Demi Keselamatan Soeharto, Leher Jenderal TNI Ini Dipertaruhkan
Demi Keselamatan Presiden Soeharto, Leher Jenderal TNI Ini pun Dipertaruhkan
Suatu hari sebelum saya mendapat penugasan memimpin operasi khusus mengamanan Presiden Soeharto dalam KTT ASEAN di kota Manila, Filipina, Pak Benny yang sudah jadi Panglima ABRI mengatakan dengan dingin.
“Luhut, sejak dua atau tiga tahun lalu, sudah banyak yang antre untuk menggantikan saya, tetapi orang ini (sambil menunjuk foto Pak Harto di dinding) kalau terjadi sesuatu pada dirinya…Republik itu menjadi kacau…!” ujarnya dengan tegas.
“Jadi Luhut, taruhan keselamatan Pak Harto adalah lehermu..!”
Sebagai perwira saya cuma menjawab, “Siap! Laksanakan!”
Akibat sering dipanggil ke kantornya, lama-kelamaan saya jadi risih.
Kebanggaan dipanggil oleh Panglima ABRI mengecil, karena pasti banyak yang tahu, dan banyak pula senior saya yang tidak senang, mungkin juga jadi iri, seorang perwira menengah dipanggil oleh jenderal bintang empat berjam-jam.
Suatu hari ketika mood Pak Benny sedang bagus, saya beranikan diri bertanya, “Pak, mohon izin, lain kalau memanggil saya bisakah melalui atasan saya?””
Saya curi pandang wajahnya, dan mukanya lalu mengeras. Kedua tangannya mulai menyapu-nyapu mejanya, dan saya menyesal kok berani-berani membuat beliau marah.
Tapi nasi sudah jadi bubur, saya pasrah.
“Luhut!”katanya dengan nada dalam. “Saya jenderal bintang empat…!”sambil menunjukkan tanda pangkatnya di bahu “..dan kamu Letkol…!
”Itu saja, dan saya sudah mengerti maksudnya.
“Siap!” jawab saya.
Sejak itu saya tidak pernah berani menanyakan lagi soal itu.
Beberapa tahun kemudian ketika Pak Benny pensiun, saya menerima konsekuensi karena jadi golden boys Pak Benny.
Tapi saya terima itu dengan besar hati.