yang meresahkan.
Reaksi OJK
Anto Prabowo, Deputi Komisioner Humas dan Manajemen Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, Incash adalah fintech yang tak terdaftar di OJK.
"Pelaporan ke polisi adalah tindakan tepat yang dilakukan dengan aduan pencemaran nama baik," ujar Anto kepada Kontan.co.id, Rabu (24/7/2019)
Pembuatan iklan penjajaan diri sebagai cara penagihan yang diduga dilakukan oleh debt collector adalah pelanggaran kode etik yang menjadi tanggung jawab fintech.
Lantaran Incash tak masuk radar pengawasan OJK, fintech harus mematuhi keputusan Kapolri tentang tatacara penagihan yang bisa disamakan debt collector penagihan berdasarkan fidusia.
Anto menyebut, seiring mulai maraknya kebiasaan masyarakat pada pinjaman fintech, OJK akan terus melakukan edukasi.
"Bahwa yang mudah itu belum tentu aman.
Kata Anto, OJK dan polisi serta pihak lainnya tergabung Satgas Waspada Investasi akan memonitor dan melakukan tindakan preventif atas korban investasi/fintech ilegal ini. (kontan.co.id)