VIDEO Mistiani Hidupi 4 Anaknya dengan Tinggal di Gubuk Bekas Kandang Sapi

Setelah kisah keluarga Riska Ramanti perempuan yang ditinggal suaminya lalu menghidupi dua anaknya yang terkena tumor.

Penulis: Wahyu Iskandar | Editor: taryono

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, TERUSANNUNYAI - Setelah kisah keluarga Riska Ramanti perempuan yang ditinggal suaminya lalu menghidupi dua anaknya yang terkena tumor pembesaran kepala dan tumor karet di bagian wajahnya.

Kini ada pula Mistiani (41), warga di Kampung Tanjung Anom, Kecamatan Terusan Nunyai.

Wanita ini pun mempunyai kisah yang tak jauh berbeda.

Ditinggal sang suami sejak November 2018 lalu, Mistiani dan keempat anaknya harus keluar dari rumah orangtuanya di kampung yang sama.

Namun nahasnya, nasib Mistiani dan keempat anaknya harus hidup dalam keprihatinan, mereka harus tinggal di bangunan dengan luas tak lebih dari 3x4 meter persegi yang juga bekas kandang Sapi.

Yang lebih memperihatinkan, bangunan yang dindingnya terbuat dari triplek dan beralas tanah mereka harus berbagi antara kamar untuk tidur dan dapur yang saling berhadapan langsung tanpa pembatas.

Di bagian tengah rumah, tampak dilipat dan kotor tikar berwarna hijau yang sudah lusuh. Di atas tanah yang tak rata permukaannya itu lah Alfian setiap malam tidur dan merebahkan tubuhnya.

Saat hujan turun, baik Alfian, atau ibu dan ketiga anaknya yang tidur di atas ranjang berlapis papan, tak akan aman dari air yang dengan keluasa masuk dari pentilasi rumah yang terbuka lebar.

Tak hanya itu, sanitase dan sekitar rumah yang berhadapan langsung dengan kebun singkong, membuat keluarga tersebut tak bisa lepas dari teror nyamuk setiap malamnya.

Saat Tribun Lampung.co.id menyambangi rumah yang Mistiani, wanita dengan penampilan sedikit lusuh tampak sedang asyik menyusui si bungsu Kaila (2).

Mistiani memiliki tiga orang anak lainnya yakni Alfian (16), Puput Utami (8) dan Afika Salsabila (6).

Kaila tampak hanya bisa memeluk sang ibu. Mistiani menjelaskan jika sejak pagi hingga sore Kaila belum mendapat asupan makan, dan hanya minum air susu ibu.

"Belum makan dia, mas. Nanti (baru akan masak) kalau kakaknya (Alfian) pulang. Alfian pulang pukul 15.00 WIB," kata Mistiani menerangkan kehidupan yang sehari-hari dijalani.

Ya, selapas sang ayah pergi dan tak lagi memberi kabar sejak November 2018 lalu, Mistiani dan ketiga anaknya yang perempuan harus bertumpu pada si sulung Alfian.

Bocah yang tak lulus SMA itu harus menjadi tulang punggung keluarga sejak kepergian sang ayah. Bukan pula semuanya menjadi ringan, bocah perawakan kecil itu hanya bekerja sebagai montir motor di Kampung Tanjung Anom ikut kawannya.

Penghasilan yang didapat Alfian tak lebih dari Rp 30 ribu setiap harinya, dengan catatan ada satu motor setiap harinya yang memerlukan jasa servis di bengkel tempatnya bekerja.

"Ya kalau ada (satu motor), setiap (memperbaiki) satu motor saya dapat bagian Rp 25 ribu. Kalau tidak ada, ya tangan kosong (pulang ke rumah)," terang Alfian.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga itu, sang ibu harus bekerja sebagai buruh strika baju para tetangganya. Tak jauh berbeda dengan yang bisa didapat Alfian, Mistiani baru bisa dapat uang apabila ada tetangga yang mau disertika pakaiannya.

Apabila kondisi benar-benar mendesak mereka harus makan kenyang namun tak memiliki uang, maka pilihan yang harus diambil Mistiani dan Alfian adalah dengan mencabut singkong di kebun milik warga.

Sementara untuk mencukupi biaya sekolah Puput Utami yang saat ini duduk di kursi kelas 2 SD, Mistiani harus rela menjual jatah 10 kilogram beras yang mereka dapat dari kampung dan ditukar uang.

"Sudah biasa, mas. Kami hanya bisa bersyukur tetap bisa makan walau kondisinya seperti ini (konsumsi singkong). Alhamdulilah anak-anak tidak pernah mengeluh," kata Mistiani.

Alfian dan Mistiani bertekad, mereka akan menjadi tulang punggung untuk Puput, Afika dan Kaila. Selain itu, pasca kepergian sang ayah segala kondisi akan mereka hadapi walau kondisinya akan terasa sama.

Kepala Kampung Tanjung Anom Wasis Trisno Hadi mengatakan, pihaknya tak diam dengan kondisi yang dialami Mistiani dan keempat anaknya.

Wasis mengaku kagum dengan keluarga tersebut karena mereka tak ingin menyerah dengan situasi. Pihak kampung terangnya telah memberi modal Mistiani untuk berjualan kue keliling kampung.

Tak hanya itu, melalui dana kampung pihaknya juga menyisihkan setiap bulannya beras sebanyak 10 kilogram.

"Kami tak ingin bergantung kepada pemerintah (daerah) untuk membantu warga kami. Apa yang bisa kami berikan akan kami beri," kata Wasis Trisno Hadi.

Untuk membantu rumah tempat tinggal Mistiani dan keempat anaknya, pihak kampung juga akan bergotong royong, dan berkordinasi membangunkan rumah untuk Mistiani.

"Kami akan swadaya membangun rumah untuk keluarga Mistiani. Rumahnya akan segera dibedah. Akan kami kumpulkan dulu materialnya secepat mungkin," tutupnya.

 (Tribunlampung.co.id/Syamsir Alam)

Videografer Tribunlampung.co.id/Wahyu Iskandar

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved